Mohon tunggu...
Arief Santoso
Arief Santoso Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pekerja Lepas

Peserta BPJS tanpa Ketenagakerjaan, sebab semu dengan status pekerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

(Lagi-lagi) Persepsi Literasi Belum Well-literated

4 Agustus 2024   21:20 Diperbarui: 4 Agustus 2024   21:29 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Literasi yang kita anggap sebagai jalan untuk hidup tidak sepenuhnya demikian, melainkan bagaimana kita cakap dan ramah pikir dalam menentukan apa yang akan kita jalani." -- Faisal Rahman, sobat penggagas Mari-Maca

Ungkapan di atas menyajikan betapa kurangnya informasi terkait literasi, meskipun gerakannya sudah terus menjalar, namun banyak orang belum memahami apa dan kenapa harus memahami 'literasi.'

Awal bahasan mengapa literasi perlu dipahami adalah pengalaman masyarakat terkait pentingnya mencatat dan membagikan gagasan, dimana sayangnya di dunia akademik masih belum komplit bahkan jarang sekali.

Hal ini akhirnya berdampak pada minat riset, minat menggali, minat eksplorasi dan eksperimen antar bidang ilmu dan lahirnya keangkuhan antar program studi dan fakultas berselimut kompetisi akreditasi.

Masyarakat awam yang mengetahui dunia pendidikan adalah kolektif membangun paradigma baru yang simpel dan mudah dipahami, justru berbalik dengan berbagai konsep yang agak rumit. Mengapa demikian? Apakah kurang asupan bahasa? Atau kurangnya pasokan buku-buku di perpustakaan? Atau memang sudah kadung kalah dengan media teknologi?

Kenapa Getol Bicara Literasi?

Seringkali notifikasi ponsel menyajikan demikian, dan jawabannya karena kecakapan dasar memang harus dimiliki semua orang, dan berhak mendapatkan ruang eksplorasi untuk berkembang.

Kalau hal ini dipadamkan, dan kemudian muncul warta riset palsu, abal-abal, atau menggunakan berbagai cara cepat untuk mengelabui banyak orang, maka untuk apa kehadiran akal, jiwa dan nurani?

Kalau akses dan ruangnya tidak berdampak atau bahkan sepi peminat, bagaimana fase selanjutnya yang memiliki visi kemajuan dan kesehatan pendidikan? Dua tanya saja cukup menjadi trigger untuk menentukan mau kemana arah didikan dan misi perwujudannya.

Memantik budaya riset berarti membangun paradigma baru dalam memahami curiosity seseorang akan sesuatu yang dipahami, dipikirkan, atau dirasakan.

Riset sendiri bergerak dan membangun, bersifat ada tujuannya, ada manfaatnya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menjadi keresahan masyarakat banyak. Itu yang masih miss di beberapa Perti dan sekolah yang mengadakan pengabdian masyarakat atau kuliah lapangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun