Tanah menjadi bagian penting menentukan keberhasilan Indonesia Emas 2045, ditinjau dari kesuburan, eksistensi dan kesejahteraan pengurusnya. Apakah hari ini kesuburan tanah telah tampil sebagai lahan hijau nan permai? Apakah eksistensi tanak hari ini ditempati untuk menggali sisi dalam manusia? Ataukah kesejahteraan manusia sudah diprioritaskan seperti rancangan bangunan sebagai indikator kemajuan?
Lihat saja apa yang terjadi di tahun sebelumnya, lebih banyak memakmurkan lahan atau menghancurkan lahan? Lebih banyak menata kehidupan untuk kebutuhan sesama atau kepentingan kolektif tertentu? Bisa kita lihat dengan mata hati dan pikiran kita jika meninjau keberhasilan mengurus tanah untuk kebutuhan Indonesia Emas.
Toh, dari dulu, 'tanah air' menjadi diksi yang disepakati sampai tersaji di beberapa lirik patriotisme dan nasionalisme. Artinya, dua elemen tersebut tidak bisa dilupakan bersama bahkan diganti dengan elemen lain. Masa iya nanti lagu kebangsaan Indonesia, bagian 'tanah air'-nya diganti? Agak kurang ajar nantinya. Heuheuheu.
Pembangunan Nasional Mulai dari Manusianya
Setelah semuanya dipahami terkait air dan tanah hingga kesadaran akan tanah air, maka sisi manusia sebagai pemegang peranan, pengayom dua elemen, dan wakil mengurus kehidupan perlu kecekapan khusus dan terlatih dengan serius. Susah memang jadi manusia, makanya dikasih akal dan nurani.
Tugas manusia dalam hidup ini 'kan nggak hanya mengurus eksistensi dirinya sendiri, melainkan sudah dapat mandat dari Tuhan untuk mengurus elemen yang lain. Nah, ini jadi indikator dan semoga bisa dipahami bersama terkait obrolan Indonesia Emas 2045. Sehingga, kalau ketiganya sudah lulus dan diyakini bersama, maka nantinya terlaksana otomatis untuk lahirkan ketersalingan dan kebersamaan.
Dari sini kita mulai dengan kesadaran belajar, kesadaran menggali ilmu dan aktualisasi pengetahuan. Ada elaborasi sedikit bersama pakar bahasa, bahwa manusia yang dilengkapi dengan ilmu tidak hanya bertugas menjadi manusia pintar, tetapi cakap memproses pengetahuan, cakap menata diri dan membangunkan refleksi ilmu untuk banyak orang yang membutuhkan.
Dengan ilmu dan pengetahuan, manusia terus melaksanakan kebaikan dan menemukan emas-nya. Emas-nya nanti dapat dikumpulkan menjadi satu kekuatan sebagai jatidiri bangsa Indonesia, hingga siapapun yang mengenal Indonesia tidak berfokus pada bagian luarnya saja, tetapi punya kebutuhan untuk belajar menjadi manusia Indonesia.
Makanya ada nukilan Prof. Bagus Muljadi, "kita butuh narasi kebangsaan untuk menunjukkan Indonesia yang penuh kekayaan welas asih, nilai dan kekhasan cara pandang terhadap dunia." Menyepakati hal ini, pribadi pun ingin menambah sedikit, kalau narasi ke-Indonesia-an terjaga bahkan selalu berkembang, maka kemungkinan besar negeri ini menjadi bangsa pustaka, bangsa keilmuan dan pusat pengetahuan dunia seperti dulu kala.
Simpul dan Penggalian Simbol
Menarik simpul "emas" dalam frasa Indonesia memang menjadi urutan ke-6, bisa saja setelah Pancasila selesai dikaji dan diinternalisasi, sikap emaslah yang menjadi jatidiri bangsa Indonesia. Kontinuitas menggali dan elaborasi bisa saja menemukan mutiara di puluhan juta emas, yang nantinya dapat menjadi pancer atau titik tumpu manusia emas di Indonesia.
Jadi, pada penarikan simpulan hari ini bahwa tenggara waktu 20 tahun masih bisa untuk menggali, memoles dan menyisipkan nilai dari emas dalam diri manusia. Tidak berhenti pada proses kreatif dan penjabaran pengetahuan jatidiri, tetapi nantinya dapat menjadi upaya berbagi dan saling mengisi satu sama lain. Salam Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H