Pilkada DKI Jakarta yang proses resminya belum dimulai memang sudah ramai sejak Ahok memutuskan untuk maju secara perorangan, tidak melalui jalur partai politik, meski akhirnya juga didukung oleh beberapa partai politik. Beberapa pihak telah menyatakan diri pendukung Ahok, dan beberapa yang lain adalah pembenci Ahok. Saya sendiri tidak berada dalam posisi mendukung salah satu dari mereka. Jadi, minimal ada 3 kelompok yang bisa diidentifikasi posisinya terkait dengan Ahok.
Kelompok pendukung Ahok boleh-boleh saja fanatik dan mati-matian membela Ahok apapun yang Ahok lakukan, tapi Ahok manusia biasa, tak sempurna dan kadang-kadang bisa salah juga. Kelompok pembenci Ahok boleh juga antipati dengan semua yang Ahok lakukan, bahkan tak jarang membawa SARA dan rasisme –hal yang saya tidak bisa terima- dalam ketidaksukaannya, tapi sedikit banyak Ahok juga punya andil dalam kemajuan Pemprov DKI Jakarta.
Saya masuk ke dalam kelompok ketiga, tidak mendukung maupun tidak membenci Ahok, seperti kelompok-kelompok yang sudah ada. Saya hanya ingin katakan Ahok benar ketika Ahok benar, dan katakan salah ketika Ahok salah. Saya juga percaya ada banyak orang lain yang punya kemampuan yang sama, bahkan mungkin melebihi Ahok, yang dapat memimpin Jakarta menjadi megapolitan yang memanusiakan penghuni dan pelancongnya.
Pada saat ini, reklamasi di Teluk Jakarta sedang menjadi berita panas, sebab diduga ada upaya suap dari pengembang yang diberi izin reklamasi oleh Ahok kepada anggota DPRD DKI Jakarta. Informasi yang disediakan di media-media online mengenai reklamasi ini, sangat tidak memuaskan dan tidak menjelaskan seterang-terangnya apa yang sebenarnya terjadi. Berita-berita yang ada hanya sebatas berita yang memuja-muji Ahok dan terkesan menutup berita yang bermakna negatif terhadap Ahok, ada yang pokoknya Ahok salah, meski ada pula yang berusaha obyektif dan netral.
Banyak yang berusaha memaparkan kronologi dari kasus reklamasi Teluk Jakarta ini, tapi tak ada satu media pun yang punya informasi soal peristiwa pemicunya: pemberian izin reklamasi oleh Ahok. Proses pemberian izin reklamasi oleh Ahok adalah awal mula yang seharusnya ditelusur oleh para awak media. Dimulai dari saat Foke pada akhir jabatannya tahun 2012 memberikan izin prinsip reklamasi kepada 4 perusahaan pengembang.
Pada pemerintahan Jokowi-Ahok hingga sebelum Jokowi maju dalam pencapresan, Jokowi tidak pernah memperpanjang izin tersebut dan tidak mengeluarkan izin apapun terkait reklamasi. Antara Juni hingga Oktober 2014, saat Ahok menjadi Plt. Gubernur DKI Jakarta, Ahok menerbitkan perpanjangan izin prinsip reklamasi untuk 4 perusahaan tersebut, mungkin karena digantung sekian lama oleh Jokowi, izinnya menjadi kadaluwarsa. Setelah Jokowi menjadi presiden, di akhir 2014, Ahok melanjutkan dengan menerbitkan izin reklamasi.
Yang jadi pertanyaan adalah: mengapa Jokowi menggantung dan tidak memperpanjang izin prinsip reklamasi, tapi Ahok malah memperpanjang izin prinsip reklamasi dan menerbitkan izin reklamasi di saat Jokowi tidak lagi gubernur? Tentunya untuk sampai pada penerbitan izin reklamasi, ada inisiatornya, entah pengembang atau Pemprov DKI Jakarta.
Ketika inisiasi proses penerbitan izin reklamasi dilakukan, tentunya ada rapat-rapat intensif antara pengembang dengan Pemprov DKI Jakarta. Ahok selalu menekankan transparansi dalam pemerintahannya, bahkan mengklaim mempublikasikan seluruh rapat-rapat Pemprov DKI Jakarta di Youtube. Bila masih transparan, maka tentu video rapatnya disediakan untuk publik. Nah, apakah transparansi ini hanya di awal saja, dan ditujukan hanya untuk mereformasi PNS Pemprov DKI Jakarta?
Sebelum Pemprov DKI Jakarta mengijinkan pengembang untuk melakukan reklamasi, tentunya ada kajian-kajian komprehensif terkait lingkungan, dampak sosial, dan keuntungan reklamasi bagi warga Jakarta. Selain itu, tentu ada semacam perjanjian atau kontrak yang disepakati kedua belah pihak mengenai status tanah reklamasi, hak atas tanah reklamasi, tata ruang, dan kewajiban pengembang.
Ke manakah semua ini? Di manakah warga Jakarta dapat memperoleh informasi lengkap tentang reklamasi? Seharusnya Pemprov DKI Jakarta lah yang memberikan informasi seluas-luasnya dari awal hingga akhir soal penerbitan izin reklamasi ini. Sangat disayangkan ketika Pemprov DKI Jakarta mampu menyumbang begitu banyak dataset ke portal data.id, namun informasi mengenai kebijakannya justru seperti tertutup dan disembunyikan.
Dalam hal kasus suap reklamasi, persoalan berkembang kepada tidak segera dituntaskannya raperda reklamasi dan lobi-lobi penurunan prosentase kontribusi tambahan pengembang dalam raperda tersebut. Ahok menyatakan DPRD tidak menyetujui angka 15% dan hendak menurunkan ke 5%, sedangkan Taufik anggota DPRD menyatakan bukan soal angka tapi soal tidak perlunya pengaturan angka ini di dalam perda. Tentu masing-masing bisa berargumentasi yang tak jelas ujungnya, tapi sekali lagi di mana letak transparansi di antara kedua belah pihak? Adakah video rapat yang bisa diakses warga sehingga warga bisa memahami apa yang terjadi dengan lebih jelas?
Kebijakan Jokowi-Ahok dalam kerangka Jakarta Baru tahun 2012 jelas, berpihak kepada kaum marhaen, kaum terpinggirkan, kaum dhuafa, kaum proletar, dan dikuatkan dengan kontrak politik yang pro mereka. Terlebih lagi para relawan Jakarta Baru pun lahir dari partisipasi luas masyarakat menengah ke bawah. Makanya lahir program kampung deret misalnya. Di akhir masa jabatannya, dengan munculnya soal reklamasi Teluk Jakarta, buat saya Ahok berpihak kepada kaum menengah ke atas, dan meninggalkan mereka yang marjinal.
Bila saya bandingkan posko-posko Pro Mega di saat PDI pimpinan Megawati dibredel pemerintah dan posko-posko Pro Jokowi saat pencapresan Jokowi dengan booth-booth Teman Ahok, sungguh bagaikan langit dan bumi. Yang dua pertama lahir dari partisipasi dan hati rakyat, berlokasi di pemukiman rakyat, sederhana, apa adanya, dananya gotong-royong rakyat sendiri, sedangkan yang satunya elitis, ada di mal-mal, didanai entah oleh siapa tapi tentunya pemilik modal besar dan mencirikan kaum menengah ke atas.
Yang lebih memprihatinkan adalah ketika mendapati ada media online yang terindikasi “dibeli” oleh pihak yang mendukung Ahok. Semenjak Ahok menyatakan hendak maju Pilkada 2017, beberapa pihak menyatakan dukungannya: Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Goenawan Mohamad (GM) pendiri Tempo. Tak heran bila dua media yang mereka miliki, Media Indonesia dan Tempo, mendukung Ahok dalam pemberitaan soal reklamasi Teluk Jakarta. Tapi yang lebih mengherankan adalah detik.com, yang tanpa alasan logis terkait dukungan dan kepemilikan media, mendukung Ahok dalam semua pemberitaannya. Adakah pemilik detik.com pendukung politis Ahok? Tak bisakah kita menduga bahwa ada pembelian terhadap media ini?
Mari kita uji coba hipotesis saya tersebut. Saya menggunakan mesin pencari di Twitter untuk mencari tweet yang mengandung kata “reklamasi” dari tanggal 1 April 2016 hingga 10 April 2016 dari beberapa akun resmi media berikut: detikcom, CNNIndonesia, kompascom, okezonenews, tempodotco, mediaindonesia, republikaonline, dan Beritasatu. Caranya mudah, silakan berkunjung ke https://twitter.com/search-advanced dan isikan dengan cara yang saya gunakan.
Saya mengambil sampel satu diskusi Polemik Sindo Trijaya ‘Reklamasi Penuh Duri’ di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, yang dilaksanakan hari Sabtu tanggal 9 April 2016. Berikut ini adalah rekapnya:
1. tempodotco tidak meliput. Berita lain terkait reklamasi lebih banyak ditujukan kepada DPRD DKI Jakarta. Nampaknya framing berita memang di-set supaya publik beropini bahwa hanya DPRD yang bersalah. Mungkin ini agenda GM untuk sekaligus menghabisi partai politik dan meliberalisasi lebih jauh politik Indonesia.
2. mediaindonesia mempublikasikan “Batman: Kasus Reklamasi Upaya Jatuhkan Ahok ”. Di antara sekian narasumber pendapat di dalam diskusi tersebut, hanya narasumber pro Ahok yang dipublikasikan. Tentu dimaklumi karena Nasdem mendukung Ahok.
3. detikcom mempublikasikan “Prijanto: Jangan Tafsir Menafsir, Serahkan Penuntasan Suap Reklamasi ke KPK ”, “Foke Teken Izin Reklamasi Sebulan Sebelum Lengser, ini Kata Eks Wagub”, “Anggota DPRD DKI: Raperda Zonasi Reklamasi Ditunda Hingga Periode Berikutnya http://detik.id/VzAOqf”, dan “Prijanto: Zaman Foke Izin Prinsip Reklamasi Nggak Ada Masalah http://detik.id/VknN8M”. Nampaknya detikcom sengaja mengambil penggalan dari pendapat narasumber, bukan pendapat utuhnya, supaya muncul persepsi bagi pembacanya bahwa izin reklamasi tidak bermasalah.
4. CNNIndonesia mempublikasikan “Proyek Reklamasi Turunkan 50 Persen Pendapatan Nelayan”, “Mantan Wagub DKI Duga Suap Reklamasi Libatkan Pemprov DKI", “Mantan Wagub DKI Tuding Ahok Manipulasi Izin Reklamasi”, “Presiden Jokowi Diminta Ambil Alih Proyek Reklamasi Jakarta” dan “Pembahasan Raperda soal Reklamasi Ditunda Hingga 2019”. Yang mengherankan adalah CNNIndonesia dan detikcom sama-sama di bawah payung perusahaan Trans Corp milik Chairul Tanjung. Mungkinkah idealisme jurnalistik detikcom dibayar oleh CNNIndonesia?
Masih belum percaya adanya perbedaan framing CNNIndonesia dan detikcom? Silakan simpulkan sendiri dua pemberitaan berikut mengenai satu topik yang sama oleh narasumber yang sama namun berbeda simpulannya: “Istana: Pemberian Izin Reklamasi Kewenangan Pemerintah Pusat ” dan “Seskab: Ahok Tak Perlu Izin Menteri Susi untuk Reklamasi Pantura Jakarta ”.
5. kompascom mempublikasikan pendapat dari dua kelompok narasumber.
6. okezonenews, republikaonline dan Beritasatu hanya mempublikasikan pendapat dari narasumber yang tidak mendukung Ahok.
Mari kita lihat sejauh mana kasus reklamasi Teluk Jakarta ini akan bergulir dan mengungkap dengan terang benderang ada apa di balik pemberian izinnya. Buat saya, yang didahulukan adalah kepentingan warga DKI Jakarta, terutama yang tidak berdaya dan terpinggirkan oleh sistem dan kebijakan, bukan pengembang, investor dan milyuner yang bisa membeli tanah, gedung, pulau bahkan nyawa orang bila perlu.
Saya sarankan pula kepada Teman Ahok untuk segera mensosialisasikan program-program kerja Ahok dan Heru untuk periode kedua. Jangan khawatir, rakyat sekarang sudah cerdas kok, dan takkan terbawa oleh kampanye-kampanye hitam yang menyerang soal suku, ras dan agama/keyakinan. Buktinya Ahok bisa jadi Bupati Belitung Timur, FX Hadi Rudyatmo juga menang Pilkada 2015 di Solo.
-arie purwanto-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H