"Aduh, nanti kasihan kakaknya dong. Sampai rumah  kaki kakak pegel-pegel semua."
"Ah, ga papa kok. Saya masih punya banyak kaki cadangan di rumah. Kebetulan nomer 3 sampai 5 masih ada di rumah. Trus masih ada nomer 1 dan 2 di jemuran." Dimmy menjawab  garing, lebih garing dari kacang garing merk apapun yang ada. Walaupun demikian jawaban Dimmy tersebut mampu membuat Meisya tersenyum meskipun hanya sedikit.
"Gini aja kak. Kan seminggu ini masih ada ospek, gimana kalo sesudah ospek selesai kita bicarakan gimana baiknya. Soalnya seminggu ini pasti akan melelahkan. Ga papa ya kak?"
"Oh, gitu ya? Ya udah deh ga papa, seminggu ga lama kok. Tapi bener ya."
"Bener kak, saya janji."
"Oke kalo begitu." Dimmy berusaha tersenyum meskipun dia agak sedikit kecewa. "Kalau begitu saya mau pulang duluan ya Sya. Ayam di rumah belom dikandangin." Dengan berat Dimmy meninggalkan Meisya seorang diri menuju tempat parkir di mana ia memarkirkan sepedanya. Selepas ditinggal Dimmy, Meisya berjalan menuju halte yang ada di depan sekolahnya untuk menunggu bis kota jurusan ke arah rumahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H