Tindakan menumpuk-numpuk harta untuk kepentingan dirinya sendiri sehingga melahirkan perilaku kikir dan rakus juga serakah, menghalalkan berbagai macam cara untuk mengumpulkan harta lalu ketika meninggal dunia tidak membawa apa-apa, hanya tinggal cerita. Kisah Qorun di zaman Nabi Musa sangat tepat untuk menggambarkan perilaku dimaksud. Dengan adab akan memberikan sebuah kata kunci yaitu, "Aku aman bagimu, Aku nyaman bersamamu, Aku bermanfaat Untukmu."
- Penguasaan Ilmu Tinggi Membuat Manusia Banyak Bicara
Secara naluri bagi manusia pada umumnya ketika memiliki suatu kemampuan akan cenderung membuat yang bersangkutan jadi banyak bicara, apalagi bicara terkait kemampuannya yang dimaksud. Bahkan akhirnya cenderung menjadi banyak bicara namun kurang amalnya. Padahal dengan banyak bicara akan membuka banyak kemungkinan tuk salah dan akhirnya berdosa. Oleh karenanya para ulama zaman dahulu sangat berhati-hati ketika berbicara karena khawatir akan menjerumuskan pada kesalahan dan dosa.Â
Para ulama selalu memberikan contoh untuk meluruskan niat untuk berbicara dengan santun, jujur dan bermanfaat. Apabila tidak mampu berbicara seperti itu lebih baik diam. Ini adalah adab. Bahkan khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah berkata, "Siapa yang menghitung-hitung perkataannya daripada amalannya tentu ia akan sedikit bicara kecuali untuk hal yang bermanfaat." Diam itu emas, namun berkata yang bermanfaat adalah Intan permata, hanya dengan Adab kita bisa memahaminya. Â
Â
Kesimpulan Pentingnya Adab
Kita perlu merenung sejenak tuk melihat perilaku generasi soleh setelah zaman Rasulullah dan para sahabat hidup, mereka semua sangat mementingkan adab di atas kepentingan lainnya. Di zaman keemasannya adab menuntut ilmu sangat diperhatikan oleh para ulama. Karena para ulama sangat meyakini bahwa Adab akan mendatangkan ilmu yang berkah, sementara keberkahan akan bersama dengan manfaat. Diantara adab menuntut ilmu itu, misalnya:
- Selalu datang ke majelis ilmu sebelum pelajaran di mulai bahkan ada yang sampai menginap agar dapat tempat duduk terdepan karena majelis ilmu saat itu sangat ramai.
- Menghapal beberapa buku (matan/ringkasan isi) sebelum belajar ke ulama. Bahkan beberapa ulama mempersyaratkan jika ingin belajar kepadanya harus hafal dahulu. Misalnya imam Malik yang mempersyaratkan harus hafal kitab hadits yang tebal yaitu Al-Muwattha'.
- Menjaga suasana belajar dengan fokus dan tidak bermain-main, misalnya mengobrol dengan temannya. Â
Selanjutnya kita perlu berdoa kepada Allah untuk selalu diberikan Adab sebelum ilmu. Dalam salah satu doanya Rasulullah adalah "Allahummahdinii li ahsanil akhlaaqi laa yahdi li-ahsanihaa illa anta, washrif 'anni sayyi-ahaa, laa yashrif 'anni sayyi-ahaa illa anta (artinya: Ya Allah, tunjukilah padaku akhlak yang baik, tidak ada yang dapat menunjukinya kecuali Engkau. Dan palingkanlah kejelekan akhlak dariku, tidak ada yang memalingkannya kecuali Engkau)." (HR. Muslim no. 771, dari 'Ali bin Abi Tholib).
Sebagai penutup, semoga kita semua yang berperan di bidang pendidikan khususnya bisa memulai langkah awal untuk mengedepankan Adab sebelum Ilmu, tujuannya tercapai keberkahan yang akan diikuti oleh kebermanfaatan dalam ridho Allah semata. Ibnu Mubarak mengatakan, "Barangsiapa meremehkan adab, niscaya dihukum dengan tidak memiliki hal-hal sunnah. Barang siapa meremehkan sunnah-sunnah, niscaya dihukum dengan tidak memiliki (tidak mengerjakan) hal-hal yang wajib. Dan barang siapa meremehkan hal-hal yang wajib, niscaya dihukum dengan tidak memiliki makrifah (mengenal dan dikenal Allah)." Cukup hal ini yang menjadi peringatan tuk kita semua. Wallahu a`lam.
M. Ariefianto (Guru di Sekolah Mutiara Bunda bandung)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI