Kubungkus snow ball berisi miniatur rumah impian Tooru. Aku membuat benda aneh ini semalaman, kuharap ia menyukainya.
**
24 Desember Pukul 21:00
Sudah tiga jam aku menunggu di sini, kopi panas yang kubelikan untuknya sudah membeku. Di luar perkiraan, salju turun cukup lebat malam ini.
24 Desember Pukul 23:44
Kuharap tidak ada hal buruk yang terjadi. Aku sudah menghubungi Tooru berkali-kali tapi belum ada satu pesan pun yang dibalasnya.
25 Desember Pukul 02:00
Akhirnya aku menunggu Tooru di kedai Okonomiyaki tak jauh dari pohon natal tempat kami membuat janji. Tooru tak kunjung datang.
---
“Jadi kau mau ke pohon sialan itu lagi?” Megumi melampiaskan kekesalannya karena aku, untuk kesekian kalinya, menolak ajakan Goukon-nya. Aku tersenyum.
“Sampai kapan kau akan menunggu?” desis Megumi. Aku pun hanya terdiam. Entah sampai kapan. Bukan aku tidak pernah mencoba untuk melupakan lelaki dengan wajah unik itu, tapi malam-malamku selalu diusik dengan kenangan kami bersama. Menelusuri jalan sempit, bergandengan tangan untuk menghindari dingin, dan berbicara semalaman tentang desain-desain rumah dan interior di cafe kecil yang tak jauh dari stasiun.