Pelan ia melepaskan kepalanya dari bahuku lalu membersihkan sisa air mata di pipi, dan mulai menyusun ceritanya. "Apakah ini perlu ditulis?" tawarku. "Bila ada gunanya untuk orang lain, tuliskan saja. Tapi siapa yang akan membacanya?" De bertanya lagi sebelum memulai kisah yang sesungguhnya.
"Hapus judul di atas, ganti dengan judul ini: Sikat Gigi Ayah De."
"Mengapa harus ganti, De?"
"Ini sikat gigi ayahku. Dia meninggalkannya hanya untukku. Itu pesannya dulu pada ibu sebelum beliau meninggalkan kami," jawab De sambil menahan air matanya.
"Tolong ganti kalimat pertama di atas menjadi: Ayah selalu bilang bahwa alat yang menggosok giginya setiap pagi itu adalah sikat gigi, dan seterusnya." perintah De lagi.
      Belum diketahui riwayat cerita ini setelah dikirim ke Koran. Aku dan De kerap berziarah ke makam ayahnya untuk membawa kembali benda yang diyakini sebagai sikat gigi itu.*
Labuan Bajo, Mei 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H