Mohon tunggu...
ariesa putris
ariesa putris Mohon Tunggu... karyawan swasta -

God Bless Us

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Satu Peron (Chapter 1)

28 Juli 2015   19:21 Diperbarui: 11 Agustus 2015   21:09 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber: Anime Couple Tumblr"][/caption]

Berawal dari perjumpaan di sebuah stasiun kecil. Saat itu aku sedang duduk di salah satu peron untuk menanti kereta yang akan membawa ke kota yang akan kutuju. Saat itu juga aku melihat seorang lelaki dari kejauhan. Ia menghampiri tempat duduk yang aku duduki. Lelaki dengan wajah unik, pikirku. Saat sepersekian detik kami bertemu pandang. Untuk sesaat aku bisa melihat kedua bola matanya berkilau jenaka. Bibirnya penuh dan terlihat seperti terus tersenyum.  Tanpa sadar, selama perjalanan aku terus memperhatikannya.

Aku tengah asyik mengira-ngira siapa namanya ketika tiba-tiba untuk yang kedua kalinya kami saling bertemu pandang. Aku langsung mengalihkan pandanganku, kututupi rasa maluku dengan menunduk.  Mataku panas dan jantungku berdebar tak karuan. Pandangan matanya membuatku panik seperti tersengat listrik.

**

Ah, dia masuk lagi ke gerbong ini. Ternyata benar, kami satu jadwal. Kali ini ia tersenyum mengangguk. Sial, kurasa ia tahu kalau kemarin aku telah memperhatikannya.

Aku baru hendak membalas senyuman ketika tiba-tiba, “Brukk!!” dia terjatuh, bokongnya belum sampai di atas bangku ketika ia menjatuhkan tubuhnya untuk duduk.

“Pffftttt...” Kukulum bibirku rapat-rapat. Kutahan tawaku kuat-kuat. Aku bangun dan membantunya berdiri, “kamu gak papa?” tanyaku. Ia meringis kesakitan dan menggumamkan sesuatu seperti kalimat,”sakit...” usai menggamit lenganku, ia mengusap bokongnya pelan.

“Terimakasih, Lanjutnya. “Sama-sama,” jawabku. Aku baru saja hendak kembali ke tempat duduk ketika ia menahan tanganku dan memintaku untuk duduk di sampingnya.

“Kau mau duduk di sini?” mendengar ini mau tak mau aku mengangkat alis tapi karena ia memandangku dengan pandangan menunggu akhirnya aku duduk di sampingnya. Melihat ini, ia tersenyum. Pria berwajah unik ini punya lesung pipit.

**

Namanya Tooru. Ia desainer interior dan punya galeri di Yokohama, perfektur Kanagawa. Selama beberapa bulan terakhir aku hanya bisa menemuinya di peron dengan jadwal yang sama, tapi lama-lama kami dekat hingga akhirnya ia mengajakku bertukar email. Dan di sinilah kisah cinta kami dimulai.

Setelah sebulan berteman akrab lewat email dan mengobrol banyak selama perjalanan ke kantor, Tooru memintaku untuk berkencan dengannya. Dan tentu saja, dengan senang hati aku memenuhi permintaannya. Setiap pulang kantor, kami turun di berbagai stasiun, menelusuri jalan-jalan perfektur yang tidak kami ketahui dan jika malam sudah terlalu larut, Tooru mengantarku ke rumah.

Karena pekerjaanku sebagai arsitek dan Tooru yang sering punya deadline ketat, kami hanya bisa bertemu di sela-sela perjalanan pulang.  Tapi tak apa, tiap detik yang kulewati dengan laki-laki yang kutemui di peron ini jadi waktu yang paling menyenangkan dan tak terlupakan.

“Lihat Yui, ada banyak lampu-lampu kecil di sepanjang jalan,” ujar Tooru ceria seperti biasa.

“Ya ini sudah pertengahan bulan. Sebentar lagi natal,”

“Kau ingat desain rumah yang kita temui saat turun di Chiba?” tanya Tooru tiba-tiba. Aku menggandeng tangannya, salju mulai turun.

“ya,” jawabku.

“Natal tahun depan aku akan bangun rumah seperti itu, kau setuju?” mendengar ini aku tersandung, “dan kau harus membantuku membuat desainnya,” tambah Tooru tanpa menunggu jawabanku. Lelaki berwajah unik ini selalu berhasil membuat jantungku ingin meledak.

“Baiklah,”

**

24 Desember pukul 16:00.

Hari ini aku berjanji dengan Tooru untuk bertemu di bawah pohon natal tak jauh dari stasiun Kanagawa. Kami akan membeli cake dan memilih beberapa menu untuk di masak besok. Kalau rencana kami jadi, besok akan jadi kali pertama aku berkunjung ke rumah Tooru.

Kubungkus snow ball berisi miniatur rumah impian Tooru. Aku membuat benda aneh ini semalaman, kuharap ia menyukainya.

**

24 Desember Pukul 21:00

Sudah tiga jam aku menunggu di sini, kopi panas yang kubelikan untuknya sudah membeku. Di luar perkiraan, salju turun cukup lebat malam ini.

24 Desember Pukul 23:44

Kuharap tidak ada hal buruk yang terjadi. Aku sudah menghubungi Tooru berkali-kali tapi belum ada satu pesan pun yang dibalasnya.

25 Desember Pukul 02:00

Akhirnya aku menunggu Tooru di kedai Okonomiyaki tak jauh dari pohon natal tempat kami membuat janji. Tooru tak kunjung datang.

---

“Jadi kau mau ke pohon sialan itu lagi?” Megumi melampiaskan kekesalannya karena aku, untuk kesekian kalinya, menolak ajakan Goukon-nya. Aku tersenyum.

“Sampai kapan kau akan menunggu?” desis Megumi. Aku pun hanya terdiam. Entah sampai kapan. Bukan aku tidak pernah mencoba untuk melupakan lelaki dengan wajah unik itu, tapi malam-malamku selalu diusik dengan kenangan kami bersama. Menelusuri jalan sempit, bergandengan tangan untuk menghindari dingin, dan berbicara semalaman tentang desain-desain rumah dan interior di cafe kecil yang tak jauh dari stasiun.

Ini natal ketiga sejak Tooru menghilang dan kali ketiga aku menunggunya di bawah pohon natal dekat stasiun. Kuremas kotak snow ball yang seharusnya kuberikan padanya tiga tahun lalu. Kalau saja aku tahu dimana Tooru tinggal, kalau saja aku mencari tahu lebih banyak tentang lelaki itu...

24 Desember pukul 18:00

Aku tahu ini bodoh. Kuperhatikan setiap lelaki yang lewat, walau mereka berjalan bergandengan dengan pasangannya. Aku sudah melatih reaksiku berkali-kali jika ternyata Tooru lewat dengan tangan gadis lain yang melingkar di lengannya.

24 Desember pukul 22:00

Apa Megumi benar? Apa aku melakukan hal yang sia-sia? Tooru...

24 Desember pukul 00:00

Kutundukan kepalaku dalam-dalam, kutatap kotak snowball yang sudah mulai kusam. Buliran air panas melesat membasahi bungkus kertasnya. Kutarik nafasku dalam-dalam, kuhembuskan nafas itu pelan-pelan kubiarkan tiap kenangan tentang Tooru menghilang. Kubiarkan tubuhku kebas.

“Yui?”

Seseorang memanggil namaku. Seseorang dengan suara yang kurindukan. Kutolehkan pandangan ke sumber suara itu. Dan disanalah ia berdiri.

Seketika tubuhku membeku melihat sosok Tooru yang berdiri di hadapanku. Nafasnya tersengal.

“Tooru...” Kudengar diriku begumam parau. Tiba-tiba tubuhku bergerak dengan sendirinya, kakiku berlari ke pelukannya. Runtuh sudah pertahananku, kulupakan semua latihan dialog yang ingin aku ucapkan ketika bertemu dengannya.

**

Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun