Mohon tunggu...
Arief Santoso
Arief Santoso Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pekerja Lepas

Peserta BPJS tanpa Ketenagakerjaan, sebab semu dengan status pekerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia Emas Dimulai dari Dalam Diri

26 September 2024   14:53 Diperbarui: 26 September 2024   15:00 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Untuk menentukan langkah Indonesia Emas perlu memiliki kecekapan posisi, porsi, kondisi dan strategi. Semuanya punya simbol sendiri, punya cara aktivasinya sendiri. Kitalah yang bisa dibantu unsur hidup di bumi, tidak bisa sendirian dan tidak akan dibiarkan sendirian." -- seorang penggiat spiritual di kota Jawa Barat

Progres menuju Indonesia Emas 2045 terus disiapkan, mulai sektor pendidikan dan ekonomi, kemudian sosial kemasyarakatan, kemandirian wilayah hingga ketahanan ideologi negara. Beberapa telah berjalan sesuai arahan, rancangan satu per satu telah dilalui dan polesan perbaikan berlangsung hingga detik ini. Sudahkah kita mempersiapkan atau sudah melakukan beberapa rencana sebelumnya?

Warta dan wacana sering menyeberangi kanal media sosial. Informasi terkini zahir terkait pembangunan dan kemajuan lini nasional hingga daerah, walaupun sampai luput histori dan kabur akan keberadaan sesama. Yang pasti, kesiapan sudah sampai pada titik tengah keberhasilan, ya semoga saja sesuai harapan warga negara. Namun, muncul pertanyaan nakal; apa hanya pembangunan saja indikator keberhasilannya? Mengapa tidak komplit dari dasar hingga permukaan atau sisi terdalam didahulukan?

Menukil beberapa obrolan terkait strategi ketahanan nasional, ada tiga elemen yang dapat dimaksimalkan sebelum 100 tahun Indonesia, yaitu air, tanah dan manusia. Kenapa manusia diletakkan di akhir? Kenapa justru unsur hidup mendahulukan manusia?

Teka-Teki Indonesia Emas dari Sudut Air

Faktanya, air menjadi sumber peradaban dan menyimpan histori panjang di Indonesia. Ruang pustaka yang abadi, tempat segala penghidupan bagi makhluk hidup, hingga sumber pelajaran kontinyu yang dapat menggugah semangat belajar.

Air disini dapat menjadi simbol esensi dari manusia. Manusia sebagai cawan kosong yang membutuhkan isi, sehingga dari sini kita dapat mereka-reka kalau airnya dijaga kemurnian dan kesuciannya, maka akan menghasilkan manusia sejati yang mengenal dari mana asal.mula dan siapa dirinya.

Wacana simbolik ini belum ramai diperbincangkan, yangmasih terdengar justru kemanfaatan air harusnya sesiapa dengan undang-undang tentang sumber daya alam, bahwa air dan hasil alam lainnya diperuntukkan untuk rakyat untuk kesejahteraan rakyat. Tetapi, realisasi konkritnya seperti apa?

Kemudian, aliran air yang melewati banyak daerah sampai menjadi sumber kekayaan melimpah di dalamnya, siapa yang turut merasakan keberkahan dan manfaatnya perlu ditinjau ulang, agar nantinya kita tahu posisi kita dengan air berperan sebagai apa. Nah, itu yang nanti menunjukkan emas yang masih kita gali.

Air juga simbol dari diri kita sendiri, bahwa darah kita juga air, tubuh butuh air dan mengeluarkan air. Artinya, eksistensi air ini menjadi penting bagi manusia yang sedang mengupayakan Indonesia Emas. Sudahkah kita?

Wacana Tanah Menuju Indonesia Emas Berada Dimana?

Kalau tanah bagaimana? Elemen ini dalam pikiran pribadi menjadi lahan atau tempat. Sama posisinya seperti manusia dalam epistemologi harfiah, yakni tempat kosong yang membutuhkan isi dan pengurus. Jika isinya adalah manusia dan air, maka pengurusnya ya manusia itu sendiri.

Tanah menjadi bagian penting menentukan keberhasilan Indonesia Emas 2045, ditinjau dari kesuburan, eksistensi dan kesejahteraan pengurusnya. Apakah hari ini kesuburan tanah telah tampil sebagai lahan hijau nan permai? Apakah eksistensi tanak hari ini ditempati untuk menggali sisi dalam manusia? Ataukah kesejahteraan manusia sudah diprioritaskan seperti rancangan bangunan sebagai indikator kemajuan?

Lihat saja apa yang terjadi di tahun sebelumnya, lebih banyak memakmurkan lahan atau menghancurkan lahan? Lebih banyak menata kehidupan untuk kebutuhan sesama atau kepentingan kolektif tertentu? Bisa kita lihat dengan mata hati dan pikiran kita jika meninjau keberhasilan mengurus tanah untuk kebutuhan Indonesia Emas.

Toh, dari dulu, 'tanah air' menjadi diksi yang disepakati sampai tersaji di beberapa lirik patriotisme dan nasionalisme. Artinya, dua elemen tersebut tidak bisa dilupakan bersama bahkan diganti dengan elemen lain. Masa iya nanti lagu kebangsaan Indonesia, bagian 'tanah air'-nya diganti? Agak kurang ajar nantinya. Heuheuheu.

Pembangunan Nasional Mulai dari Manusianya

Setelah semuanya dipahami terkait air dan tanah hingga kesadaran akan tanah air, maka sisi manusia sebagai pemegang peranan, pengayom dua elemen, dan wakil mengurus kehidupan perlu kecekapan khusus dan terlatih dengan serius. Susah memang jadi manusia, makanya dikasih akal dan nurani.

Tugas manusia dalam hidup ini 'kan nggak hanya mengurus eksistensi dirinya sendiri, melainkan sudah dapat mandat dari Tuhan untuk mengurus elemen yang lain. Nah, ini jadi indikator dan semoga bisa dipahami bersama terkait obrolan Indonesia Emas 2045. Sehingga, kalau ketiganya sudah lulus dan diyakini bersama, maka nantinya terlaksana otomatis untuk lahirkan ketersalingan dan kebersamaan.

Dari sini kita mulai dengan kesadaran belajar, kesadaran menggali ilmu dan aktualisasi pengetahuan. Ada elaborasi sedikit bersama pakar bahasa, bahwa manusia yang dilengkapi dengan ilmu tidak hanya bertugas menjadi manusia pintar, tetapi cakap memproses pengetahuan, cakap menata diri dan membangunkan refleksi ilmu untuk banyak orang yang membutuhkan.

Dengan ilmu dan pengetahuan, manusia terus melaksanakan kebaikan dan menemukan emas-nya. Emas-nya nanti dapat dikumpulkan menjadi satu kekuatan sebagai jatidiri bangsa Indonesia, hingga siapapun yang mengenal Indonesia tidak berfokus pada bagian luarnya saja, tetapi punya kebutuhan untuk belajar menjadi manusia Indonesia.

Makanya ada nukilan Prof. Bagus Muljadi, "kita butuh narasi kebangsaan untuk menunjukkan Indonesia yang penuh kekayaan welas asih, nilai dan kekhasan cara pandang terhadap dunia." Menyepakati hal ini, pribadi pun ingin menambah sedikit, kalau narasi ke-Indonesia-an terjaga bahkan selalu berkembang, maka kemungkinan besar negeri ini menjadi bangsa pustaka, bangsa keilmuan dan pusat pengetahuan dunia seperti dulu kala.

Simpul dan Penggalian Simbol

Menarik simpul "emas" dalam frasa Indonesia memang menjadi urutan ke-6, bisa saja setelah Pancasila selesai dikaji dan diinternalisasi, sikap emaslah yang menjadi jatidiri bangsa Indonesia. Kontinuitas menggali dan elaborasi bisa saja menemukan mutiara di puluhan juta emas, yang nantinya dapat menjadi pancer atau titik tumpu manusia emas di Indonesia.

Jadi, pada penarikan simpulan hari ini bahwa tenggara waktu 20 tahun masih bisa untuk menggali, memoles dan menyisipkan nilai dari emas dalam diri manusia. Tidak berhenti pada proses kreatif dan penjabaran pengetahuan jatidiri, tetapi nantinya dapat menjadi upaya berbagi dan saling mengisi satu sama lain. Salam Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun