Mohon tunggu...
IMAJINASI
IMAJINASI Mohon Tunggu... Lainnya - Analis dengan Backround Pendidikan Kehutanan

Hanya orang manusia yang suka berimajinasi

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Solutif dalam Krisis Pangan

5 Desember 2023   10:27 Diperbarui: 5 Desember 2023   10:42 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.cnbcindonesia.com/

Sebuah judul dari artikel CNBC "

98% Warga RI Makan Beras, Harga Mahal-Bikin Miskin Tetap Beli" menggelitik pojok kepalaku. Berita CNBC

Timbul bermacam pertanyaaan;

Mengapa harus selalu makan beras?

Apakah tidak ada bahan makanan lainnya?

Mengapa beras harus mahal?  Apa beras sudah menjadi barang langka?

Mengapa tidak makan singkong, jagung, gembili, uwi, sagu ?

Indonesia Negara Agraris dan Maritim, itu yang diajarkan semenjak "makan bangku sekolah", Tanah air ini kaya raya. Tapi mengapa?

Meski sudah makan singkong sepiring, kalau belum ketemu makanan yang kecil-kecil bentuknya lonjong dan pulen, alias nasi, "RASANYA BELUM MAKAN". Ah... berarti psikologis sudah mempengaruhi naluri untuk makan nasi.

Lalu..

Apakah beras hanya bisa dihasilkan dari bulir-bulir padi? kenapa tidak Getuk dibuat berbentuk beras? atau tiwul dibentuk seperti beras yang pulen kalau dimakan. Banyak yang akan kontra dengan berbagai alasan.

Ah singkong proteinnya rendah, ah singkong tidak ada gizinya, ah tidak bisa dibuat pulen, ah tidak enak rasanya

Ah kita kalah sama kucing, kucing aja bentuk makanannya macam-macam, ada yang bentuk ikan, bentuk bintang, bulan dan lain-lain :- (intermezo)

Balik lagi, dapatkah bahan-bahan pangan lokal ini kita sajikan menjadi bentuk yang menyerupai beras, baik dalam tampilannya maupun rasanya dan nilai Gizinya? secara logis jawabanku adalah "BISA"

Pertama

Konsep  dasarnya adalah bentuk beras yang lonjong kecil merupakan "Casing" dengan struktur yang ketika dimasak akan menhasilkan rasa pulen seperti beras;

Konsep kedua adalah isi dari "Casing" ini merupakan nilai Proksimat (Gizi) yang diperlukan konsumen, Ah berarti bisa bermacam-macam tergantung kebutuhan gizi konsumen, bagus dong.

Konsep berikutnya adalah Bahan "Casing" yang murah dan melimpah

Konsep keempat adalah sumber proksimat yang mudah didapat dan murah

Konsep terakhir adalah teknologi prosesingnya

Bahan untuk "Casing" seperti apa sih yang bisa dipakai? Singkon, Jagung, Uwi, Gembili, Porang, suweg, iles-iles, walur, seluruh bahan nabati yang berserat tinggi bisa di pakai sebagai "Casing" pokok dalam pembentukan beras. Namun terkadang bahan bahan ini rapuh, tidak bisa terikat dengan erat antar partikelnya . Tenang mas .... ada perekat alami, pakai tepung sagu

Setelah bahan "Casing" didapatkan, maka yang dipikirkan adalah Nilai Gizi (proksimatnya). Tenang pak.. Kita punya kelor yang banyak mengandung Vitamin B6, Vitamin B2, Vitamin C, Vitamin A, zat besi, dan Magnesium. Vitamin B9 juga bisa kita dapatkan dari Bekatul, Lalu Proteinnya bagaimana? hehehehe

Ada Sacha Inchi pak, dengan protein lebih dari 40% plus omega 3

Injectkan seluruh bahan Nilai Gizi kedalah "Casing"

Nah yang perlu dipikirkan lagi adalah Nilai Van Soest alias tingkat kecernaan dan penyerapannya.

Lalu diprosesnya bagaimana? satu kunci pokok agar bentuknya menjadi mulus seperti beras alias tidak retak, maka pengeringan pertama harus menggunakan Cold Drying bukan Hot Drying

Dengan bahan pangan lokal yang mirip beras padi dengan nilai gizi tinggi murah dan mudah didapat, Insya Alloh Indonesi tidak perlu beli beras lagi dan Generasi penerus menjadi generasi yang mampu mengguncang Dunia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun