Sudah dua bulan berlalu sejak pandemik ini resmi masuk ke wilayah Nusantara. Hingga artikel ini disusun setidaknya telah terdapat lebih dari 550.000 orang terpapar virus ini, beberapa korban juga berjatuhan di sejumlah negara.Â
Di Indonesia sendiri, sampai akhir Maret ini telah terdapat 1.414 kasus di mana 122 di antaranya meninggal dunia. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya daya penyebaran virus ini, tidak hanya di sektor kesehatan dan kondisi sosial masyarakat namun juga di sisi ekonomi.Â
Kebijakan untuk melakukan social distancing maupun karantina wilayah atau yang dikenal dengan istilah lockdown secara langsung menimbulkan turbulensi ekonomi.Â
Patut dipahami bahwa kehadiran Covid-19 ini bersamaan dengan kondisi ekonomi global yang tengah melesu. Mengakhiri tahun 2019 lalu, ketegangan akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok belum usai.Â
Demikian pula trend penurunan harga beberapa komoditas seperti minyak bumi. Bak pekerjaan rumah yang belum tuntas, maka Corona berhasil menciptakan kepanikan pasar yang cukup berkepanjangan.Â
Setidaknya segenap elemen masyarakat termasuk para pelaku bisnis harus mengarahkan pemikirannya pada dua dimensi. Pertama dari sisi kesehatan, baik untuk langkah antisipasi agar tidak terkena virus maupun upaya perawatan bila telah terjangkiti oleh virus.Â
Kedua dari sisi operasional bisnis dengan tujuan utama untuk mempertahankan stabilitas arus kas masuk. Upaya tersebut hanya ditujukan untuk bertahan dalam menghadapi kondisi yang penuh ketidakpastian ini.Â
Kepanikan pasar ini bertambah pasca merebaknya virus ke negara-negara di luar Tiongkok sejak pertengahan Januari lalu. Satu per satu perusahaan mulai menghentikan sementara proses operasinya, termasuk penghentian kegiatan produksi.Â
Dengan kata lain, beberapa rantai nilai turut terganggu, mulai dari sisi pasokan bahan baku hingga penurunan permintaan sebagai akibat pergeseran kebutuhan masyarakat. Kondisi ini mau tak mau telah menciptakan ketidakpastian yang semakin tinggi dari sisi pasar.Â
Itulah mengapa tren penurunan indeks harga saham terjadi selama beberapa minggu terakhir. Melansir dari beberapa sumber, indeks Nikkei turun 16,4%, indeks Dow Jones turun 21,9%, demikian pula indeks FTSE yang turun sebesar 26,6%.Â
Di Indonesia sendiri, indeks bursa ada di level 4.000-an, padahal di awal tahun ini indeks berada di level 6.000-an. Tempaan terkuat Covid-19 terlihat jelas di sektor pariwisata.Â