Sejak zaman Nabi saw., masjid pada dasarnya bukan digunakan sebagai tempat pelaksanaan ibadah ritual semata. Lebih daripada itu, masjid betul-betul difungsikan sebagai pusat berbagai kegiatan pembentuk peradaban.
Amat banyak hadis Nabi yang diriwayatkan ketika Nabi sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya di serambi masjid Nabawi. Tentu saja duduk yang dimaksud bukan kongkow biasa. Melainkan diskusi dan tukar pikiran terkait berbagai masalah dalam kehidupan.
Fenomena duduk-duduknya para pemuda di masjid ini, kini memang terbilang langka. Namun jika Anda ingin melihatnya, berkunjung saja ke Masjid Salman ITB.
Masjid yang terletak persis di depan kampus Institut Teknologi Bandung ini memang memiliki aura yang berbeda. Setiap sudutnya terisi penuh oleh lingkar-lingkar mahasiswa. Ada yang khusyuk mengaji, fokus menjalani rapat organisasi, sibuk mengerjakan tugas yang deadline-nya sedikit lagi, atau sekedar rebahan menunggu adzan berkumandang.
Pihak masjid memang tidak pernah melarang serambi masjidnya digunakan untuk kegiatan apa pun. Selama dapat menjaga kebersihan, ketertiban, dan kenyamanan bersama, silakan saja gunakan serambi itu sepuasnya.
Saya pun menjadi saksi dari bergonta-gantinya pemakai serambi itu setiap hari. Mulai dari selepas sholat subuh hingga masuk subuh lagi, berbagai macam mahasiswa silih berganti menduduki ubin masjid yang dingin itu.
Setelah sholat subuh, serambi itu akan diisi oleh anak-anak Asrama Salman. Mereka memang memiliki agenda rutin agar tidak tidur selepas sholat subuh. Bentuknya dapat berupa saling berbagi kultum, setoran hafalan al-qur'an, atau evaluasi ibadah harian.
Memasuki jam 6 pagi, waktunya para aktivis organisasi keislaman mengadakan rapat atau yang lebih dikenal dengan sebutan syura'. Jam-jam sebelum kuliah ini mereka manfaatkan agar para aktivis muslimah juga dapat mengikuti kegiatan organisasi tanpa harus pulang malam.
Rapat-rapat itu umumnya berhenti sekitar jam 8 pagi, mengikuti waktu rata-rata dimulainya jam perkuliahan pertama di kampus ITB. Mahasiswa pun akan silih berganti menggunakan serambinya hingga memasuki waktu maghrib.
Para mahasiswa itu biasa mampir ke masjid Salman di sela-sela waktu kosong perkuliahan untuk sekedar beristirahat atau bertemu kawan. Apalagi tersedia pula kantin Salman yang menjajakan bermacam menu makanan sehat dengan harga murah. Sangat bersahabat dengan kantong kebanyakan mahasiswa.
Lewat waktu maghrib hingga masuk waktu Isya', adalah waktu favorit bagi para mahasiswa untuk singgah di serambi masjid ini. Tak sedikit juga yang mulai membentuk lingkar-lingkar untuk mengaji. Lantunan ayat suci Al-Qur'an pun akan terdengar seperti dengungan nyamuk yang saling bersahutan tanpa henti.
Setelah sholat Isya', umumnya serambi masjid Salman akan menyepi. Maklum saja, kebanyakan mahasiswa sudah bergerak kembali ke tempatnya masing-masing. Ada yang pulang ke kosan, ada pula yang kembali ke kampus untuk berkegiatan kemahasiswaan.
Kampus ITB sendiri ditutup pada jam 11 malam. Para satpam akan bergerak menyisir kampus untuk mengakhiri segala bentuk kegiatan yang masih berlangsung. Tetapi nyatanya tidak semua kegiatan bisa selesai tepat jam 11. Apalagi kalau kegiatannya adalah rapat-rapat penting yang tidak bisa tertunda lagi.
Lantas dimanakah mereka melanjutkan kegiatan tersebut di atas jam 11 malam?
Lagi-lagi jawabannya adalah di Masjid Salman. Serambi ini akan kembali terisi oleh para aktivis mahasiswa yang masih asyik dengan rapat-rapatnya. Tak sedikit pula dari mereka yang memutuskan untuk menginap demi alasan keamanan di malam hari.
Pihak masjid jelas mengetahui hal ini. Karenanya, disediakanlah matras-matras dan minuman seperti teh manis dan kopi manis untuk menemani mereka yang hendak menghabiskan malam di rumah Allah ini. Beberapa titik hotspot juga tersedia 24 jam kalau-kalau ada mahasiswa yang membutuhkan.
Barangkali dahulu B.J. Habibie, Ridwan Kamil, Aburizal Bakrie, Hatta Rajasa, Rizal Ramli, dan para tokoh bangsa lainnya memang dibentuk dengan cara seperti ini. Suasana masjid yang syahdu dengan ragam fasilitas yang tersedia 24 jam membuat intelegensia mereka berkembang. Lalu lahirlah pikiran-pikiran cemerlang untuk mencipta karya bagi Indonesia.
Belum lama ini pun Masjid Salman menjadi tempat dibuatnya Vent-I, ventilator karya anak bangsa yang dapat digunakan untuk membantu pasien virus corona. Proyek ini bahkan dipimpin langsung oleh Ir. Syarif Hidayat, MT, Ph.D, dosen STEI ITB yang juga menjadi salah satu anggota Dewan Pembina Masjid Salman ITB.
Masjid Salman ITB telah mengajarkan hal berharga kepada kita. Bahwa sejatinya, masjid bukan sekedar tempat menjalankan ibadah ritual semata. Lebih daripada itu, ia dapat menjadi pusat pembentukan teknokrat muda yang kelak berguna bagi agama, bangsa, dan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H