Menyusuri jalanan dari Jakarta sampai ke cabang bungin yang sepi. Suatu wilayah nun jauh di utara bekasi dekat laut jawa.
Saat itu cuaca cerah dengan angin bertiup lembut. Membuat kantuk menyerang di siang hari yang panas . setelah melewati kantor desa swtia laksana yang sepi karena sudah tutup kantor, saya menepikan sepeda motor pada sebuah mesjid. Mesjid yang sederhana namun mewah untuk ukuran mesjid desa.
Mengambil air wudlu dan langsung melaksanakan shalat duhur. Â Melaporkan keluh kesah kepadanya dalam sujud. Mengharapkan berkah dalam usaha ini dalam duduk.
Mesjid yang rapih dengan ventilasi yang baik. Lantainya keramik. Jam dinding bulat dan bessar. Dengan asesoris kaligrafi di sekeliling dindingnya. Catnya baru. Â Wanginya masih tercium. Â Saat ini Alhamdulillah, hampir setiap mesjid yang berada di pinggir jalan utama terlihat bersih, rapih, terawatt dan cantik. Â Suatu tanda bahwa kita sudah makmur. Sudah mancapai kemajuan yang sangat berarti. Sudah jarang ditemui mesjid dengan dinding kusam dengan atap yang seadanya ataupun keramik lantai ukuran 20X20 cm. Selalu mesjid yang kutemui minimal ukuran keramiknya 60x60 cm. Standar baru dalam sebuah mesjid di Bekasi saya rasa. Rata-rata cantik dan megah bentuknya walaupun ukuran mesjidnya kecil.
Sambil duduk melepas lelah sang marbot mesjid menghampiri saya.
Darimana pak?
Dari Jakarta pak.
Sedang bekerja ya pak? Sebagai apa?
Ooh.. saya dari suatu lembaga survey sedang melakukan studi di daerah sini pak.
Tentang apa ya pak?
Tentang politik pak, kejadian Indonesia saat ini. Bapak suka dengan politik ga pak?
Politik saat ini menurut kami sedang jatuh.
Kenapa pak?
Saya melihat pemerintah saat ini terlalu mementingkan tenaga kerja asing.
Maksudnya pak?
Iya.. banyak saya dengar dan dapat kabar dari wa bahwa sudah ribuan orang cina sekarang  datang dan bekerja sebagai kuli, sebagai tukang di perusahaan dan tambang-tambang di Indonesia.  Sedangkan saat ini banyak orang-orang nganggur dan bekerja serabutan untuk membiayai hidupnya.
Saya jadi ga resep dengan pemerintah sekarang.
Terus bapak percaya berita itu?
Ya percaya lah.. khan berita dari wa itu pasti benar. Ga mungkin orang yang saya percaya ngasih kabar salah.
Memang beritanya dari mana pak?
Dari teman dan kenalan saya di kota. Juga dari ustad-ustad saya yang tersebar di seluruh bekasi.
Wah bapak banyak kenalannya dong..
Iya.. semua musholah dan mesjid jika ada sesuatu bisa langsung kumpul. Itulah enaknya jaman sekarang. Ada wa. Tinggal ketik.. langsung tersebar. Suruh kumpul aja langsung mereka datang.
Saya memandang bapak marbot mesjid ini.. usianya sekitar 60 tahun. Kumis nya dicukur habis. Jenggotnya yang putih cukup pendek terpelihara rapih. Wajahnya bercahaya. tubuhnya kecil.. khas orang desa dengan kulit keriput  sawo matang .
Untuk yang berita lewat wa tadi bapak pernah konfirmasi tidak pak? Tentang sumbernya atau cek langsung lewat google untuk mengecek benar tidaknya berita tadi. Berita tenaga asing yang menerbu Indonesia tadi misalnya?
Saya sih ga pernah sempat mengecek berita-berita itu. Biasanya kalo ada berita gitu langsung otomatis saya forward ke teman-teman yang lain. Apalagi males saya membaca atau cek. Butuh waktu butuh pulsa internet. Baca langsung percaya, sebar deh biar teman-teman tahu .
Ooh pantas kalo begitu pikirku..
Bapak dari partai apa pak? Tanyanya kepada ssaya.
Saya tidak ikutan partai pak.. bebas.
Oohh.. saya suka pekaes. Beritanya benar-benar beda dari yang lain. Mereka berani berkata tidak, beda dengan partai-partai besar yang kelihatan tunduk dan patuh dengan asing. Masa kita mau ngikutin asing. Masa untuk pekerjaan kuli saja musti impor dari luar.
Loh emang bapak tahu dia itu kuli?
Tahu lah kan ada videonya. Judulnya pun jelas. Tenaga kerja asing menyerbu Indonesia.
Bapak cek dulu harusnya benar-tidak berita itu. Sekarang kan musimnya HOAX.
Gak perlu lah.. semua itu sudah danta. Sudah jelas. Dari cina. Pemerintah sekarang benar-benar tega membiarkan warganya bengong melihat rakyatnya miskin tidak punya pekerjaan.
Saya terdiam. Malas berdebat. Apalagi dengan mereka-mereka yang militan seperti ini. Apalagi ini wilayah asing dan baru bagi saya. Salah-salah omong nyawa taruhannya. Kadangkala diam adalah jawaban terbaik dari suatu situasi.
Kemudian beliau mengeluarkan kertas dan menyodorkan kepada saya, Â
Kalau disini pusatnya dan hampir semua orang pilih partai itu pak. Saya rasa bapak dari orang partai.. gini saja pak. Â Tolong catat nama saya, jika bapak perlu orang untuk demo atau tabligh akbar saya bisa pak. Tinggal saya kasih kabar di grup mereka pasti datang.
Atau jika  bapak orang partai kasih tahu pak.. kami butuh bantuan. Bantuan sembako gratis lebih baik. Karena akan sangat berguna bagi kami. Bagaimana pak.
Iya deh pak.. sini saya catat.
Kemudian saya catat nama dan nomor teleponnya juga nama mesjid dia bekerja. Kemudian saya pamit, karena saya merasa  tubuh sudah mulai segar. Waktu menunjukan pukul 13.30 .  Dan pekerjaan di depan muka sudah terlihat. Saya pun pamit dan mengucapkan terima kasih kepadanya. Saatnya meneruskan perjalanan.
Diatas motor saya berfikir.. males baca dan senang berbagi ternyata berbahaya. Dari sini hoax itu tumbuh subur dan menyebar.  Dan untuk melawannya  bukan perkara mudah, karena kita-kita yang tahu bahwa berita itu hoax malas berdebat. diam itu emas. diam itu jahat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H