Setiap masuk bulan Februari, cokelat selalu menjadi komoditi yang paling diminati. Biang keladinya, tentu saja perayaan Hari Valentine yang jatuh pada tanggal 14 Februari.
Cokelat dipercaya sebagai simbol terbaik untuk merayakan kasih sayang kepada orang-orang terkasih.
Tetapi tak sedikit pula yang kerap mengasosiasikan cokelat sebagai kudapan penambah gairah seksual. Cokelat dituding mampu menghadirkan keintiman dan kehangatan lebih dalam hubungan badan.
Lantas apakah cokelat benar-benar memiliki pengaruh terhadap seksualitas? Jika iya, lalu apa hubungannya dengan Valentine? Adakah kaitan di antara ketiganya hanya sebatas kebetulan?
Pada dasarnya, cokelat adalah produk olahan dari biji kakao. Karenanya, efek fisiologis yang dapat ditimbulkan dari cokelat akan sangat bergantung pada efek fisiologis yang dimiliki oleh biji kakao dan senyawa kandungannya.
Kandungan utama dari biji kakao adalah senyawa alkaloid bernama theobromine.
Senyawa ini terbukti mampu menurunkan tekanan darah, memperkuat enamel gigi, menurunkan kolesterol, serta mengurangi insomnia.
Resultannya, theobromine kerap dimanfaatkan sebagai stimulan untuk meningkatkan fokus, memperbaiki mood, dan menajamkan konsentrasi.
Kakao juga dikenal sebagai salah satu sumber polifenol terkaya yang ada di muka bumi. Kadarnya dapat mencapai 6-8% dari berat kering biji.
Nilai tersebut tentu terbilang besar. Pasalnya kebutuhan polifenol tubuh tidak terlalu banyak, tetapi memiliki manfaat yang signifikan.
Polifenol terbukti mampu menurunkan risiko penyakit jantung, membantu penyembuhan diabetes, melancarkan sistem pencernaan, dan menurunkan berat badan.