Berbicara tentang lingkungan, maka masyarakat pada umumnya sudah menyakini bahwa industri pasti merusak lingkungan. Kondisi alam yang semakin memburuk, perubahan iklim yang menyebabkan sering munculnya bencana alam adalah hasil dari keserakahan manusia dalam mengeksploitasi alam untuk memenuhi keserakahan atas nama pembangunan ekonomi dan kesejahteraan.
Masyarakat beragama menyakini bahwa Tuhan Menciptakan Penyakit sekaligus memberikan obatnya. Tinggal bagaimana manusia berikhtiar menemukan obatnya, yang tentu saja harus melalui sebuah proses sebagai bentuk ujian. Bahkan penyakit Tuhan yang konon adalah kutukan yaitu penyakit kusta sudah ada obatnya. Penyakin HIV/AIDS sudah mulai ditemukan obatnya meskipun kearah industrialisasi masih butuh waktu.
Bahwa setiap teknologi yang dikembangkan manusia tentu saja memiliki sisi negatif dan sisi positif. Bahwa teknologi dapat merusak lingkungan, namun disisi lain teknologi dapat menyelamatkan lingkungan. Bencana industri paling dahsyat diabad 21 adalah ledakan pengeboran minyak di teluk Meksiko oleh raksasa migas dunia British Petroleum (BP), namun dengan teknologi pula tumbahan minyak yang terjadi dapat ditanggulangi.
Pertanian adalah kunci membangun perekonomian Indonesia
Tidak ada yang membantah jika pertanian adalah kunci membangun perekonomian Indonesia karena mayoritas mata pencaharian penduduk Indonesia adalah petani, serta saat ini 60% jumlah penduduk Indonesia berada di pedesaan. Pertanyaannya adalah mengapa sektor pertanian belum berkembang dan justru semakin ditinggalkan? Pemuda desa lebih memilih merantai ke kota menjadi buruh atau pekerjaan lain dibandingkan menjadi petani. Penelitian dari Prof. Bustanul Arifin (pakar pertanian dari IPB) menyebutkan bahwa usia rata-rata petani di Indonesia adalah 52 tahun, maka jika 20 tahun kedepan sudah tidak ada lagi pertanian mungkin dapat terjadi, apalagi diperkirakan di tahun 2040 komposisi penduduk perkotaan mencapai 70% dibandingkan penduduk pedesaan yang turun menjadi 30%.
Berbicara pertanian maka berbicara ketersediaan air. Program Pemerintah termasuk era Presiden Jokowi yang menaruh perhatian besar di pembangunan bendungan air, adalah hal yang baik. Namun terbatasnya sumber air melalui aliran sungai yang mencukupi maka lokasi bendungan air yang dibangun tentu saja berada di area Daerah Aliran Sungai. Aliran sungai kecil menjadi sumber pertanian, yang saat kemarau panjang akan mengering dan tidak mencukupi untuk mengairi pertanian sepanjang tahun.
Meskipun Indonesia adalah negara tropis yang memiliki ribuan sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil. Kenyataannya dari sekitar 10 juta hektar lahan basah yang merupakan lahan pertanian, seluas 2,02 juta he tau 24% dari total luas lahan basah adalah sawah tadah hujan yang tersebar di Jawa 777.029 ha, Sumatera 350.940 ha, Kalimantan 339.705 ha, Sulawesi 279.295 ha, Bali dan Nusa Tenggara 70.673 ha (sumber Litbang Kementerian Pertanian). Adapun luas lahan kering di Indonesia sangat besar yaitu 63,4 juta ha atau sekitar 33,7% dari luas Indonesia (sumber : Makalah Wahyunto dan Rizatus Shofiyah "Wilayah Potensi Lahan Kering Untuk Mendukung Pemenuhan Kebutuhan Pangan di Indonesia" Kementerian Pertanian).
Memperhatikan data diatas, tentu saja sebanyak 2,02 + 63,4 juta ha = 65,42 atau sekitar 35% wilayah Indonesia adalah berpotensi menjadi lahan pertanian yang produktif namun kondisinya adalah sawah tadah hujan dan lahan kering yang curah hujan maupun kemampuan tanah menyimpan air sangat kecil.
Membangun Industri berbasis SDA di Daerah Tandus
Industri saat ini sangat dimanjakan oleh Pemerintah dengan adanya kawasan industri yang sudah dilengkapi dengan berbagai infrastruktur seperti listrik, jalan bahkan pelabuhan. Tentu saja industri jenis ini bukanlah mengolah SDA secara langsung dan tidak merusak lingkungan dalam konteks bahan baku. Namun produk yang dihasilkan merusaka lingkungan seperti industri plastik dan lainnya tentu saja iya. Maka bicara industri mesti melihat dari 3 aspek sekaligus, yaitu : bahan baku, proses industri dan produk. Apakah bahan bakunya bersumber dari SDA, apakah proses industri yang dilakukan ramah lingkungan (produksi gas carbon (CO) berada dibawah ambang batas,dan lainnya), kemudian apakah produk yang dihasilkan ramah lingkungan dalam konteks saat digunakan maupun limbah dari produk tersebut.
Apakah ada industri yang membutuhkan lahan tandus, khususnya lahan tandus yang dipenuhi oleh batu kapur? Tentu saja ada yaitu industri semen yang 80% lebih bahan bakunya adalah batu kapur dan sisanya adalah tanah liat dan bahan baku substitusi lainnya seperti silika, pasir besi, gypsum dan lainnya. Sebagai daerah yang terbentuk dari pengangkatan dasar laut, maka Indonesia memiliki sumber kapur yang melimpah. Batu kapur atau limestone di Indonesia tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia (Shubri dan Armin, 2004).Â
Total cadangan batu kapur di Indonesia yang dapat dimanfaatkan adalah 28,678 miliar ton. Penggunaan batu kapur yang paling banyak adalah untuk industri semen, yang saat ini kapasitas terpasang industri semen di Indonesia sebesar 105 juta ton/tahun dengan konsumsi semen di tahun 2016 sebesar 70 juta ton dengan kata lain dari potensi 28,678 miliar ton dan penggunaan 100 juta ton per tahun, maka SDA batu kapur dapat dimanfaatkan sampai 286,7 tahun. Bandingkan dengan cadangan minyak yang hanya tinggal 10 tahun ataupun cadangan gas yang hanya 35 tahun, ataupun juga batubara yang tinggal 100 tahun.
Maka tidak berlebihan dikatakan jika salah satu indusri di Indonesia yang berpeluang untuk eksis/berkembang adalah industri semen. Maka di tahun 2013 belasan industri semen kelas dunia merangsek masuk ke Indonesia, baik menambah kapasitas maupun industri semen baru seperti Indocement (mayoritas saham Heidelberg Jerman) merek Semen Tiga Roda, Holcim (Swiss), Conch (China) merek CONCH, CNBM (China), Juisin (Taiwan) merek Semen Garuda, Ultratech (India), Siam Cement (Thailand) merek Semen Jawa, ataupun konglomerat Indonesia seperti Semen Merah Putih dan lainnya.
Pertanyaannya adalah apakah cara beroperasi pabrik semen di Indonesia akan sama dengan cara beroperasi Freeport, ataupun industri tambang batubara yang mayoritas meninggalkan kubangan besar yang "nyaris tanpa reklamasi" sehingga pasca beroperasinya perusahaah berbasis SDA tersebut justru meninggalkan kerusakan alam yang lebih parah.
Belajar pada Semen Gresik di Tuban
Berbicara industri semen di Indonesia, maka BUMN semen memiliki jejak sejarah yang panjang. Mulai PT Semen Padang yang merupakan industri semen pertama dibangun di Indonesia tahun 1910 oleh Belanda, sampai dengan industri semen yang dibangun pertama kali sejak Indonesia merdeka oleh Presiden Soekarno yaitu PT Semen Gresik di tahun 1957 ataupun industri semen di Indonesia Timur yang dibangun oleh Presiden Soekarno yaitu PT Semen Tonasa untuk menggenjot pembangunan disana termasuk pembangunan di Papua yang di tahun 1962 bergabung ke Indonesia.
Pabrik Semen Gresik di Tuban yang memiliki kapasitas produksi 14,5 juta ton/th merupakan bagian dari Semen Indonesia Group adalah salah satu industri yang menjadi referensi bagi industri semen di Indonesia dalam konteks industri ramah lingkungan yang telah menerapkan 3 (tiga) unsur sekaligus yaitu : menambang ramah lingkungan, proses produksi yang efisien dan menggunakan limbah sebagai substitusi bahan baku, serta produk hilir yang ramah lingkungan dengan penjelasan sebagai berikut :
A. Cara Menambang ramah lingkungan dan reklamasi tambang yang mampu meningkatkan kesuburan dan daya dukung pertanian :
   Penambangan diarea batu kapur
- PT Semen Gresik menerapkan metode tambang secara blok, sehingga dengan metode ini hanya diarea yang ditambang seluas 4-5 ha pertahun yang ditambang dan dari udara kelihatan warna putih yang menunjukkan sedang dilakukan pengambilan batu kapur sampai kedalaman tertentu. Untuk area penambangan seluas 500 ha, maka setiap tahunnya hanya 1% yang ditambang dan terlihat putih dari udara.
- Pada tahun berikutnya area yang sudah ditambang direklamasi dalam bentuk pengurukan tanah subur dengan ketebalan 60 cm sd 75 cm yang memungkinkan tanaman keras tumbuh diarea reklamasi yang mampu menahan air agar meresap ke dalam batuan kapur. Jika di usia 5 tahun tanaman keras sudah memiliki kerapatan tertentu, maka dengan metode ini maka dipastikan 95% lokas tambang akan senatiasa hijau setiap tahunnya sampai selesainya waktu penambangan. Maka isu penambangan merusak lingkungan ataupun Industri Semen merusak lingkungan menjadi terbantahkan.
- Cadangan air meningkat, karena kapur sebagai daerah yang tandus dengan ketebalan tanah antara 0 cm sd 25 cm tidak memungkin tumbuhnya tanaman keras yang merata, maka dengan sseluruh area tambang seluas 500 ha dengan ketebalan tanah reklamasi 60 cm sd 75 cm maka akan ada ribuan tanaman keras sebagai hutan yang mampu meningkatkan daya dukung lingkungan bekas tambang.
   Penambangan di area tanah liat
- Meskipun tanah liat adalah bahan baku semen yang jumlahnya sedikit, namun dengan kapasitas yang besar membutuhkan tanah liat dalam jumlah banyak. Area bekas penambangan tanah liat di pabrik Semen Gresik di Tuban seluas 12,7 ha diubah menjadi embung (tempat penyimpanan air) yang di tahun 2015 mampu menampung air sebanyak 4,7 juta m3 yang mampu mengairi 133,5 ha sawah sepanjang tahun dan merubah sawah tadah hujan disekitar pabrik Tuban menjadi sawah irigasi teknis sehingga mampu meningkatkan panen dari 1 kali setahun menjadi 3 kali setahun. Maka isu penambangan merusak lingkungan ataupun Industri Semen merusak lingkungan menjadi terbantahkan.
Di lahan pertanian dekat dengan pabrik Semen Gresik di Tuban jika pada tahun 1994 produktivitas tanaman padi hanya 5,4 ton/ha dan panen 1 kali, maka ditahun 2015 meningkat menjadi 6,9 ton/ha dan bisa panen 3 kali. Jagung produktivitas 2,6 ton/ha meningkat menjadi 6 ton/ha
B. Proses produksi yang ramah lingkungan
- Melihat industri ramah lingkungan dari aspek proses produksi adalah penggunaan bahan baku yang bukan berasal dari alam dan bagaimana konsumsi energi dapat ditekan seminimal mungkin serta limbah yang dihasilkan tidak merusak lingkungan. Dalam kontek tersebut, maka :
- Pabrik Semen Gresik di Tuban adalah pelopor penggunaan limbah industri sebagai pengganti bahan alam seperti fly ash yang merupakan limbah sissa pembakaran batubara, cupper slage yang merupakan limbah industri besi dan baja, paper slude limbah pabrik kertas bahkan limbah milik Freeport sebagai hasil pengolahan bijih tembaga di PT Smelting Gresik diserap oleh pabrik Semen Gresik di Tuban. Itulah mengapa Freeport membangun pabrik pengolahannya di Gresik, karena membutuhkan industri yang dapat menyerap limbah tembaga. Industri tersebut adalah industri semen.
- Tercatat Semen Indonesia Group melalui pabrik di Semen Padang dan pabrik Semen Gresik di Tuban yang pertama kalinya memanfaatkan panas gas buang menjadi sumber pembangkit listrik dalam proyek Waste Heat Recovery Power Generation (WHRPG) yang mampu menghemat penggunaan listrik dari PLN sebesar 30%. WHRPG di Pabrik Semen Gresik di Tuban tercatat salah satu yang terbesar di dunia dengan kapasitas 31 MW yang mampu menghemat penggunaan listrik dari PLN sebesar Rp 100 miliar per bulan atau Rp 1,2 triliun, sekaligus mengurangi beban pembangkit milik PLN sehingga mengurangi penggunaan batubara sehingga mengurangi emisi carbon sebesar 143.000 ton pertahun. Sehingga Pemerintah Swedia memberikan penghargaan dan membeli emisi carbon tersebut dalam skema "Carbon Trade"
- Mengurangi penggunaan batubara pada pembakaran semen dengan memanfaatkan limbah pertanian seperti kulit kacang, sekam padi dan lainnya. Kegiatan ini menciptakan multiplier effect berupa manfaat ekonomi bagi petani sekitar pabrik.
C. Menciptakan produk hilir yang ramah lingkungan dan solusi lingkungan perkotaan di masa mendatang.
- Produk semen adalah produk tidak ramah lingkungan. Semen yang mengeras pori-porinya sangat kecil sehingga molekul air tidak mampu melewatinya. Sifat semen sedemikian rupa membuat sulit diurai dialam, beda dengan asphalt yang lebih mudah terurai oleh mikroorganisme. Dalam konteks aplikasi produk semen, tercatata Semen Gresik mempelopori pembuatan produk paving porous concreate dan maxstrengh concrete. Paving porous concrete adalah paving dengan kualitas K-225 yang mampu menyerap air sebesar 200 liter/menit sangat cocok diaplikasikan di kota besar pada pemukiman padat penduduk. Penggunaan paving porous concrete di jalan pemukiman, memungkinkan dibawahnya dibuat "biopori" yang akan mengalirkan dan menyimpan tanah di jalan pemukiman sehingga mengurangi waktu genangan air (cepat surut). Sedangkan Maxstrengh Concrete adalah produk beton kualitas tinggi yang memanfaatkan limbah industri untuk memperkuat kualitas beton yang dihasilkan.
Industri Semen Memiliki 2 sisi : Merusak Lingkngan dan Menyelamatkan Lingkungan
Persepsi masyarakat yang dibangun media dan LSM bahwa industri semen merusak lingkungan, tentu tidak sepenuhnya tepat. Bagi industri semen yang hanya mengedepankan "P" (Profit) semata maka anggapan ini 100% benar, tetapi bagi industri semen yang mengharmonisasikan Triple Bottom Line (Profit, People and Planet) seperti yang dilakukan Semen Gresik maka justru keberadaan industri semen adlaha menyelamatkan lingkungan.
Jadi agak mengherankan pula jika Semen Gresik sampai kesulitan mengoperasikan pabrik semen di Rembang, karena secara teknis dan sejarah keberadaan Semen Gresik di Gresik maupun di Tuban, nyata-nyata justru meningkatkan kualitas lingkungan dan memberikan manfaat bagi peningkatan produktivitas pertanian di kabupaten tersebut. Apalagi Semen Gresik melalui pabriknya di Rembang (masyarakat lebih mengenal sebagai Semen Rembang) Â berani merealisasikan tantangan Gubernur Jawa Tengah dengan membangun embung air didaerah tandus di DesaTegaldowo Kecamatan Gunem Kabupaten Rembang yang merupakan area pabrik Semen Gresik di Rembang berdiri. Bahkan pula dusun Kajar yang tandus dan jauh dari mata air saat ini dialiri air selama 24 jam dengan dibangunnya pipa dari mata air ke lokasi dusun tersebut.
Lebih mengherankan adalah adanya institusi negara seperti Kantor Staf Kepresidenan (KSP) yang sepertinya ikutan mempersulit beroperasinya pabrik Semen Gresik di Rembang. Insitutusi KSP bukanlah institusi negara yang bersifat teknis seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Perindustrian juga Kementerian ESDM yang memiliki kewenangan langsung pada hal teknis. Bahkan hasil kajian Badan Geologi Kementerian ESDM yang menyatakan tidak ada aliran air di CAT Watuputih seakan tidak dianggap. Lalu jika tidak percaya penelitian Kementerian ESDM tentang tidak ada aliran air di CAT Watuputih, terus secara kelembagaan siapa yang berhak? jawabannya tidak ada.
Itulah mengapa industri di Indonesia tidak mampu berkembang dengan baik. Karena banyaknya ketidakpastian hukum yang ada, dan lebih kuatnya aroma politik. Yang mengherankan pula adalah Semen Indonesia yang merupakan induk Semen Gresik yang memiliki pabrik di Rembang adalah BUMN yang saham mayoritas dimiliki negara dan memberikan manfaat tidak hanya pajak, tetapi juga Deviden yang masuk ke APBN.
Tidak perlu ada keistimewaan kepada Semen Indonesia itu betul, tetapi lebih betul lagi jika industri semen di Indonesia dibuat standar yang ketat, minimal seperti yang dilakukan oleh pabrik yang dioperasikan Semen Gresik, maka lingkungan di Indonesia akan semakin baik dan memberikan daya dukung yang tinggi bagi peningkatan produktivitas pertanian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H