Mohon tunggu...
Arief Nur Muhammad
Arief Nur Muhammad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UPN Veteran Jawa Timur Jurusan Hubungan Internasional

Mahasiswa Hub Internasional

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dampak Kandungan Kimia Tabir Surya terhadap Pemutihan Terumbu Karang

5 Juni 2024   18:41 Diperbarui: 5 Juni 2024   18:44 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terumbu Karang merepresentasikan ekosistem laut dunia paling produktif. Karang terdiri dari banyak spesies karang yang menyatu atau biasa disebut sebagai polip, Terumbu merupakan sebuah lokasi dengan tingkat produktivitas primer yang tinggi dan mendukung berbagai biota laut. Saat ini, sekitar 60% dari terumbu karang sedang mengalami ancaman dari berbagai macam sumber, bahaya ini mencakup bahaya yang didapat dari alam dan bahaya antropogenik atau bahaya berdasarkan kelalaian manusia. Ancaman ini dapat muncul dan terjadi, berdasarkan kenaikan suhu laut selama bertahun-tahun dengan adanya anomali dari suhu positif air laut, kemudian kelebihan radiasi ultraviolet (UV) dengan perubahan radiasi ini fotosintesis yang dilakukan oleh terumbu karang terganggu (Danovaro, 2008). Akan tetapi, ancaman yang semakin mendapat perhatian adalah dampak negatif dari bahan kimia yang terdapat dalam produk tabir surya.

Saat ini, produksi dan konsumsi produk perawatan pribadi dan kosmetik matahari meningkat di seluruh dunia, mencapai tingkat yang tidak terduga, dengan konsekuensi yang berpotensi penting terhadap kontaminasi lingkungan. Tabir surya juga menjadi salah satu penggunaan kosmetik yang meningkat terutama dengan banyaknya komersialisasi produk ini, tabir surya secara luas digunakan untuk melindungi kulit manusia dari efek merusak sinar ultraviolet (UV). Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa beberapa bahan kimia yang umum ditemukan dalam tabir surya, seperti oxybenzone dan octinoxate, dapat berkontribusi pada pemutihan dan kematian terumbu karang. Pemutihan terumbu karang terjadi ketika karang mengalami stres dan mengeluarkan alga simbiotik yang memberikan warna dan nutrisi bagi mereka. Tanpa alga ini, karang menjadi putih dan lebih rentan terhadap kematian.

Masalah penggunaan tabir surya di pesisir dan pengaruhnya terhadap terumbu karang

Mengutip dari National Geographic, sebanyak 6.000 hingga 14.000 ton tabir surya meluncur dari manusia ke daerah perairan lepas. Beberapa studi lain bahkan menunjukkan bahwa daerah dangkal yang lebih populer di kalangan perenang menyimpan sejumlah besar tabir surya yang dapat terakumulasi dalam air.

Secara garis besar, karang mendapat makanan dengan dua cara yakni menggunakan tentakel dalam menangkap makanan dan melalui algae zooxanthellae yang hidup di jaringan karang. Umumnya zooxanthellae dapat ditemukan dalam jumlah besar di setiap polip karang dan hidup secara bersimbiosis. Zooxanthellae berfungsi memberikan warna pada polip, selain itu zooxanthellae juga menerima nutrisi-nutrisi penting dari karang dan memberikan sebanyak 95% dari hasil fotosintesis berupa energi dan nutrisi kepada karang. (Prasetia, 2003). 

Ketika karang terpapar zat kimia oxybenzone  dan octinoxate yang terkandung dalam tabir surya, zooxanthellae yang hidup di dalamnya mengalami gangguan proses fotosintesis. Hal tersebut mengakibatkan zooxanthellae tidak dapat menghasilkan nutrisi yang cukup untuk karang. Alga dalam karang yang tidak melakukan tugas sebagai semestinya, akan dianggap sebagai gangguan oleh individu karang itu sendiri. Hal ini hampir sama dengan respon stress manusia ketika terinfeksi virus, tubuh kita akan sakit seperti demam/ panas sebagai respon pertahanan terhadap infeksi virus tersebut. Karang yang mengalami stress akan kehilangan organisme zooxanthellae di dalamnya yang membuatnya kehilangan warna/ bleaching. Pemutihan ini juga menyebabkan karang menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan kematian karena kehilangan sumber utama nutrisinya. 

Pemutihan karang yang terjadi akibat simbion fotosintesis karang zooxanthellae rentan terhadap kerusakan cahaya dan faktor lainnya, hasil kerusakan menuju kepada pengusiran organisme penting ini (zooxanthellae) dari inang karang. Namun, Penelitian tentang bagaimana zat dalam tabir surya mengakibatkan pemutihan karang terus digalakkan. Sebuah studi pada tahun 2022 tentang anemon, kerabat dekat karang, menunjukkan sebuah titik terang. Ketika anemon bertemu oxybenzon di paparan sinar matahari, anemon berusaha melepaskan diri dari bahan kimia tersebut dengan sedikit mengubah susunan kimianya, namun dalam prosesnya, anemon akhirnya menghasilkan racun yang mematikan. Molekul racun tersebut terbentuk di jaringan anemon dan alga simbiosi anemon, hal tersebut mengacaukan sistem kehidupan pada anemon dan mengakibatkan anemon pada akhirnya memutih/ bleaching (Madhusoodanan, 2022). 

Kondisi pemutihan karang yang diakibatkan oleh pemanasan global, sampah lautan, maupun kandungan kimia tabir surya tidak bisa disepelekan lagi dan sudah semestinya menjadi fokus bersama. Pemutihan karang yang terjadi sangat merugikan karena terumbu karang memainkan peran penting dalam ekosistem laut, termasuk sebagai habitat bagi berbagai spesies laut, pelindung pantai dari abrasi, dan sumber pendapatan bagi komunitas lokal melalui pariwisata dan perikanan. 

Negara yang melakukan larangan terhadap penggunaan tabir surya

Dari problematika yang dipaparkan di atas, beberapa negara turut melakukan aksi banning terhadap pemakaian tabir surya yang tidak terbukti ramah terumbu karang (non-reef safe) dengan tujuan untuk mengurangi angka pemutihan terumbu karang dipelopori oleh keputusan Kepulauan Virgin di Amerika Serikat yang menandatangani pelarangan impor dan jual-beli tabir surya berbahan dasar oxybenzone dan octinoxate per Juli 2019, disusul oleh Kepulauan Hawaii, Thailand, Belanda, Republik Palau, Florida, hingga Meksiko (Chatzigianni, dkk., 2022). Keseluruhan negara tersebut sepakat terkait pelarangan pemakaian tabir surya berbahan dasar oxybenzone dan octinoxate yang diyakini berbahaya bagi perairan dan berdampak pada kelangsungan hidup terumbu karang meski dalam jumlah kecil. Bahkan pemerintah Thailand juga turut melarang pemakaian tabir surya berbahan butilparaben (4-methylbenzylidene camphor) di tahun 2021 dengan denda jika melanggar hingga 100.000 baht (Hutton, 2021). Butil paraben sendiri adalah bahan anti-mikroba yang digunakan untuk menambah masa pakai (kedaluwarsa) dari produk kosmetik, termasuk tabir surya, yang sayangnya juga mengganggu keberlangsungan hidup terumbu karang.

Hingga saat ini Indonesia masih belum memiliki peraturan tertentu yang melarang penggunaan tabir surya dengan kandungan bahan yang membahayakan keberlangsungan hidup terumbu karang. Sejauh ini hanya terdapat pedoman yang mengatur mengenai kandungan bahan kosmetik termasuk untuk tabir surya yang dimuat pada Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 23 Tahun 2019 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika. Pada lampiran keempat mengenai daftar bahan tabir surya yang diizinkan dalam kosmetika disebutkan bahwa kadar maksimum kadar maksimal octinoxate (ethylhexyl methoxycinnamate) sebesar 10%, serta oxybenzone ditetapkan sebesar 6% dan pada wadah tabir surya ditambahkan peringatan "Mengandung Oxybenzone" jika kadar pada produk lebih dari 0,5%. Pada peraturan tersebut juga secara lengkap berisi mengenai penggunaan bahan kimia yang dilarang maupun yang diperbolehkan untuk tabir surya diatur pada , termasuk mengatur 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun