Mohon tunggu...
Arief
Arief Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Pernah nulis dibeberapa media seperti SINDO, Jurnas, Surabaya Post, Suara Indonesia (dulu dimasa reformasi), Majalah Explo dll. ( @arief_nggih )

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tekor US$ 18,4 Miliar Pantesan Shell Gak Kuat Investasi di Indonesia

14 Agustus 2020   10:37 Diperbarui: 14 Agustus 2020   10:58 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wabah Covid-19 menghancurkan harga minyak dunia dan juga LNG, tapi kita tahu perlahan harga minyak mulai naik cukup signifikan yang sudah naik 100% dari posisi terendah di US$ 21 di sekitar April 2020. Harga saat ini sudah diatas US$ 42 perbarrel. Padahal dari berbagai lembaga pengamat energi dunia seperti Rystad dan lainnya memprediksi harga diatas US$ 40 akan dicapai antara triwulan 1 atau triwulan 2 tahun 2021. 

Bukankah dalam POD Blok Abadi Masela, EPC mulai tahun 2022/2023 dan tidak sekarang. Produksi Kilang Masela juga diprediksi pada semester pertama 2027. Berdasarkan konsensus pengamat energi ditahun 2027 harga minyak dunia sudah diatas US$ 60 bahkan lebih (atau sudah menyamai harga tahun 2019 atau lebih). Bukankah POD Blok Masela disusun ditahun 2019?.

Konon, kata pengamat dan praktisi industri hulu migas, investasi hulu migas itu paling tepat saat harga minyak dunia rendah. Karena ongkos barang dan jasa akan rendah.

Para vendor akan berlomba-lomba menawarkan harga yang rendah agar biaya konstruksi kilang minyak masuk secara hitungan keuangan sehingga pemilik ladang minyak akan bangun. Jika pemilik ladang minyak gak bangun kilang, maka vendor hulu migas akan nganggur. 

Mengapa Shell tidak melakukan investasi, bahkan Shell sedang gencar mengevaluasi rencana investasinya diberbagai dunia, termasuk Indonesia. Bahasa "komunikasi" yang Shell gunakan adalah "Blok Masela tidak mampu bersaing dengan proyek Shell di belahan dunia yang lain".

Kalo tidak mampu bersaing, mengapa Kantor Pusat Shell menyetujui proses-proses investasi di Indonesia termasuk membeli sebagian saham EMP di tahun 2010?. Artinya Shell awalnya yakin "duitnya cukup untuk investasi diberbagai belahan dunia, termasuk Indonesia".

Wabah Covid-19 dan harga minyak dunia yang rendah ternyata menjadi biang keladi menyebabkan Shell "gak punya duit". Mengutip data laporan triwulan 2 (Januari-Juni 2020), ternyata Shell Global lagi "tekor" US$ 18,4 miliar.

Nahh....kelihatan benang merahnya yaaa. Jika tekor berlanjut bisa saja di tahun 2020 kerugian Shell Global bisa tembusa di atas US$ 25 miliar (asumsi ada perbaikan harga dan efisiensi sehingga penambahan kerugian di semester 2 tidak linier).

Duit gede itu US$ 25 miliar karena lebih besar dibandingkan biaya investasi blok Masela sebesar US$ 19,8 miliar yang Shell punya saham 35% atau Shell menanggung sekitar US$ 7 miliar. 

Jadi kesimpulannya, Shell hengkang dari Blok Masela karena "kagak punya duit". Tidak hanya lagi "tongpes", tetapi lebih parah lagi "tongcor atau kantongnya bocor".

Jadi pilih mana, investasi US$ 7 miliar dengan hasil akan dipetik ditahun 2027 sampai 2055. Metiknya masih lama 7 tahun, keburu mati dach? Kagak berani puasa lama, padahal estimasi keuntungan di Masela itu "Segede Dinosaurus" tapi harus puasa dulu selama 7 tahun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun