Pada konferensi tersebut juga dinyatakan mengenai prestasi Mahkamah Konstitusi dalam pengujian UU yang dalam periode 2003-2013 telah secara nyata menunjukkan bahwa MK merupakan mekanisme nasional HAM, utamanya dalam pemenuhan kewajiban negara dan memajukan dan melindungi HAM yang telah menjadi hak konstitusional warga.Â
Hal itu sejalan dengan pernyataan dari Achmad Eri Subiyanto bahwa MK sepanjang umurnya telah memberi sumbangan positif bagi kemajuan sistem ketatanegaraan dan tertib tata hukum di Indonesia serta sangat produktif menunjukkan prestasi sehingga menjadi kiblat atau tempat berpaling dalam berbagai persoalan konstitusi dengan peran ideal sebagai penjamin konsistensi seluruh peraturan perundang-undangan.
Kualitas MK dari Kualitas Indikator Kinerja
Salah satu cara menakar kualitas instansi pemerintah adalah melalui sistematika pelaporan kinerja. Informasi ini sifatnya adalah untuk publik sehingga dokumen Laporan Kinerja MK Tahun Anggaran 2022 dapat diakses secara luas oleh masyarakat.Â
Pada Laporan Kinerja tersebut, MK dinyatakan memiliki 3 sasaran strategis (sastra) yakni meningkatnya mutu dukungan manajemen, meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap Pancasila dan konstitusi, serta meningkatnya mutu putusan dan penanganan perkara. Elemen yang paling relevan untuk menakar kualitas yang sejalan dengan rumusan masalah pada tulisan ini kiranya adalah sastra yang ketiga. Ada 2 indikator dalam sastra ini dan salah satunya adalah Indeks Kualitas Putusan.
Kondisinya adalah target yang ditetapkan adalah 64, sementara capaiannya 93,56. Menjadi semakin menarik ketika target hingga akhir RPJMN di 2024 yang ditetapkan pada Renstra untuk indikator ini adalah 68. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah untuk level putusan sekrusial MK sebagai pengawal konstitusi, penafsir final konstitusi, pelindung HAM, pelindung hak konstitusional warga negara, dan pelindung demokrasi, apakah benar kualitas yang diharapkan levelnya di 60-an alih-alih sempurna menuju 100?
Pentingnya Substansi Dalam Indeks Kualitas Putusan
Pembahasan menjadi semakin menarik ketika pada laporan tersebut dinyatakan bahwa Indeks Kualitas Putusan diukur dari: Â (1) Indeks Kepuasan Pelayanan Penanganan Perkara Konstitusi, (2) Indeks Kepuasan Sistem Informasi Penanganan Perkara, (3) Rata-rata waktu penyelesaian perkara PUU dan SKLN, (4) Rata-rata waktu penyelesaian perkara PHP Kada, (4) Persentase penyelesaian jumlah perkara PUU dan SKLN yang diputus, dan (5) Persentase perkara PHP Kada yang diputus. Adapun kontribusi masing-masing elemen untuk capaian 93,56 adalah sebagai berikut: