Mohon tunggu...
Alexander Arie
Alexander Arie Mohon Tunggu... Administrasi - Lulusan Apoteker dan Ilmu Administrasi

Penulis OOM ALFA (Bukune, 2013) dan Asyik dan Pelik Jadi Katolik (Buku Mojok, 2021). Dapat dipantau di @ariesadhar dan ariesadhar.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Penipuan CPNS Masih Eksis!

27 Januari 2014   19:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:24 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini cerita agak lama, sih. Bulan Desember yang lalu kejadiannya. Tapi berhubung ada teman yang cerita kalau hampir ketipu perkara CPNS ini, saya jadi tergelitik (ih.. geli..) untuk mengisahkan kelakuan orang-orang yang pengen tipu-tipu saya.

Jujur dulu, ya. Tahun lalu saya mengikuti proses rekrutmen CPNS untuk kali ke-3. Niat bener! Sebenarnya, sih, niat utama itu adalah membahagiakan orang tua. Soalnya, kebahagiaan orang tua itu saat ini ada 2, dan saya belum bisa memenuhi yang satunya.

MOMONG CUCU!

Nah, dengan niat suci luhur mulia mengabdi pada negara dan menyenangkan hati orang tua, saya lalu mendaftar ke sebuah lembaga negara. Seleksi administrasi terlewati, dan cukup enteng karena saya sudah berkali-kali menyiapkan hal yang sama. Berikutnya, TKD. Bagian ini juga terlampaui dengan kerja keras. Itu kalau passing grade Wawasan Kebangsaan 60%, kayaknya saya nggak lulus.

Tapi, puji Tuhan, lolos.

Sampailah kemudian di TKB. Saya belajar semalam suntuk agar bisa menjawab soal-soal yang ada. Namanya juga pengen bikin orang tua senang. Saya juga mikir, kalau tahun ini gagal lagi, tahun depan mungkin saya sudah nggak bisa ikut seleksi karena faktor umur. Maklum, saya lahir waktu Bung Karno mengeluarkan dekrit presiden. Tua, kan?

Nah, Raisa bilang bahwa "apalah arti menunggu?". Ini pertanyaan fokus bener bagi peserta seleksi CPNS, apalagi tahun sebelumnya saya juga ikut TKB dan saya SUKSES menjadi cadangan nomor 105. Kan saya trauma kalau gagal lagi tahu ini. Bukan apa-apa, ijazah legalisir sudah mau habis stoknya. Itu doang sih yang bikin repot.

Sampai pada suatu hari, sebuah telepon berkepala 0853 nongol di HP saya.

"Halo! What's up, bro!"

Oke. Dia nggak bilang ini.

Dari ujung ponsel mungil saya yang lama kelamaan jadi kurang smart, terdengar suara ibu-ibu.

"Halo? Benar dengan saudara Alexander?"

"Benar."

"Saya dari ...(menyebutkan nama sebuah lembaga negara, dengan lengkap dan salah)... hendak meminta saudara menghubungi Ibu Z, kepala ...(menyebutkan lembaga lagi)... Semarang di nomor 085321888074."

NAH! Ini, nih. Sudah perasaan kalau bakal kena tipu. Tapi separuh jiwa masih merasa ini toh bagian dari upaya melincinkan jalan menuju Roma, eh... PNS.

Jadi, saya tetap iya-iyain si Ibu yang bernama Reski itu sampai lantas mencatat nomor yang dimaksud. Dan saya nggak pernah lupa kalimat terakhirnya.

"Segera ya! Karena ini menentukan masa depan saudara!"

GLEK!

Untung saja saya sudah pernah kena tipu sebelumnya, dalam nominal kecil sih. Jadi saya itu curiganya tinggi. Kebeneran lagi di kantor, pas ada akses internet di depan mata. Maka, saya segera mencari tahu.

Eh, sebelumnya, ada logika yang bermain.

1. Saya mendaftar di formasi pusat, si Reski kampret itu nyuruh saya menghubungi kepala kantor di Semarang. Lah?! Iya, sih, dulu di Semarang ada gadis cantik yang sampai sekarang tidak berhasil saya temui (lagi). Tapi, ya nggak gitu juga kelesss!

2. Pas berbincang, terdengar suara anak kecil! Ini bagian kepegawaian, rekrutmen, atau taman kanak-kanak?

Nah, saya lalu melengkapi logika itu dengan bantuan internet.

Yang pertama kali saya lacak adalah nomor si penelepon. Cek demi cek, eh, itu nomor Bandung. Saya lalu cek nomor yang katanya miliki ibu Z, kepala kantor Semarang, itu juga nomor Bandung. Lagipula, agak absurd kalau seorang kepala kantor punya nomor As, baru. Memangnya dia alay yang mudah berganti nomor handphone. Hih!

Eh tapi, nama ibu Z yang disebutkan itu, benar-benar nama kepala kantor di Semarang. Jadi rupanya, di Reski kampret itu sudah googling lalu browsing dan kemudian ngising.

Untuk verifikasi, saya iseng mengetik dua nomor yang saya peroleh tadi di Twitter. Dan benar saja, rupanya si Reski kampret itu juga melakukan hal yang sama pada seseorang di Jawa Timur. Dan si mbak di Jatim itu ngetwit nomor Reski kampret.

Jadi, selamatlah saya dari tipu menipu ini.

Bayangin, keterima juga belum. Eh, mau ketipu, pula.

Dua belas hari kemudian, muncul pengumuman kelulusan. Dan, di menjelang malam natal itu saya mendapati fakta bahwa saya akhirnya sukses menduduki peringkat 1...

...di lampiran berjudul "PESERTA CADANGAN..."

Uwuwuwuwuwuwuwuwuwuw~~~~

Begitulah. Tipu menipu soal CPNS ini masih dan mungkin akan terus ada. Tapi saya percaya makin kesini, apalagi di lingkup lembaga dan bukan Pemda, integritas makin kuat. Teman-teman saya bisa kok jadi PNS tanpa harus membayar pelicin, jadi saya yakin saja kalau suatu kali nanti, akan bisa.

SEMOGA! HAE!

Salam!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun