Seseorang agar dapat hidup dengan nyaman, semua kebutuhan primernya wajib terpenuhi. Kebutuhan tersebut meliputi sandang, pangan, dan papan. Dengan mempertimbangkan kondisi Indonesia sekarang, mayoritas masyarakat boleh jadi setuju bahwa memenuhi kebutuhan papan atau tempat tinggal menjadi yang paling sulit.
Terdapat puluhan juta keluarga di Indonesia yang kesulitan memenuhi kebutuhan papannya. Dilansir dari CNBC Indonesia, Direktur Utama Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. atau BTN, Nixon LP Napitupulu, mengungkapkan bahwa pada tahun 2024 terdapat 10 juta keluarga yang tidak memiliki rumah. Ditambah lagi bagi yang sudah memiliki rumah, ternyata tidak semuanya tergolong layak huni.
Fakta tersebut terdapat pada laporan Badan Pusat Statistik (BPS) berjudul Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2023. Pada tahun 2023, persentase rumah tangga yang menempati rumah tidak layak huni berada di angka 7,94 persen. Dengan kata lain, 8 dari 100 keluarga di Indonesia menempati rumah tidak layak huni.
Dampak Psikologisnya bagi Keluarga
Menempati rumah tidak layak huni mampu memberikan dampak negatif pada kualitas hidup keluarga. Kesehatan secara umum akan menurun apabila layanan kebutuhan dasar seperti sumber air sulit diakses. Kondisi kesehatan akan semakin rentan terganggu apabila rumah tidak memiliki sanitasi yang baik.
Kondisi mental juga akan terganggu ketika rumah tidak cukup luas untuk digunakan beraktivitas sehari-hari. Dampaknya bagi seluruh anggota keluarga, kebutuhan akan privasi tidak dapat terpenuhi.Â
Khusus bagi anak-anak, dimana lingkungan berperan besar dalam proses tumbuh kembang, pengaruhnya sangat terasa pada perkembangan pendidikannya. Kondisi rumah tidak memberikan rasa nyaman saat anak belajar mandiri. Membuat hasil belajarnya tidak maksimal.
Disamping itu, keluarga yang tidak memiliki rumah dan terpaksa menyewa juga merasakan dampak serupa. Sebagian besar penghasilan mereka habis untuk biaya sewa.Â
Sehingga kualitas dan jumlah pemenuhan kebutuhan lain harus dikorbankan. Seperti mengorbankan kebutuhan sandang dan pangan. Kebutuhan primer yang seharusnya wajib dipenuhi tanpa ada kompromi sedikitpun.
Pengorbanan ini berdampak ke beberapa aspek seperti: makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi gizi harian, menekan biaya yang dapat dikeluarkan untuk mengakses layanan kesehatan, dan minimnya biaya pendidikan untuk anak.Â
Secara keseluruhan, semua hal tersebut mengganggu kesejahteraan mental keluarga karena menurunkan tingkat kepuasan hidup serta menghadirkan emosi negatif yang berkelanjutan.
Tidak Ada Solusi Lain selain Wajib Memiliki Rumah Layak Huni
Oleh karena itu, cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kesejahteraan mental keluarga adalah dengan memenuhi kebutuhan mereka atas tempat tinggal. Sayangnya, biaya yang harus dikeluarkan untuk memiliki hunian yang layak sangatlah mahal.Â
Salah satu penyebabnya adalah tingginya harga tanah. Tanah yang tersedia tidak mampu memenuhi tingginya permintaan yang ada. Apabila permintaan tanah yang tinggi dapat dipenuhi, maka hal ini dapat membantu menekan biaya pengadaan tempat tinggal.Â
Disinilah Badan Bank Tanah sebagai land manager di Indonesia masuk dan memainkan peranan penting.
Peran Penting yang Dapat Diambil Badan Bank Tanah
Badan Bank Tanah, sebagaimana telah diatur pada Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah ("PP 64/2021"), mempunyai fungsi antara lain: perencanaan, perolehan tanah, pengadaan tanah, pengelolaan tanah, Â pemanfaatan tanah, dan pendistribusian tanah.Â
Melalui fungsi pendistribusian tanah, Badan Bank Tanah mampu membantu menekan harga kepemilikan tempat tinggal dengan dua cara, yaitu memberikan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) atau menjual kepemilikan tanah dengan harga murah kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.Â
Selain itu melalui fungsi pengelolaan dan pemanfaatan tanah, Badan Bank Tanah dapat bekerja sama dengan Kementerian PUPR dan stakeholder lainnya untuk mewujudkan Program Satu Juta Rumah.Â
Implementasi yang Berhasil Dilakukan Badan Bank Tanah
Khusus yang terakhir, baru-baru ini implementasi programnya telah berhasil dilaksanakan di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah berupa perumahan bernama Bumi Svarga Asri. Dilansir dari detikcom, Bumi Svarga Asri (BSA) merupakan perumahan khusus masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).Â
Pilot project perumahan subsidi green building. Perumahan ini dibangun atas kolaborasi dari PT Asatu Realty Asri sebagai pengembang dan enam badan lain yaitu Dirjen PUPR periode 2019-2024, BP Tapera, Pemerintah Kabupaten Kendal, Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Badan Bank Tanah, dan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero). Sejauh ini terdapat 20 unit rumah yang telah berhasil diakadkan.Â
Apabila Badan Bank Tanah mampu mereplikasi program serupa dengan tujuan mempermudah kepemilikan tempat tinggal bagi masyarakat yang membutuhkan, maka semakin banyak keluarga yang merasakan manfaatnya.
Jumlah keluarga yang memiliki hunian layak dan terjangkau akan semakin banyak. Selain itu, dampak-dampak negatif yang banyak dialami saat ini dapat diminimalisir sekaligus meningkatkan tingkat kepuasan hidup.Â
Kesimpulannya, Badan Bank Tanah sebagai badan negara tidak hanya berperan membantu menyelesaikan masalah pertanahan di Indonesia. Melainkan juga mampu berkontribusi mewujudkan program satu juta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dimana dalam prosesnya, turut serta meningkatkan kesejahteraan mental masyarakat Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI