Mohon tunggu...
Alexander Arie
Alexander Arie Mohon Tunggu... Administrasi - Lulusan Apoteker dan Ilmu Administrasi

Penulis OOM ALFA (Bukune, 2013) dan Asyik dan Pelik Jadi Katolik (Buku Mojok, 2021). Dapat dipantau di @ariesadhar dan ariesadhar.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengenal Bappenas dari Sang Nakhoda: Bambang Brodjonegoro

4 September 2016   23:46 Diperbarui: 5 September 2016   00:10 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasiana memang terbilang ciamik dalam meramu sebuah kegiatan. Sudah tidak terhitung tokoh yang menjadi topik dan hadir pada agenda-agenda Kompasiana, mulai dari calon presiden, anggota DPR, hingga kini seorang Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro. Acaranya sendiri dihelat pada tanggal 29 Agustus2016 di ruang rapat pimpinan, gedung Bappenas dekat Taman Suropati.

Acara ini menjadi menarik karena sang menteri merupakan salah satu produk reshuffle Kabinet Kerja jilid 2, sedangkan Bappenas sendiri pada kocok ulang jilid 1 juga mengalami pergantian kepemimpinan. Menjadi hal yang menarik untuk mengetahui posisi sebenarnya dari Bappenas, menurut sang pemimpin sendiri.

Pada hari yang sama, Bambang Brodjonegoro juga memiliki agenda rapat di DPR. Bagi yang pernah mengerti tentang rapat di DPR pasti paham jika kemudian sang tuan rumah tiba ke lokasi pada pukul 7 malam, lebih sedikit. Satu hal kecil yang menurut saya menarik dan menjadi bukti bahwa primordialisme di birokrasi secara perlahan berkurang adalah kala Pak Bambang meminta kepada panitia (atau mungkin protokolnya) untuk berbicara sembari audience makan. Buat saya ini hal kecil, tapi cukup penting.

Sesudah semuanya makan dan menyisakan kunyahan-kunyahan kecil serta denting sendok yang mulai minimal, Pak Bambang memulai paparannya. Hal yang menarik adalah bahwa Pak Bambang mengangkat perbedaan posisi Bappenas di masa kini dengan Bappenas era Orde Baru, terutama pada awal mula orde tersebut.

Bappenas dahulu adalah lembaga yang powerful. Patut dipahami bahwa dengan adanya krisis ekonomi pada awal mula Orde Baru, diperlukan upaya yang luar biasa. Salah satunya adalah segala kebijakan harus diikuti tanpa komplain. Bappenas pada masa lalu adalah panglima. Dari struktur APBN juga berbeda karena dahulu ada yang disebut APBN rutin yang dikelola Kementerian Keuangan dan APBN Pembangunan yang mutlak diatur oleh Bappenas.

Saat ini, tentu pola seperti Orde Baru tidak bisa di-copy 100%, terlebih setelah reformasi ada otonomi daerah sehingga yang tadinya sentralistik menjadi terdesentralisasi. Pak Bambang menyebut bahwa, "Bappenas saat ini adalah Bappenas yang bisa menempatkan diri dalam konteks demokrasi dan desentralisasi". Poin pentingnya adalah perencanaan pembangunan nasional dapat berjalan tanpa mengabaikan janji pemimpin daerah pada pemilihnya.

Waktu periode awal Orde Baru, Indonesia termasuk negara miskin. Tahun 1990-an seiring booming ekonomi kita waktu itu, ekonomi kita naik jadi lower-middle class dan berlangsung terus sampai terjadi krisis ekonomi Asia dan mengembalikan ekonomi kita ke tingkat bawah. Di sinilah kita terjebak di middle income trap, di tengah terus dan tidak naik-naik. Kesinambungan ini butuh waktu proses sehingga tetap diperlukan perencanaan jangka panjang (25 tahun). Patut diingat bahwa dalam 25 tahun bisa saja terjadi 5 pemerintahan yang berbeda dengan visi misi masing-masing. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dituangkan kembali dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Jadi jika nanti Presiden Jokowi terpilih lagi, akan ada RPJM lagi, yang sesuai dengan RPJP.

Pak Bambang kemudian menyebut bahwa selagi negara kita masih tergantung pada komoditas, akan sulit bagi ekonomi kita untuk melaju kencang. Dengan komoditas ini jatuhnya kita seperti orang kaya tapi musiman, tergantung harga komoditas. Di sinilah transformasi ekonomi menjadi penting. Paling gampang, Pak Bambang memilih contoh komoditi minyak yang dalam 1 tahun turun kurang lebih 100 Dollar.

Dalam ekonomi Indonesia, peran kepala daerah dan memajukan ekonomi daerah menjadi begitu penting. Otonomi daerah bukanlah sekadar bagi-bagi kewenangan, namun desentralisasi ekonomi, yang pada akhirnya terakumulasi ke pusat dan ke negara secara keseluruhan.

Dimensi daya saing juga menjadi penekanan pembangunan bangsa. Dahulu, ekonomi kita bertumbuh selain karena ditopang komoditi, tapi juga karena manufaktur terutama tekstil, garmen, elektronik, dan sepatu berkembang pesat sebagai akibat dari pergeseran ekonomi dengan relokasi manufaktur dari Asia Timur ke Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Hingga kemudian segala sesuatu yang bagus hilang semua pada tahun 1998.

Apalagi Indonesia punya bonus demografi dengan banyaknya generasi muda, dan mereka itu semua harus bekerja. Tugas pemerintah dan pembangunanlah untuk menyediakan lapangan kerja, dengan mendorong perekonomian sehingga secara langsung generasi pekerja ini terserap.

Pertumbuhan ekonomi dalam angka-angka boleh tinggi, tapi kata Pak Bambang harus berkualitas. Di negara maju, kritik kepada pemerintah bukan difokuskan pada angka pertumbuhan, tetapi berapa banyak lapangan kerja yang telah dibuat? Seperti itulah yang dikerjakan oleh Amerika Serikat dengan stimulus pada saat menghadapi krisis global delapan tahun silam. Stimulus meningkatkan kegiatan ekonomi dan diharapkan secara langsung berdampak pada job opportunity yang baru. Relevan dengan job opportunity ini, Kita perlu bekerja keras untuk menggeser sektor informal bergerak mengarah ke formal. Salah satunya adalah tentang kewajiban membayar pajak dan akses pada permodalan.

Tugas negara sejatinya adalah bukan memperkaya orang kaya, tetapi mendorong orang yang di bawah garis kemiskinan lepas dari garis itu. Caranya banyak, salah satunya dengan cash transfer yang memang legal di banyak negara, contohnya Bantuan Langsung Tunai (BLT). Problem kita, banyak yang selisih posisi ke garis kemiskinan jauh sehingga kalau didorong dengan cash transfer pun tetap masih jauh. Itulah mengapa akses terhadap hak-hak dasar (sanitasi, transportasi, listrik, dll) menjadi penting, karena bisa jadi orang tetap miskin karena mereka tidak bisa ngapa-ngapain, wong nggak punya akses.

Problem berikutnya, jika telah mengangkat orang miskin lewat dari kemiskinan, harus dipertahankan ada di posisi itu dengan cara memberikan akses yang lain lagi seperti pendidikan dan permodalan. Pak Bambang bilang bahwa inilah problematika mengurangi kemiskinan di Indonesia, terbilang seni dan terbilang susah pula. Langkah pertama adalah mengangkat keluar garis dan langkah kedua adalah mempertahankannya. Tugas pemerintah itu melakukan hal-hal itu, tentunya dengan sumber pendanaan yang salah satunya pajak. Kompasianer diberikan sugesti oleh Pak Bambang untuk jangan fokus pada fakta bahwa di Eropa sekolah gratis, tapi juga fokus bahwa mereka bisa menggratiskan demikian karena pajaknya memang besar.

Ada istilah kemiskinan absolut dan relatif, terkait dengan ketimpangan di Indonesia. Ini adalah PR, bahkan ketimpangan antar relatif sekalipun. Bagi Pak Bambang, ini harus dibereskan. Ngomong-ngomong, anggaran per kapita Indonesia yang paling besar itu justru di Papua lho, soalnya dana besar namun penduduknya sedikit, sedangkan di Jawa angka penduduk sebagai penyebut lebih besar. Makanya, anggaran per kapitanya jadi lebih kecil. 

Kesuksesan Bappenas akan diukur dari sejauh mana berhasil mewujudkan pertumbuhan dengan memperhatikan konsistensi perencanaan dalam konteks waktu, per pemerintahan, hingga per tataran di negeri ini, mulai Desa, Kabupaten/Kota, hingga Provinsi.

Ketika ditanya soal ketepatan berada di posisi Kepala Bappenas, Pak Bambang menyebut bahwa latar belakang pendidikan dan posisi pernah di Kementerian Keuangan adalah nilai tambah karena ada pemahaman dari sisi keilmuan dan pengetahuan penganggaran. Pak Bambang juga menekankan bahwa dalam kondisi apapun, Bappenas harus mampu menentukan prioritas terhadap program-program pemerintah daerah dan kementerian lainnya. Bagian ini juga tidak boleh dinegosiasi, dan menyeimbangkan antara rasional dan perasaan. Bagian terakhir ini ditekankan banget sama Pak Menteri.

Dalam pertemuan ini, Pak Menteri menekankan tentang merk-merk tertentu seperti Uniqlo, Zara, maupun Ikea sebagai contoh daya saing dan diferensiasi. Jangan lupa pula bahwa soal komoditi tadi kadang-kadang bikin orang lupa pada core usahanya, apalagi para industrialis atau pengusaha yang core-nya bergerak di industri sedikit sekali. Lebih banyak pedagang dan penyedia jasa alih-alih industrialis.

Pak Menteri juga memberikan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan Kompasianer dari segala sisi, mulai dari depan, tengah, dan belakang. Mulai dari peserta asal Takengon hingga peserta asal Cikarang. Sayangnya, tangan saya yang mengacung tidak ditunjuk oleh Pak Menteri. Jadi curhatan saya soal indikator Bappenas yang tidak dianggap berorientasi outcome oleh Kementerian lainnya jadi belum tersampaikan. Ah, mungkin lain kali.

Sebuah pengalaman menarik untuk bisa berada dalam pemaparan Pak Menteri yang juga adalah anak dari mantan Menteri ESDM dan Mendikbud, Soemantri Brodjonegoro ini. Kebanyakan paparan memang sifatnya umum dan tampaknya bakal asyik juga dielaborasi lebih lanjut hingga level program dan kegiatan. Yah, karena sesungguhnya sudah terlalu banyak yang mengambang karena terlalu umum di Indonesia. Semoga Pak Menteri ada kesempatan lain untuk hal ini, biar Bappenas menjadi benar-benar berbeda dan berkontribusi lebih pada bangsa ini ke depannya.

Tabik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun