Maret tahun ini tepat setahun berdirinya Komunitas Guru Digital Millenial. Komunitas Guru Digital ini diberi nama Millenial agar dapat mengikuti perkembangan dunia digital di era millenial. Apalagi guru-guru dalam mendidik, mengajar dan membina sangat dekat dan berbaur dengan kaum millenial yaitu murid atau peserta didik.
Berawal dari kegiatan berkumpul beberapa guru untuk saling berbagi metode pembelajaran di kelas. Saya selaku pencetus kegiatan selanjutnya menyebut sebagai workshop guru digital. Dimana saya mencoba berbagi ilmu dibidang digitalisasi pembelajaran baik di kelas maupun jarak jauh atau biasa disebut daring atau online.
Dulu kebanyakan guru termasuk saya, dalam proses kegiatan belajar mengajar masih terbilang konvensional. Menyampaikan pelajaran masih menggunakan spidol untuk menulis di papan tulis. Bahkan sebelumnya masih menggunakan kapur.
Dengan spidol atau kapur di tangan kanan, buku materi di tangan kiri saya terlihat sangat sibuk sekali. Alhasil saya sering mengabaikan siswa-siswi yang tidak memperhatikan pelajaran. Bahkan ada siswa-siswi dibaris belakang bercanda dan berisik, saya melalaikannya karena sibuk sendiri di depan kelas.
Kini tidak lagi, materi pelajaran kami sampaikan secara digital. Materi pelajaran kami kemas secara apik dan sistematik dalam bentuk digital. Materi yang kami buat antara lain slide, video, blog, web dan berbagai macam aplikasi serta lain sebagainya.
Jika di ruang kelas, materi kami sampaikan menggunakan projektor. Namun untuk pembelajaran jarak jauh kami menggunakan link. Link kami kirimkan kepada siswa-siswi secara online maupun e-learning. Semua materi tentu berdasarkan kurikulum 13. Metode saintifik dan tujuan pembelajaran tertuang pada rencana pelaksanaan pembelajaran atau biasa disebut RPP.
Mengenang setahun yang lalu awal-awal kami meyelenggarakan workshop guru digital, bisa dibilang mengharukan. Kami meminta izin pada pimpinan untuk menggunakan salah satu ruang kelas, alhamdulillah diizinkan.
Ternyata tidak semua teman mendukung. Ada beberapa teman yang kurang mendukung bahkan ada yang mencoba untuk workshop tidak terlaksana. Namun itu semua justru menjadi penguat bagi saya dan teman-teman untuk terus berniat baik berbagi ilmu digital dalam pembelajaran.
Kami berfikir untuk mencari tempat yang lebih memadai dan strategis. Tidak membutuhkan waktu lama kami mendapatkannya. Alhamdulillah ada seorang sahabat baik yang menawarkan tempatnya untuk dipakai sebagai tempat kegiatan workshop. Memang kapasitas ruang hanya bisa menampung maksimum 48 orang peserta.
Tempatnya sangat strategis di pusat kota, bahkan di dalam pusat perbelanjaan terkenal di kota Bekasi. Selanjutnya kami menggunakan tempat itu sebagai tempat workshop dan kantor kami yang kemudian kami beri nama Komunitas Guru Digital Millenial.
Alhamdulillah ternyata peserta workshop sangat banyak. Berbeda dengan jumlah peserta saat kami menyelenggarakan di sekolah kami yang hanya beberapa orang saja. Mungkin inilah hikmah dibalik beberapa penolakan teman pada saat itu.
Hampir tiap minggu kami menyelenggarakan workhop. Alhamdulillah peserta begitu banyak. Bahkan dari satu tema saja kami bisa menyelenggarakan sampai 8 angkatan. Belum ditambah dengan workshop yang bersifat in house training.
Pada setiap workshop kami selalu mengangkat tema yang menjadi kebutuhan para guru dalam mempermudah penyampaian materi pelajaran. Alhasil workshop kami selalu banyak peminatnya.
Belum lagi karena kami menyisihkan dana hasil kegiatan workshop untuk disumbangsihkan bagi anak yatim duafa yang membutuhkan. Dan setiap workshop kami mengeluarkan sertifikat 32 jam pelajaran.
Seiring perjalanan Komunitas Guru Digital Millenial, tentu tidak semulus yang dibayangkan. Ada saja ujian dan cobaan. Terutama dari teman yang merasa sudah berada di zona nyaman dalam mengajar.
Bagi mereka mengajar itu cukup dengan spidol dan papan tulis saja. Yang penting materi pelajaran sudah tersampaikan sesuai dengan jadwal pencapaian kurikulum sekolah.
Mereka tidak segan-segan melontarkan pernyataan yang dapat melemahkan semangat kami. Namun kami tetap bersemangat. Kami mencoba menjelaskan bahwa kegiatan ini justru mempermudah kita dalam menyampaikan materi pelajaran.
Ketika menteri pendidikan berganti, dan digantikan oleh seseorang yang sangat dekat dengan dunia digital sekalipun, mereka masih tidak mau keluar dari zona nyamannya.
Namun apa yang terjadi. Februari 2020 dunia dilanda musibah besar yaitu wabah covid19. Virus yang berasal dari negeri China. Penularannya begitu sangat cepat. Termasuk di Indonesia orang yang terkonfirmasi terpapar virus ini cukup mengagetkan. Peningkatan jumlahnya cukup signifikan.
Untuk menghindari penularan virus ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk meliburkan siswa-siswi di seluruh Indonesia. Pembelajaran terpaksa dilakukan dengan moda daring atau jarak jauh secara online. Atau biasa dikenal dengan e-learning.
Kami di Komunitas Guru digital Millenial tentu tidak kaget lagi. Karena kami sudah terbiasa melakukan pembelajaran secara digital dan e-learning. Sementara mereka yang selama ini berada di zona nyaman merasa panik.
Buru-buru mereka belajar untuk menguasai moda pembelajaran jarak jauh. Tentunya hasilnya tidak maksimal, sekalipun bisa tentu kurang maksimal.
Apa yang kami lakukan satu tahun lalu merintis kegiatan pembelajaran digital kini berbuah hasil. Apa yang kami pelajari kini sangat bermanfaat bagi kondisi seperti sekarang.
Komunitas Guru Digital Millenial membawa misi meng-upgrade cara mengajar guru konvensional menjadi guru digital.
Oleh: Arief Purnama, S.Pd
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H