Mohon tunggu...
Arif Sadewa
Arif Sadewa Mohon Tunggu... profesional -

Love, Peace and Harmony

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gerhana Paling Menyeramkan

12 Maret 2016   06:20 Diperbarui: 12 Maret 2016   06:24 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Gerhana matahari yang terjadi pada tanggal 9 Maret lalu menjadi tontonan jutaan orang.  Ribuan turis juga ikut berbondong-bondong menyaksikan fenomena langka tersebut.  Yang tinggal di wilayah lintasan gerhana bisa menyaksikan secara langsung, sedang yang tidak dilintasi bisa memantau langsung dari siaran televisi.

Saya termasuk orang yang beruntung karena saya selalu berada dalam posisi yang tepat ketika gerhana terjadi.  Gerhana matahari tahun 1983 posisi saya di Semarang kota kelahiran saya yang kala itu menjadi salah satu tempat gerhana matahari total bisa terlihat dengan jelas.  Saat itu saya masih sangat kecil, barangkali baru berusia 5 tahun.  Meski begitu peristiwa itu masih saya ingat dengan baik.  Saya menyaksikan pemandangan gerhana matahari total di sebuah drum penampungan air hujan di muka rumah, melihat refleksinya di atas air tenang.  Hanya cara itu yang saya mengerti waktu itu.  Gerhana matahari tahun ini posisi saya tepat di kota Palu salah satu daerah yang sangat tepat untuk menyaksikan fenomena dengan daya tarik luar biasa ini.  Saya menyaksikan dengan menggunakan dua media yaitu kacamata khusus dan dua lembar kertas HVS yang salah satunya dilubangi dan lainnya sebagai reflektor.

Berbagai acara digelar di berbagai daerah untuk menyambut gerhana tahun ini.  Sekelompok turis manca negara bahkan ada yang membuat semacam perkampungan sementara di sudut kota Palu demi memantau terjadinya gerhana.  Mereka mendirikan tenda-tenda dan tinggal di sana selama beberapa hari.  Wakil presiden Jusuf Kala pun jauh-jauh terbang dari Jakarta ke kota kelor bergabung dengan masyarakat Palu melihat secara langsung hilangnya cahaya matahari yang tertutup bulan secara perlahan.

Gerhana tahun 2016 menjadi sebuah ajang tontonan dan hiburan saja.  Sebagian besar masyarakat berkumpul hanya untuk menghibur diri dan mata mereka seperti layaknya melihat tontonan umumnya.  Sebagian kecilnya menyambutnya dengan cara beribadah melakasanakan sholat kusuf bersama-sama.

Dari sekian fenomena gerhana rupanya ada fenomena gerhana di masa lalu yang membuat gaduh penduduk bumi terutama kaum muslimin kala itu.  Karena gerhana matahari itu terjadi bertepatan dengan bulan ramadhan.  Bahkan bukan hanya bertepatan dengan bulan ramadhan saja karena di bulan yang sama terjadi fenomena gerhana bulan sebelum terjadinya gerhana matahari. Ya terjadi gerhana bulan dan gerhana matahari dalam satu bulan ramadhan.

Fenomena tersebut tepat terjadi pada bulan Maret/April tahun 1894 penanggalan matahari atau bertepatan dengan bulan Ramadhan 1311 Hijriah penanggalan bulan.  Dua kejadian itu terjadi beriringan yaitu gerhana bulan pada tanggal 13 Ramadhan 1311 dan gerhana matahari pada tanggal 28 Ramadhan 1311.  

Peristiwa yang membuat gempar dan menghebohkan.  Kegemparan dan kehebohan terjadi karena fenomena itu pernah disingung oleh Nabi Muhammad s.a.w. dalam sebuah pesannya.  Imam Daru Quthni meriwayatkan dalam haditsnya bahwa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:

 “Sesungguhnya Mahdi kita mempunyai dua tanda yang belum pernah terjadi semenjak diciptakan Allah langit dan bumi, yaitu terjadinya gerhana bulan pada malam permulaan bulan Ramadhan dan gerhana matahari pada pertengahan bulan itu” (Daru Quthni. hlm. 188)

Zaman Imam Mahdi telah datang dan dunia telah mendekati kiamat.  Begitu kira-kira yang menyelimuti fikiran kaum muslimin kala itu.  Siapa yang tidak gemetar jika mendengar kata kiamat. 

Terlebih mereka yang daerahnya dilintasi dua fenomena alam luar biasa itu dan menyaksikan sendiri dengan mata kepala mereka.  Salah satu negara di mana fenomena kala itu terjadi ialah India.  Di tanah Hindu atau Hindustan terjadi kehebohan di kalangan muslim.  

Hafiz Hayat Muhammad menulis dalam bukunya: "Pengaruh terjadinya gerhana bulan dan matahari pada tahun 1894 sangat mendalam di hati orang-orang sehingga tumbuh keinginan besar pada diri mereka untuk mulai memeriksa dengat cermat apakah Imam Mahdi sudah datang dan hari kiamat sudah dekat.  Diketahui dari riwayat-riwayat bahwa keadaan manusia pada waktu itu menjadi gelisah dan cemas sambil merenung apa yang akan terjadi. Mereka banyak membicarakan tanda ini."

Qazi Maula Baksh seorang penceramah ulung dan seorang pengikut golongan ahli hadits (wahabi) dari kota Nawansyehr setelah melihat dua kejadian itu menjelaskan panjang lebar dalam khutbah jum'atnya.  Yang intinya bahwa dua gerhana itu adalah tanda bagi kebangkitan Imam Mahdi.   Ia menegaskan agar orang-orang menunggu dan mencari tahu kapan dan di mana Imam Mahdi akan muncul.

Maulwi Ghulam Rasul menulis: "Pada tahun 1894 ketika terjadi gerhana matahari dan bulan saya sedang berada di kota Lahore belajar kitab hadits At Tarmidzi dari Maulwi hafiz Abdul Manan.  Para ulama sangat gelisah dan ketakutan yang memberi kesan pada mereka."

Bhai Abdul Rahman menulis: "Pada tahun 1894 saya belajar di kelas 8, ketika terjadi gerhana matahari dalam bulan ramadhan. Pemandangan itu sampai sekarang masih terbayang  di hadapan mata saya dan sampai sekarang perkataan kepala sekolah Maulwi Jamaluddin masih mendengung dalam telinga saya saat ia berkata di hadapan kelas bahwa Imam Mahdi harus dicari sebab tanda-tandanya sudah sempurna"

Kejadian yang telah lewat dari seabad itu mungkin sudah dilupakan oleh orang banyak.  Apalagi generasi kita yang terpaut jauh dari peristiwa tersebut.  Barangkali sebagian besar generasi kini justru tidak pernah tahu bahwa peristiwa besar dan menghebohkan itu pernah terjadi.  

Benarkah Imam Mahdi dan kiamat sudah menjelang?  Wallahu a'lam.  Pengamatan penulis seabad ke belakangng ini memang dunia menyajikan dan mengalami pemandangan kiamat secara beruntun.  Jutaan nyawa terenggut karena musibah-musibah besar.  Perang yang menewaskan jutaan orang dan mengalirkan darah layaknya sungai.  Gempa bumi yang menghancurkan kota-kota besar dan memisahkan banyak keluarga dari orang-orang tercintanya.  Banjir yang menenggelamkan ribuan hektar wilayah luas.  Angin topan, badai, petir.  Air bah tsunami yang menggulung ribuan bangunan dan nyawa.  Rentetan peristiwa yang membuat nyali hilang dan diri serasa kecil dan tak berarti.

Para pendakwa yang mengaku berasal dari Tuhan juga banyak yang muncul.  Dan yang paling menjadi sorotan dunia adalah pendakwaan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian, India tahun 1889 yang mendirikan Jamaah Muslim Ahmadiyah. 5 tahun sebelum dua peristiwa besar gerhana bulan dan gerhana matahari.  Bahkan ia menklaim bahwa dua gerhana tersebut merupakan tanda langit dan bumi yang mendukung kebenaran dakwanya.  Setelah pendakwaan memang ulama muslim kala itu menuntut dua tanda itu kepada Mirza Sahib.  Ia berdoa kepada Tuhan agar tanda itu terjadi.  Dan terjadilah tanda itu, meskipun berikutnya para ulama berkeberatan dengan mengemukakan bahwa hadits tantang gerhana tersebut lemah.

 

Assalamu ala manittaba alhuda 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun