Mohon tunggu...
Arief Noviandi
Arief Noviandi Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi Teknologi Informasi dan Komunikasi

Penyuka Caffe Latte dan Cappucino, tak kuat kopi hitam. Suka menyelami kata-kata dan grafis di media sosial.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Citra Polisi di Bawah Pimpinan yang Tak Pernah Ragu Melangkah

14 Juli 2019   00:19 Diperbarui: 14 Juli 2019   01:09 4328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepercayaan publik semakin tahun kian melekat kepada Polri. Pada 2018, survey Alvara Research Center pada bulan Mei 2018, juga menempatkan Polri sebagai urutan ke-3 lembaga yang paling bisa dipercaya. Menariknya, survey ini menunjukkan pada Polri adalah lembaga yang mengalami trend peningkatan di tengah trend penurunan yang terjadi pada lembaga lainnya selain KPK. Survey lainnya tahun itu dilaksanakan Litbang Kompas pada Juni 2018. Hasilnya, kepercayaan masyarakat terhadap institusi Kepolisian telah menyentuh angka 82,9 persen, angka tertinggi sejak era reformasi (pemisahan Polri dari ABRI).

Selaras dengan fakta itu, Gallup Inc sebuah lembaga survey Internasional ternama merilis  hasil survey yang isinya bahwa kepercayaan masyarakat terhadap petugas kepolisian dan perasaan aman masyarakat dari gangguan kejahatan di Indonesia, menduduki peringkat ke-9 dari 142 negara. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2017 dengan total responden mencapai 148.000 di 142 negara. Kurang dari dua tahun menjadi pimpinan tertinggi Polri, Jenderal Tito Karnavian mencetak prestasi dunia!

Bagaimana Tito mampu melakukan semua itu? Tentu saja kita bisa bicara banyak tentang perencanaan dan program kerja yang ia laksanakan dengan ketat dan terarah. Kita tahu, bahkan sejak fit and proper test di DPR RI, saat masih menjadi kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Tito telah membawa 11 program kerja utamanya andai ia menjadi Kapolri.

Pada saatnya amanah sebagai Kapolri itu datang, Tito sudah siap dengan program utamanya, Promoter yang menghendaki personel dan lembaga Polri menjadi entitas yang profesional, modern dan tepercaya. Ia siap dengan berbagai inovasi. Terbukti hingga 2017 saja di bawah Tito, Polri berhasil meluncurkan tak kurang dari 1.123 inovasi pelayanan berbasis teknologi informasi (TI). Belum lagi sekian banyak pembangunan berbagai Posko Terpadu atau Command Center ditingkat Polda, yang dilengkapi dengan CCTV guna memantau, mengawasi, maupun menanggulangi berbagai gangguan dan kejahatan.

Dalam bidang perbaikan kultur, Tito telah menerbitkan tiga Peraturan Kapolri yang berkaitan dengan perbaikan kultur, yakni Perkap Nomor 8 Tahun 2017 tentang Penyampaian LHKPN dilingkungan Polri, Perkap Nomor 9 Tahun 2017 tentang Usaha Bagi Anggota Polri, dan Perkap Nomor 10 Tahun 2017 tentang Kepemilikan Barang Yang Tergolong Mewah. Ketiga Perkap ini menjadi ampuh 'senjata' untuk mengerem budaya koruptif yang ada di tubuh Kepolisian.

Kapolri tentu bisa menyebutkan apa yang menjadi resep yang ia andalkan untuk mencapai prestasi dalam waktu secepat itu. Namun sebagai seorang diluar institusi yang melihat dari luar pagar, ada beberapa alasan dan satu resep utama mengapa Kapolri sukses membawa institusinya sarat prestasi.

Yang paling utama adalah karena Emotional quotient Jenderal Tito, kecerdasan emosional  yang ditunjukkan dengan kemampuannya berinteraksi dan membangun hubungan baik secara internal maupun eksternal dengan atasan, mitra dan tokoh-tokoh masyarakat.

Kemudian keluasan wawasan dan pengetahuan (knowledge) yang dibangun dari pondasi kemampuan intellectual quotient (IQ) diatas rata-rata yang ditandai dengan selalu menjadi juara kelas sejak SD. Kemudian diasah dengan pendidikan formal di dalam dan luar negeri di sekolah dengan reputasi tinggi hingga Ph.D dan Profesor.

Ini dimatangkan lagi dengan pengalaman lapangan sebagai polisi bertugas ditempat-tempat yang menantang seperti di Poso, Aceh, Ambon, dua kali Kapolda yang dalam kultur Polri adalah Kapolda daerah panas dan banyak konflik : Papua dan Jakarta. Pengalaman tugas menangani berbagai kasus teror makin menambah kematangannya.

Ia yakin dengan langkah yang telah dipikirkan, didiskusikannya dengan berbagai unsur yang terlibat, sebelum mengambil keputusan. Banyak pemimpin yang bisa melakukan dua hal terakhir: berpikir, berdiskusi, melibatkan banyak pihak dalam keputusannya. Namun sedikit yang yakin dalam langkahnya manakala menghadapi ujian dan cela.

Jenderal Tito adalah orang yang sedikit  di antara kelompok kecil itu. Ia berpikir, ia mau berbagi kesempatan dan melibatkan banyak orang, ia yakin dalam memutuskan. Dan ia sepenuhnya yakin dalam melangkah menjalankan apa yang ia percaya. Itu resep utamanya yang terbaca oleh publik [ ]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun