"Eh, Meisya. Berdua aja nih, he he he." Bagai sebuah portal Kelurahan Dimmy sudah berada di depan Meisya untuk menghentikan sang waktu...aduuuhh...salah lagi, maksudnya untuk menghentikan langkah Meisya dan temannya.
"Sya, siapa nih?" Tanya Karen kepada Meisya.
Oh iya, sebelum ceritanya berjalan lebih jauh biarkan saya memperkenalkan mahluk imut dari SMA Pejuang Muda yang bernama Meisya ini. Nama lengkapnya adalah Meisya Saussureve. Dia adalah putri sulung dari dua bersaudara memiliki seorang adik laki-laki yang bernama Picto. Ayahnya seorang jurnalis dan ibunya seorang guru. Meisya memiliki kegemaran mengkoleksi pernak pernik berbentuk hewan domba. Alasannya menyenangi mahluk berbulu lebat yang bau itu sangat unik. Jadi, sewaktu SD kelas IV ia pernah dikejar seekor anjing dalam perjalanan pulang sekolah. Tiba-tiba muncul sekawanan domba yang menghalangi kejaran anjing tersebut, hingga Meisya dapat pulang ke rumah dengan aman, sentosa, dan sejahtera mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan yang merdeka....eh..eh...tunggu dulu. Maaf, sepertinya saya salah melihat referensi yang dibutuhkan. Ternyata ini buku sejarah, baiklah sebelum warung di depan tutup mari kita lanjutkan kisah ini.
"Ren, kenalin nih. Ini Dimmy, kakak kelas kita." Meisya menjawab pertanyaan Karen yang sedikit melihat Dimmy dengan wajah yang merasa jijik. Ya wajar saja, Dimmy ini ga ada keren-kerennya. Yang paling bisa dibanggakan dari Dimmy adalah kedekatannya dengan guru-guru SMA Pejuang Muda. Kedekatannya ini bukan karena prestasinya yang baik, tapi karena dia sering disuruh-suruh oleh guru-guru sekolah tersebut untuk menebus banyaknya kesalahan yang dibuat olehnya.
"Lu kok mau sih temenan sama dia Sya? Dia ini bukannya yang pernah pakai sepatu beda warna itu ya?" Karen mengerenyitkan dahinya dengan lirikan maut ke arah Dimmy.
"Hehehe, iya...tapi tunggu dulu. Itu bukan murni kesalahan saya. Sepatunya aja kurang kerjaan. Bukannya sebelahan sama pasangannya, malah keluyuran ke mana-mana." Cengiran Dimmy memberi kesan yang buruk untuk Karen.
"Ya udah Sya, gua duluan deh. Kayaknya mahluk ini mau ngajak lu ngobrol. Ati-ati dompet kamu Sya, ga lucu kan kalo ongkos kamu buat pulang raib abis kamu ngobrol sama dia." Hilanglah Karen di belokan lorong sekolah. Sementara Meisya hanya tersenyun melihat raut wajah Dimmy yang berubah kesal setelah Karen berkata demikian.
Terlihat Dimmy menggaruk kepalanya bertanda dia kikuk untuk memulai pembicaraan dengan Meisya dari mana. "Ehm...kamu mau pulang?" Tanya Dimmy yang sepertinya mulai menemukan awal pembicaraan yang tepat, yah setidaknya bukan perkenalan yang terjadi di awal pertemuan dengan Meisya. Oh iya, untuk yang belum mengetahui proses pertemuan Dimmy dengan Meisya silakan melihat cerita yang sebelumnya,...bukan...bukan yang itu...iya yang itu.
Keduanya mulai terlibat dalam pembicaraan yang cukup seru seperti pertandingan sepakbola antara AC Milan melawan Chicago Bulls.
"Iya nih kak, kenapa? Kakak mau anterin saya ya?" Tanya Meisya setengah bercanda.
Dimmy kembali menggaruk kepalanya. "Aduh, gimana ya? Bukannya ga mau nganterin. Tapi saya bawa sepeda. Bingung juga kalo mau anterin kamu pulang naek sepeda. Atau begini saja, kamu naek sepeda sementara saya di belakang kamu lari-lari gitu?" Dimmy tersenyum menjawab pertanyaan Meisya.
"Aduh, nanti kasihan kakaknya dong. Sampai rumah  kaki kakak pegel-pegel semua."
"Ah, ga papa kok. Saya masih punya banyak kaki cadangan di rumah. Kebetulan nomer 3 sampai 5 masih ada di rumah. Trus masih ada nomer 1 dan 2 di jemuran." Dimmy menjawab  garing, lebih garing dari kacang garing merk apapun yang ada. Walaupun demikian jawaban Dimmy tersebut mampu membuat Meisya tersenyum meskipun hanya sedikit.
"Gini aja kak. Kan seminggu ini masih ada ospek, gimana kalo sesudah ospek selesai kita bicarakan gimana baiknya. Soalnya seminggu ini pasti akan melelahkan. Ga papa ya kak?"
"Oh, gitu ya? Ya udah deh ga papa, seminggu ga lama kok. Tapi bener ya."
"Bener kak, saya janji."
"Oke kalo begitu." Dimmy berusaha tersenyum meskipun dia agak sedikit kecewa. "Kalau begitu saya mau pulang duluan ya Sya. Ayam di rumah belom dikandangin." Dengan berat Dimmy meninggalkan Meisya seorang diri menuju tempat parkir di mana ia memarkirkan sepedanya. Selepas ditinggal Dimmy, Meisya berjalan menuju halte yang ada di depan sekolahnya untuk menunggu bis kota jurusan ke arah rumahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H