Mohon tunggu...
Arief Gununk Kidoel
Arief Gununk Kidoel Mohon Tunggu... lainnya -

"Sejenak Menapak Riuhnya Dunia Maya" ~ penghobi tanaman hias dan koleksi ~ di desa di Gunung Kidul DIY Hadiningrat yang mencoba belajar menulis ~

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Begini Risiko Jika Badan Hukum Dipinjam Orang Lain

15 November 2011   07:57 Diperbarui: 4 April 2017   18:23 4457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Raut muka saudara saya hari itu masih begitu muram. Kesedihan terlihat setelah menceritakan musibah yang baru menimpa. Terkait dengan badan usaha miliknya.

Dulu saudara ini mendirikan sebuah badan usaha CV. Bergerak di bidang bangunan. Namun karena berbagai kondisi, usahanya berhenti. Biarpun sudah tidak ada aktivitas, CV yang dimiliki saudara tersebut tidak dibubarkan. Mempertimbangkan jika suatu saat ada kesempatan usaha lagi, tidak perlu repot-repot mendirikan CV beserta kelengkapannya, sebagai badan usaha yang berbadan hukum.

Biarpun tidak ada aktivitas, berarti otomatis tidak ada transaksi keuangan, namun sebagai CV yang terdaftar berbadan hukum dan mempunyai NPWP, diwajibkan membuat dan melaporkan SPT ke kantor pajak. Hal tersebut dilakukan oleh saudara saya itu dengan tertib.

Hingga suatu saat, datang teman yang cukup akrab dikenalnya. Teman yang datang ini bercerita, diajak bisnis oleh seorang relasi yang katanya cukup dikenal dan terpercaya. Biasa usaha di bidang pengadaan. Entah maksudnya pengadaan apa, saya juga tidak paham.

Ujung-ujungnya, teman yang datang tadi mau meminjam CV untuk usaha bersama relasinya. Tidak dijelaskan berapa timbal balik per-bulan dari peminjaman untuk usaha pengadaan.
Karena saudara saya memang sedang blong penghasilan. Dilepas juga CV nya beserta NPWP sebagai kelengkapan utama badan hukum. Tidak diterangkan dengan mendetil, usaha pengadaan itu bidang apa, cocok atau tidak dengan jenis usaha sesuai NPWP.
Namun memang dari akta pendirian CV, tercatat jenis usahanya memang luas. Melalui dari perdagangan, sampai suplier, distributor, bahkan bidang pertanian juga. Cuma NPWP nya saya tidak paham tercatat jenis usahanya apa.

Dari bulan ke bulan, pembayaran "sewa" CV milik saudara tadi lumayan lancar. Bisa untuk pemasukan tanpa melakukan aktivitas kerja. Waktunya bisa dipakai untuk usaha lain yang tidak memerlukan NPWP.

Namun kenyamanan dan ketentraman tersebut, tiba-tiba buyar. Apa yang disebut musibah oleh saudara saya, tiba-tiba datang. Keadaan menjadi runyam. Kacau.

Kali pertama datang surat peringatan dari dinas pajak tertuju pada saudara saya. Isinya sungguh mengejutkan. Peringatan untuk membayarkan tagihan pajak, hingga hitungan beberapa puluh juta. Kontan saudara saya menghubungi teman yang tadi pinjam CV beserta NPWP. Dijawab kalau sudah beres.
Apakah kemudian tentram?
Ternyata tidak. Keadaan dirasakan semakin kacau. Manakala beberapa minggu dalam bulan itu, petugas dari dinas pajak mendatangi rumahnya.

Dijelaskan semua peristiwa bagaimana yang sebenarnya. Tapi tidak ada gunanya. Karena jelas nama CV, NPWP, dan otomatis pemilik yang bertanggung jawab dalam pembayaran pajak adalah saudara saya.
Beberapa kali menghubungi teman yang pinjam CV. Dijanjikan untuk diusahakan beres dan tidak ada masalah.
Bersamaan juga dengan terus menerus petugas pajak mendatangi.

Janji tinggal janji. Masalah keuangan pembayaran tagihan pajak tidak juga diberesi. Hingga diberi batas waktu jatuh tempo oleh dinas pajak.
Tentu saja saudara saya mengejar pertanggungjawaban dari temannya. Tapi lama kelamaan ditemui saja tidak bisa. Saudara saya lantas kepikiran untuk juga minta pertanggungjawaban pada relasi temannya yang mengajak usaha pengadaan. Sama saja. Nihil.

Tidak tahu apa resikonya jika tagihan pajak yang berpuluh-puluh juta itu tidak dibayar. Yang jelas saudara saya kelihatan begitu ketakutan. Mau menuntut secara hukum, apa yang menjadi bukti? Selain saya sendiri tidak mendapat cerita mendetil apakah sudah berusaha lewat jalur hukum atau belum, untuk melaporkan penipuan yang dilakukan oleh temannya, sekaligus menuntut secara perdata atas wan prestasi. Entahlah.

Atau mau memakai kekerasan? Apa untungnya. Hasilnya belum jelas. Bisa-bisa malah diri sendiri bisa menjadi pelaku pidana. Perasaan serba repot ya?

Itu adalah cerita beberapa hari yang lalu. Tidak tahu sekarang bagaimana perkembangannya. Sepertinya kesimpulan terakhir, mau menjual ladang untuk melunasi tagihan pajak yang sama sekali saudara saya tidak melakukan sendiri aktivitas transaksi berkaitan perpajakan.
Dihitung-hitung, memperbandingkan antara pembayaran "sewa badan hukum" dengan tagihan pajak yang dituntutkan pada saudara saya, masih sangat jauh selisihnya. Bahkan berlipat-lipat. Alias lebih banyak tagihan pajaknya dibanding penghasilan selama ini "menyewakan" CV-nya.
Semoga diberi kekuatan dan pemecahan masalah sebaik-baiknya. Bisa-bisa mau untung, malah buntung. Kasihan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun