Sehingga asumsiku berkata kalau sejarah merawat konsepnya hingga sekarang, dimana akhirnya banyak penyangkalan dan penolakan sebab dua orientasi yang ditanamkan sejak dalam rumah.
Pertama, orientasinya mayoritas kepada profesi, pekerjaan, bisnis dan usaha. Maka, dengan pendidikan harapannya diterima dengan mudah di perusahaan yang dituju. But actually not easier than three decades ago.
Kedua, progres multidisipliner ilmu masih dianggap mengejar peningkatan akademik, bukan kesadaran bahwa pengembangan ilmu dibutuhkan terus-menerus seiring berkembangnya zaman. But, tabu ketika pembicaraan ilmu di Indonesia sebab sering ditabrakkan dengan relasi agama mutlak. Padahal, berpikir (memiliki banyak fase utk melahirkan manfaat) dianjurkan di berbagai agama supaya menghubungkan antara Wahyu Tuhan dengan kekuatan yang dititipkan-Nya kepada manusia sebagai oleh-oleh atau pertanggungjawaban saat pertemuan akbar.
Kebutuhan dasar akan terpenuhi jika memiliki kesadaran dan kecakapan untuk memenuhinya dengan langkah bijak. -- Mas Jati, pegiat pendidikan dasar dan sahabat Mari-Maca.
Mungkin kalimat itu dianggap ambigu, tetapi begitulah yang ada dalam pikiran saya. Seringkali mengalami buntu pikir atau asal asumsi ketika saya menggali penasaran. Perasaan sok tahu atau kesombongan kecil bisa mengganggu jalan pikiran hingga kehilangan fokus. Padahal, bukan merasa tahu ataupun ambisius terhadap rasa penasaran, itu alamiah manusia karena excited dengan hal-hal yang menurutnya bisa mengubah diri, menambah value, menguatkan daya pikir atau hal positif lainnya untuk pengembangan diri.
Nah, kalo itu di-cut dan diberangus dengan satu kata yang tadi, buat apa rasa penasaran ada? Buat apa pengetahuan ada? Buat apa perasaan dan pikiran diciptakan?
And the best part of this opinion, kadang-kadang kita menemukan sesuatu yang janggal tetapi kita bisa untuk handle hal-hal itu. Misalnya negative things or words suka seliweran, bahkan vibes-nya, tapi secara otomatis dari pembiasaan yang kebangun kesadarannya, itu gampang banget buat dileburin bahkan nggak bisa berpengaruh ke kita.
Mungkin ada baiknya untuk kelola diri ketika mendapat hawa atau semangat belajar ke dalam. Mungkin juga perlu arahan dan bimbingan pada orang dan lingkungan yang tepat. Atau jangan-jangan, semangat tadi justru memantik api-api kecil yang mencari bahan bakar kolektif. Heuheuheu, bisa jadi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI