Mohon tunggu...
Alexander Arie
Alexander Arie Mohon Tunggu... Administrasi - Lulusan Apoteker dan Ilmu Administrasi

Penulis OOM ALFA (Bukune, 2013) dan Asyik dan Pelik Jadi Katolik (Buku Mojok, 2021). Dapat dipantau di @ariesadhar dan ariesadhar.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengenal Bappenas dari Sang Nakhoda: Bambang Brodjonegoro

4 September 2016   23:46 Diperbarui: 5 September 2016   00:10 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertumbuhan ekonomi dalam angka-angka boleh tinggi, tapi kata Pak Bambang harus berkualitas. Di negara maju, kritik kepada pemerintah bukan difokuskan pada angka pertumbuhan, tetapi berapa banyak lapangan kerja yang telah dibuat? Seperti itulah yang dikerjakan oleh Amerika Serikat dengan stimulus pada saat menghadapi krisis global delapan tahun silam. Stimulus meningkatkan kegiatan ekonomi dan diharapkan secara langsung berdampak pada job opportunity yang baru. Relevan dengan job opportunity ini, Kita perlu bekerja keras untuk menggeser sektor informal bergerak mengarah ke formal. Salah satunya adalah tentang kewajiban membayar pajak dan akses pada permodalan.

Tugas negara sejatinya adalah bukan memperkaya orang kaya, tetapi mendorong orang yang di bawah garis kemiskinan lepas dari garis itu. Caranya banyak, salah satunya dengan cash transfer yang memang legal di banyak negara, contohnya Bantuan Langsung Tunai (BLT). Problem kita, banyak yang selisih posisi ke garis kemiskinan jauh sehingga kalau didorong dengan cash transfer pun tetap masih jauh. Itulah mengapa akses terhadap hak-hak dasar (sanitasi, transportasi, listrik, dll) menjadi penting, karena bisa jadi orang tetap miskin karena mereka tidak bisa ngapa-ngapain, wong nggak punya akses.

Problem berikutnya, jika telah mengangkat orang miskin lewat dari kemiskinan, harus dipertahankan ada di posisi itu dengan cara memberikan akses yang lain lagi seperti pendidikan dan permodalan. Pak Bambang bilang bahwa inilah problematika mengurangi kemiskinan di Indonesia, terbilang seni dan terbilang susah pula. Langkah pertama adalah mengangkat keluar garis dan langkah kedua adalah mempertahankannya. Tugas pemerintah itu melakukan hal-hal itu, tentunya dengan sumber pendanaan yang salah satunya pajak. Kompasianer diberikan sugesti oleh Pak Bambang untuk jangan fokus pada fakta bahwa di Eropa sekolah gratis, tapi juga fokus bahwa mereka bisa menggratiskan demikian karena pajaknya memang besar.

Ada istilah kemiskinan absolut dan relatif, terkait dengan ketimpangan di Indonesia. Ini adalah PR, bahkan ketimpangan antar relatif sekalipun. Bagi Pak Bambang, ini harus dibereskan. Ngomong-ngomong, anggaran per kapita Indonesia yang paling besar itu justru di Papua lho, soalnya dana besar namun penduduknya sedikit, sedangkan di Jawa angka penduduk sebagai penyebut lebih besar. Makanya, anggaran per kapitanya jadi lebih kecil. 

Kesuksesan Bappenas akan diukur dari sejauh mana berhasil mewujudkan pertumbuhan dengan memperhatikan konsistensi perencanaan dalam konteks waktu, per pemerintahan, hingga per tataran di negeri ini, mulai Desa, Kabupaten/Kota, hingga Provinsi.

Ketika ditanya soal ketepatan berada di posisi Kepala Bappenas, Pak Bambang menyebut bahwa latar belakang pendidikan dan posisi pernah di Kementerian Keuangan adalah nilai tambah karena ada pemahaman dari sisi keilmuan dan pengetahuan penganggaran. Pak Bambang juga menekankan bahwa dalam kondisi apapun, Bappenas harus mampu menentukan prioritas terhadap program-program pemerintah daerah dan kementerian lainnya. Bagian ini juga tidak boleh dinegosiasi, dan menyeimbangkan antara rasional dan perasaan. Bagian terakhir ini ditekankan banget sama Pak Menteri.

Dalam pertemuan ini, Pak Menteri menekankan tentang merk-merk tertentu seperti Uniqlo, Zara, maupun Ikea sebagai contoh daya saing dan diferensiasi. Jangan lupa pula bahwa soal komoditi tadi kadang-kadang bikin orang lupa pada core usahanya, apalagi para industrialis atau pengusaha yang core-nya bergerak di industri sedikit sekali. Lebih banyak pedagang dan penyedia jasa alih-alih industrialis.

Pak Menteri juga memberikan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan Kompasianer dari segala sisi, mulai dari depan, tengah, dan belakang. Mulai dari peserta asal Takengon hingga peserta asal Cikarang. Sayangnya, tangan saya yang mengacung tidak ditunjuk oleh Pak Menteri. Jadi curhatan saya soal indikator Bappenas yang tidak dianggap berorientasi outcome oleh Kementerian lainnya jadi belum tersampaikan. Ah, mungkin lain kali.

Sebuah pengalaman menarik untuk bisa berada dalam pemaparan Pak Menteri yang juga adalah anak dari mantan Menteri ESDM dan Mendikbud, Soemantri Brodjonegoro ini. Kebanyakan paparan memang sifatnya umum dan tampaknya bakal asyik juga dielaborasi lebih lanjut hingga level program dan kegiatan. Yah, karena sesungguhnya sudah terlalu banyak yang mengambang karena terlalu umum di Indonesia. Semoga Pak Menteri ada kesempatan lain untuk hal ini, biar Bappenas menjadi benar-benar berbeda dan berkontribusi lebih pada bangsa ini ke depannya.

Tabik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun