Bedanya dengan cerpen sebelumnya, pada cerpen ini tidak sampai menelan korban jiwa. Azimat mengisahkan seorang perempuan yang ingin balas dendam dengan menggunakan ilmu hitam.Â
Sebab cintanya dulu yang tak terbalaskan, ia pun menggunakan ilmu hitam untuk mempermainkan lelaki yang dulu dicintainya. Â Â Â
Cerita ketiga dilanjutkan dengan cerpen Mereka Telah Naik ke Surga karya Muhammad Yasir. Menceritakan masyarakat yang seakan berada di medan perang saling beradu nasib kehidupan.Â
Mereka yang "kalah" atau mati, menjalani tiwah atau ritual pengangkatan arwah ke surga. Ritual ini memerlukan kerbau yang kemudian akan ditombaki dalam prosesnya.Â
Dikatakan tanpa kerbau, ritual tiwah takkan sakral. Dalam cerpen ini terlihat penulis seperti mengkritisi ritual yang dilaksanakan, ritual yang membutuhkan pengorbanan makhluk lain demi kepentingan atau suatu yang dianggap baik bagi masyarakat itu.Â
Dalam cerpen tersebut, penulis seakan menanyakan apakah ritual ini baik untuk terus dilakukan.Â
Sama halnya dengan cerpen Lebu Ketiup Angin karya Rekha Aqsoliafitrosah dan cerpen Perempuan dalam Tubuh Gelisah karya Nindy Ajeng Saputri. Keduanya sama-sama mengisahkan kisah cinta yang tidak berakhir baik karena kepercayaan mitos orang dulu-dulu.Â
Seakan terus mempertanyakan apakah benar ritual dan mitos yang ada di Indonesia benar adanya, dalam cerpen Mitos Lantai Dua yang ditulis oleh Rori Maidi Rusji dan cerpen Dewi Sri di Ujung Jawa karya Silviana Dini Kunanti.
Kedua cerpen tersebut sama-sama seperti mempertanyakan kebenaran mitos yang beredar. Pada cerpen Mitos Lantai Dua, menceritakan kepercayaannya pada nasihat nenek moyang yang melarangnya untuk tidur di lantai dua, konon jika dilanggar akan memberikan kesialan.Â
Mitos yang selalu ia percaya pun ditertawai oleh temannya yang selama ini hidup di kota. Banyak yang menganggap mitos itu konyol dan tidak masuk akal. Apa hubungan nenek moyang dengan lantai dua, bahkan hal itu tidak bisa dijawab oleh orang yang memercayainya.Â
Pada cerpen Dewi Sri di Ujung Jawa juga menceritakan tokoh utama, Dewi Sri, yang mempertanyakan langsung kebenaran mitos yang beredar di masyarakat kepada Kepala Dusun.Â