Permata kedua di Natuna ialah Crustaceae. Komoditasnya dapat berupa udang dan lobster dengan besaran masing-masing dapat mencapai 11,9 ribu ton/tahun dan 500 ton/tahun.
Tentu saja kedua komoditas ini dapat dijual dengan harga murah sebagai kelompok ikan beku di pasaran dunia. Namun ada senyawa yang lebih menarik dari Crustaceae, yakni kitin dan kitosan.
Kitin dan kitosan umum dikenal sebagai biomaterial. Mereka dapat bertindak sebagai koagulan alami, zat warna, adsorben limbah logam berat, anti jamur, flokulan, hingga anti kanker dan anti bakteri.
![Struktur kitosan--muchong.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/01/12/chitosan-5e1ad715d541df1dd424c452.png?t=o&v=555)
Sayangnya belum banyak pengusaha lokal yang melirik kedua senyawa ini. Jumlah pelaku industrinya mungkin masih bisa dihitung jari dengan kapasitas produksi yang kecil-kecil.
Adapun permata ketiga di Natuna ialah gelombang laut sebagai potensi energi terbarukan. Pusatnya ada di bagian timur Pulau Bunguran dengan produksi listrik tertinggi dalam satu bulan dapat mencapai 111,4 MWh (Idris & Gammaranti, 2018).
Permata yang satu ini juga sama sekali belum disentuh, baik oleh pemerintah maupun pihak swasta. Yang ada barulah kumpulah hasil assesmen yang tertumpuk rapi di kantor pusat Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI).
Jika kita merujuk kembali kepada konstitusi, tentulah kita akan sampai pada pasal dan ayat yang satu ini:
"Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,"