Mohon tunggu...
Arief
Arief Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Pernah nulis dibeberapa media seperti SINDO, Jurnas, Surabaya Post, Suara Indonesia (dulu dimasa reformasi), Majalah Explo dll. ( @arief_nggih )

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Apakah Mesti Boikot Mission Impossible V : Rogue Nation?

25 Agustus 2015   16:56 Diperbarui: 25 Agustus 2015   19:54 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang mau boikot film bagus yang dapat rating tinggi dan sampai 15 Agustus 2015 sudah memecahkan rekor box office (http://www.bintang.com/film/read/2294088/mission-imposible-rogue-nation-pecahkan-rekor-box-office-dunia) dipekan pertama sudah meraup USD 300 juta. Hanya orang gila saja yang mungkin tidak tertarik untuk menonton film ini. Semua jaringan bioskop dan semua kota yang ada bioskop pada jaringan itu pasti menayangkan film ini dari siang, sore, malam sampai midnight. Tidak ada yang salah dengan film ini, sebagai sebuah mahakarya tentu hebat.... karena ditunjang dana yang luar biasa besar, bintang pemain yang benar-benar bintang, skenario yang oke karena sekuel dari MI 1 sd MI 4 yang sudah terbukti membius penonton untuk lagi...lagi...dan lagi menonton sekual lanjutan.

 

Hari Kemerdekaan di kepung film impor

Mungkin orang akan tertawa jika melihat sub judul diatas, lalu kaitannya apa? Coba ditanyakan ke anak SD adakah ada yang hafal Pancasila. Setelah 70 tahun Indonesia merdeka, maka sektor hiburan termasuk “yang belum merdeka”. Pada bulan Agustus 2015 bioskop di Indonesia dijejali dengan penayangan film impor seperti : Mission Impossible V, Magic Hour, Hitman : Agen 47, Fantastic Four, dan Inside Out. Hanya film Indonesia dengan kategori Dewasa-17 yaitu Palasik yang masih bertahan. Sedangkan film “Battle of Surabaya” sudah terhempas. Jadi jangan salahkan jika film dalam negeri yang akan sering tayang masuk kategori : “berbau horor dan berbau komedi me**m”.

 

Menyimpak publikasi Badan Promosi Perfilman Korea Selatan, penjualan industri film lokal tahun lalu berada di 2 triliun 27,6 miliar won, meningkat 7,6% jika dibandingkan tahun sebelumnya (http://world.kbs.co.kr/indonesian/news/news_Cu_detail.htm?No=35702). Tentu dapat disimpulkan industri hiburan di Indonesia adalah murni hiburan, beda dengan Korea yang merupakan industri kreatif yang tumbuh sebagai penopang ekonomi negara.

 

Battle of Surabaya: Potret Buram Nasionalisme di Indonesia?

Kita sering mendengar bahwa kreator animasi film “Ipin dan Upin” sebagian adalah putra/putri terbaik Indonesia, sering juga didengar animasi film luar negeri di “outsorce ke industri kreatif di Indonesia”. Jadi seolah-olah tidak ada animasi film yang populer yang salah satunya tidak ada campur tangan pelaku industri kreatif di Indonesia.

 

Namun, kurangnya dukungan dari berbagai pihak termasuk Pemerintah, maka justru industri film hasil sentuhan kreatif anak bangsa di dalam negeri “sepi” dan mungkin layaknya diputar di kuburan karena memang tidak ada yang menonton. Pemutarann film Battle of Surabaya yang menurut saya kaya akan cerita perjuangan anak kecil dalam kancah pertempuran 10 Nopember merupakan sisi humanis dan dorongan bahwa anak kecil pun mampu berbuat yang terbaik untuk bangsa dan negara. Dari sisi cerita “Battle of Surabaya” tidak kalah dengan serial “Mission Impossible”. Memang dari sisi dukungan dana dan publikasi yang membedakan ibarat bumi dan langit. Benar dech....bagus abis film tersebut dari sisi cerita, jauh lebih baik dibandingkan film seperti sekuel “Merah Putih” yang sempat iklannya mejeng di salah satu jalan protokol Ibu Kota Jakarta.

 

Peringatan 70 tahun Kemerdekaan: Sibuk dengan kegiatan itu-itu saja?

Tidak lepas dari ingatan kita, dimasa lalu pemberitaan dari Presiden, Wakil Presiden, Menteri dan bahkan perusahaan-perusahaan termasuk BUMN menggelar nonton bareng film “Habibie dan Ainun”, atau juga ada BUMN yang ikut memeriahkan pemutaran film “Sepatu Dahlan”. Tidak salah sichh...tapi jadinya sempit dan hanya sesaat.

Pun demikian pada peringatan 70 tahun Kemerdekaan, Kementerian BUMN menggelar acara “BUMN Hadir Untuk Negeri” yang serentak di 34 provinsi dan masing-masing ditopang oleh 2 BUMN dengan berbagai kegiatan dan untuk publikasi banyak BUMN yang mengiklankan/advetorial di media cetak dan lainnya.

 

Sebuah momentum sebenarnya ketika film dengan tema nasionalme seperti Battle of Surabaya di putar di bulan Agustus mendekati tanggal 17 Agustus 2015. Ada kegiatan pemutaran film, yang menurut penulis hanya “putar dari DVD lawas” artinya sekedar menggugurkan kewajiban sudah ada pemutaran film bertema nasionalisme. Namun, sayangnya tidak berpikiran lebih maju kedepan yaitu menumbuhkan industri film nasional dengan menonton film yang lagi diputar di bioskop misalnya seperti film “Battle of Surabaya”.

 

Setelah 100 tahun Indonesia merdeka, yakinlah bahwa akan semakin banyak film impor tayang di bioskop. Dukungan Presiden Jokowi saat ada salah satu konglomerat akan mempercepat penetrasi bioskop di berbagai daerah, hendaklah dimaknai bahwa harus ada keberpihakan pada industri film nasional.

 

Rupiah terpuruk Rp 14.000, salah satunya kontribusi film impor

Ditengah perjuangan berbagai pihak untuk memperkuat lagi nilai tukar rupiah karena akan memberikan dampak pada ekonomi nasional, maka perlu pula nasionalisme untuk mengurangi peredaran film impor. Biarlah impornya pada barang/jasa yang tidak bisa diproduksi di Indonesia dan merupakan kebutuhan pokok, tapi untuk kebutuhan lainnya hendaklah pelan namun pasti mendorong tumbuhnya industri nasional.

Saya tidak tahu siapa produsen film Battle of Surabaya, dan saya tidak peduli dia siapa, sutradara siapa dan lainnya. Tapi....yakin dach film ini bagus untuk anak-anak dan pelajar, membantu menambah semangat nasionalisme mereka dan keyakinan siapa saja tidak mengenal usia bisa berkontribusi untuk hal yang baik dan benar. Selanjutnya tontonlah film nasional yang memuat unsur edukasi, kepahlawan/nasionalisme dan religi. Mari kita dukung industri film dalam negeri yang berkualitas dan mendidik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun