Berangkat dengan cerita pulang malam dan absen latihan--hingga jadi omongan sampai ke Badminton Lovers Tiongkok--tanpa diduga Praveen Jordan bersama dengan Melati Daeva Oktavianti tampil menggila di Eropa. Dua gelar direnggut sekaligus di Denmark dan Prancis. Dua gelar yang direbut juga tidak main-main karena dalam perjalanan ke final pada 2 kejuaraan tersebut, PraMel mengalahkan 3 monster di ganda campuran saat ini.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dominasi Tiongkok di nomor XD ini luar biasa pada 2 tahun terakhir. Serupa dengan yang dibuat oleh Indonesia di Ganda Putra namun belum segarang Jepang di Ganda Putri--terutama awal tahun 2019. Tahun ini saja, jika suatu turnamen diikuti oleh Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong dan/atau Wang Yi Lyu/Huang Dong Ping maka hampir pasti gelar juara ya auto ke salah satu diantara keduanya.
Zheng/Huang si nomor 1 dunia sudah juara di Indonesia Masters, All England, Malaysia Open, Indonesia Open, Kejuaraan Dunia, serta China Open. Ketika misalnya mereka kalah, seperti di Kejuaraan Asia atau Japan Open maka gelar dicaplok Wang/Huang. Kejuaraan Asia sebenarnya dapat di-exclude dari catatan Zheng/Huang karena jelas sekali Huang Ya Qiong sedang sakit ketika kalah dari He Ji Ting/Du Yue, tapi harus main karena tidak boleh withdrawn mengingat lawannya adalah satu negara.
Dengan menganggap Wang/Huang tidak ikut Korea Open karena withdrawn, maka kasus khusus hanya terjadi di Korea Open dan Singapore Open ketika Zheng/Huang dikalahkan oleh Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai. Sampai sebelum tur Eropa, mungkin hanya Bass/Popor yang bisa mengganggu persaingan Zheng/Huang dan Wang/Huang.
Kebetulan, di Denmark, PBSI-nya Thailand membuat kesalahan fatal dengan salah mendaftarkan pasangan. Popor tidak didaftarkan. Jadi, PraMel dan rombongan XD lain dari Indonesia setidaknya kehilangan satu saingan meski ya tetap berat. Untuk Praveen dan Melati, mereka setahun ini saja sudah masuk 4 final dan semuanya kalah. Tiga kekalahan, di India, Australia, dan Jepang diderita dari Wang/Huang. Satu lagi di New Zealand mereka kalah sangat nyesek lawan peraih perak Olimpiade, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying dengan skor di game penentuan 29-27.
Sorotan pada Praveen/Melati semakin kencang karena lepas dari Jepang, penampilan mereka menurun. di Thailand, PraMel dikalahkan Seo Seung-jae/Chae Yu-jung di 16 besar. Pada babak yang sama di kejuaraan dunia, secara mengejutkan mereka kalah dari Robin Tabeling/Selena Piek dengan skor Afrika 21-8 di game penentuan. Di China Open lebih parah lagi karena sudah kandas di babak pertama dari Satwiksairaj Rankireddy/Ashwini Ponnappa sesudah gagal menyelesaikan game pertama dengan kemenangan. Terakhir di Korea, sesudah melindas teman sendiri, Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja, PraMel kandas dari Zheng/Huang di perempat final.
Rekor pertemuan PraMel versus Zheng/Huang sebelum di Denmark memang buruk sekali, 6 berbanding 0. Dari 6 itu, hanya sekali ada rubber game. Sebuah pertandingan yang merupakan kandidat Nyesek Award karena sebenarnya PraMel sudah match point di game kedua untuk bisa masuk final. Eh, ujung-ujungnya malah kalah 13-21 22-20 21-13. Berhadapan dengan Zheng/Huang, PraMel pernah dikasih angka 7 saja di Denmark, 12 di Indonesia Masters 2019, termasuk juga 10 di Korea.
Dalam 2 pekan di Eropa, PraMel sukses menaklukkan Zheng/Huang di perempat final Denmark Open, Wang/Huang di final Denmark Open, Bass/Popor di perempat final France Open, dan Zheng/Huang di final French Open. Tiga pasangan terbaik dunia diatasi dalam sepekan saja. Pertandingan melawan Wang/Huang sebenarnya menarik untuk dibahas, namun pertama-tama kita perlu menganalisis laga versus Si Wei dan Ya Qiong terlebih dahulu mengingat baru kali ini ada pasangan di atas muka bumi yang bisa mengalahkan keduanya dalam dua kesempatan beruntun.
Pada 2 pertemuan yang dimenangi oleh PraMel, sesungguhnya kita bisa melihat bahwa ada masalah besar di pasangan Tiongkok dan masih ada ruang perbaikan untuk duet Ucok/Meli.
Pertama, dari 234 poin yang terjadi dalam 2 laga terakhir sebanyak 141 poin atau lebih dari 50 persen berasal dari kesalahan lawan. Siapa yang paling sering salah? Tentu saja pria. Terbukti bahwa Si Wei membuat 45 kesalahan yang berbuah poin bagi lawan, sementara Ucok bikin 38 kesalahan. Tidak berbeda jauh.
Sosok Praveen Jordan ini memang unik. Sejak lama, nggak ada yang meragukan smash-nya yang menghujam bumi itu. Tapi sejak lama pula para BL tahu betapa bersahabatnya Praveen dengan net dan error. Bahkan kalau suka iseng melihat komen-komen jahanam di livestream, siapapun pemain Indonesia yang lagi error beruntun tidak jarang dijuluki "sedang kerasukan Ucok".
Buruknya penampilan di dua laga terakhir memang kentara sekali untuk Si Wei. Terlebih pada laga di Denmark. Pada game ketiga saja yang berakhir dengan kemenangan 22-20, Si Wei bikin 14 kesalahan alias menyumbang 2/3 poin bagi PraMel. Sebenarnya, Ucok nggak kalah dermawan. Dari 20 poin Zheng/Huang, separo diantaranya disumbang kesalahan Ucok dengan perincian sekali gagal servis, 3 kali out, dan 6 kali kena net.
Ya, Ucok sebenarnya masih berteman dengan net. Hanya saja, dalam laga di Eropa, Zheng Si Wei jauh lebih buruk mainnya. Si Wei juga kurang kontribusi dalam menyumbang poin karena dalam 2 laga dan 6 game dan 234 poin, hanya 23 poin saja yang berasal darinya. Untuk urusan banyak-banyakan menyumbang poin dalam wujud smash menghujam masuk atau penempatan ciamik, Ucok adalah juaranya. Ada 31 poin yang dibukukan oleh Ucok, meski jumlahnya masih kurang 7 dari total poin yang dia sumbangkan tapi nggak apa-apa.
Paling ciamik tentu saja smash andalan Ucok. Di Denmark, smash itu menyumbang 7 dari 12 angka yang dibuat Ucok. Di final France Open baru kelihatan ngerinya. Pada game pertama saja ada 4 smash mantan partner Debby Susanto ini yang tidak kembali. Game kedua lebih ganas lagi, ada 5 smash. Smash Ucok boleh dibilang menjadi salah satu penentu dalam dua pertandingan penting lawan Zheng/Huang.
Buruknya penampilan Si Wei rupanya ditunjang pula dengan hilangnya daya magis Ya Qiong. Betul bahwa dirinya merupakan pemain paling bebas salah di lapangan, namun sumbangan poinnya juga sedikit. Ada 26 poin yang disumbangkan Ya Qiong ke PraMel tapi hanya ada 16 poin yang mutlak berasal dari pukulan-pukulannya. Separo dari kontribusi Ucok dan masih tertinggal 7 poin dari Meli yang bikin 23 angka.
Salah satu permainan terburuk Ya Qiong ada di game 1 France Open, meskipun mereka menang. Ada 7 pukulan Ya Qiong yang menyentuh net. Jumlah error-nya sama dengan Praveen, tapi rincian error Praveen adalah net 5 kali dan out 2 kali. Pada game 2 di Denmark dan game 3 di France, Ya Qiong juga betul-betul lenyap karena hanya menyumbang 1 poin saja! Lepas dari Lu Kai, Huang Ya Qiong bersama Zheng Si Wei memang menciptakan standar baru untuk nomor XD. Hingga ekspektasi kita pada penampilan Huang sungguh besar. Sampai-sampai, andalan muda kita Indah Cahya Sari Jamil dikasih julukan Indah Cahyaqiong oleh para BL karena nama Ya Qiong itu memang sudah dipandang sangat baik. Hanya memberi 1 poin dalam 1 game tentu bukan standar Ya Qiong.
Terakhir, peran Melati jadi kunci lain dalam laga ini. Terasa di game ketiga di Denmark kala Si Wei dan Ucok rebutan bikin salah, Meli justru main dengan rapi sekali dan hanya bikin 1 kali bola out sebagai satu-satunya kesalahan pada game tersebut. Posisi Meli yang sangat dekat dengan net juga menjadi sumber dari total 23 poin yang dia bukukan. Permainan yang rapi membuat dirinya mulai dikait-kaitkan sebagai penerus Lilyana Natsir atau Debby Susanto. Walau demikian, sebenarnya Meli juga semakin kondang karena senyum gingsulnya yang manis itu.
Dua gelar ini menjadi sangat penting bagi PraMel karena berhasil pecah telur pasca masuk ke 4 final sebelumnya. Penting juga bagi Tiongkok karena harus ada strategi baru agar tetap menjadi penguasa XD. Semoga Ucok dan Meli konsisten, yha!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H