Mohon tunggu...
ariefwara
ariefwara Mohon Tunggu... Programmer - Enterprise Application Architect

Saya seorang engineer perangkat lunak dengan pengalaman dua dekade di industri ini. Saya memiliki keterampilan teknis yang mendalam dalam pengembangan perangkat lunak, dan telah bekerja secara ekstensif di Web, Desktop, Seluler baik Android maupun iOS, Aplikasi Backend Modern dengan Arsitektur Layanan Mikro dan CI/CD Pipeline. Saya juga berpengalaman dalam manajemen dan kepemimpinan, dan telah menjabat sebagai pemimpin tim dalam banyak kesempatan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menyelamatkan Kedaulatan Teknologi Indonesia

22 Maret 2023   20:30 Diperbarui: 25 April 2023   20:28 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Hi-Tech. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia adalah negara terpadat keempat di dunia, dengan lebih dari 273 juta orang. Perpaduan etnis dan agama yang beragam di negara ini berdampak pada perkembangan dan adopsi teknologinya. Meskipun Indonesia merupakan pasar yang berkembang pesat dengan permintaan tinggi akan teknologi baru dan layanan digital, sektor teknologi masih berkembang dan sangat bergantung pada perusahaan dan platform asing.

Dominasi perusahaan dan platform teknologi asing di sektor teknologi informasi dan komunikasi Indonesia menimbulkan risiko yang signifikan terhadap kedaulatan teknologi negara. 

Perusahaan-perusahaan ini hampir memonopoli akses ke teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia, membuat negara ini rentan terhadap pengaruh dan kontrol eksternal. Google mendominasi pasar mesin pencari dengan pangsa lebih dari 95%. 

Facebook memiliki lebih dari 130 juta pengguna, sementara Instagram memiliki lebih dari 60 juta pengguna, dan Microsoft Office dan 365 memiliki pangsa pasar sekitar 60%, menunjukkan ketergantungan yang signifikan pada perusahaan dan platform teknologi asing untuk kebutuhan perangkat lunak penting.

Pengaruh signifikan perusahaan teknologi asing di Indonesia menimbulkan kekhawatiran tentang potensi pengaruh eksternal dan kontrol atas infrastruktur informasi negara. Perusahaan-perusahaan ini dapat menetapkan agenda untuk pengembangan dan adopsi teknologi negara, yang mungkin tidak sejalan dengan nilai dan prioritas budaya Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan keterputusan antara lanskap teknologi negara dan kebutuhan serta keinginan warganya.

Potensi risiko pengenaan sanksi ekonomi terhadap Indonesia oleh pemerintah asing, khususnya Amerika Serikat, tidak dapat diabaikan. Pemerintah AS telah memberlakukan sanksi ekonomi terhadap negara-negara seperti Iran, Korea Utara, Rusia, dan Venezuela, yang memengaruhi akses mereka ke teknologi dan layanan penting. Sanksi semacam itu dapat menghambat perkembangan teknologi, kedaulatan, dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Untuk mengurangi ketergantungannya pada perusahaan dan platform teknologi asing, Indonesia perlu mengembangkan teknologi dalam negeri yang dimiliki dan dikuasai oleh orang Indonesia. 

Melakukan hal itu dapat membantu mempromosikan kedaulatan teknologi negara dan mengurangi potensi pengaruh dan kontrol eksternal. Mengembangkan teknologi buatan dalam negeri juga dapat menciptakan peluang bagi bisnis Indonesia untuk bersaing di pasar teknologi global, memberikan kontribusi bagi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi negara.

Menciptakan platform yang selaras dengan nilai dan prioritas budaya Indonesia juga dapat mempromosikan identitas unik negara sekaligus menciptakan peluang baru bagi bisnis Indonesia untuk berkembang. 

Kontroversi baru-baru ini seputar model bahasa OpenAI, ChatGPT, telah menyoroti potensi risiko yang terkait dengan mengandalkan teknologi milik asing yang mungkin tidak sejalan dengan nilai dan norma budaya negara. Area lain di mana mungkin ada ketidaksesuaian nilai adalah terkait dengan masalah LGBTQ+. Kebijakan OpenAI belum tentu selaras dengan nilai-nilai budaya Indonesia, sehingga menimbulkan ketegangan dan kontroversi.

Selain kepedulian terhadap nilai-nilai budaya, perusahaan teknologi asing juga bisa mempromosikan konten yang mungkin merugikan masyarakat Indonesia. Misalnya, Roblox adalah platform game populer yang menghadapi kritik karena mempromosikan pengeluaran berlebihan untuk barang-barang virtual dan menciptakan budaya konsumerisme di kalangan anak-anak. 

Platform tersebut juga berisi konten horor yang dapat membuat ketagihan sekaligus meneror bagi para pemain muda. Demikian pula, TikTok telah mempopulerkan tren tarian yang mempromosikan vulgar dan banalitas dengan algoritmenya. Konten semacam itu mungkin tidak selaras dengan nilai dan prioritas budaya Indonesia dan dapat membahayakan generasi muda negara ini. 

Oleh karena itu, sangat penting bagi Indonesia untuk mengembangkan teknologi dalam negeri yang selaras dengan nilai-nilai budayanya untuk menghindari masalah ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun