Mohon tunggu...
@Arie
@Arie Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang mau berfikir luar biasa. that is

Orang biasa, yang mau berfikir luar biasa. Hobi menulis sejak remaja, sayangnya baru ketemu Kompasiana. Humanis, Humoris, Optimis. Menjalani hidup apa ada nya.@ Selalu Bersyukur . Mencintai NKRI. " Salam Satu Negeri,!!" MERDEKA,!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta dalam Diam

27 September 2021   12:43 Diperbarui: 1 Oktober 2021   10:29 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuhan? Rasa Apakah ini?


Apakah Aku mencintainya? Tapi mengapa dulu  Ia tak mengerti? Mengapa dulu Ia tak ambil peduli? 

Pernah kulihat suatu ketika saat berpapasan, sekitar  satu tahun yang lalu, Ia menundukkan kepalanya, dan aku juga menundukkan kepala ku. Apakah kami sebetulnya saling mencintai?  Memendam rasa dalam diam? Entahlah!

Suara ibuku membangunkan dan menyadarkan aku dari mimpi dan lamunan. Pagi telah datang, dan aku harus kembali ke rutinitas kehidupan. Ya Aku sekarang sudah bekerja, dan  apa yang kucita-citakan sudah menunjukan hasilnya. Keluarga ku sudah mulai stabil ekonominya, adikku sudah duduk di kelas terakhir SMA nya. Kedua orang tua ku sudah sering tersenyum bahagia. 

 Inilah kehidupan yang telah aku jalani, empat tahun terakhir sekarang ini.

Aku masih  ingat,  Malam itu langit kelam, tak ada bintang atau bulan yang kelihatan. Desir angin dingin menusuk tulang.  Aku masih terjaga, berbagai fikiran berkecamuk dibenakku. Perjalanan dan langkah hidup yang telah kulalui hingga saat ini.  Rasanya, sudah tiba bagiku untuk  memikirkan diri sendiri, menata hidup dan kehidupan pribadi.  Ya, mungkin aku harus membuka diri dan membuka hati. 


Aku sudah memutuskan, aku harus menjelaskan semua nya kepada lelaki itu. Kami harus saling terbuka, dan menjelaskan duduk masalah dengan sebenarnya. Jika ternyata kami memang saling mencintai, aku memutuskan, akan segera menikah. Ya menikah.


karena saat itu  usiaku sudah dua puluh lima, usia yang cukup dewasa untuk berumah tangga, dan menjalani kehidupanku sendiri. Begitu fikirku. Dan keputusan itu terjadi tiga puluh tahun yang lalu. Keputusan yang terlambat, ketika semuanya sudah berubah.

Waktu itu, Aku mencoba mengumpulkan informasi tentangnya, mencari waktu yang tepat, untuk menemuinya.

 Tapi, alangkah kagetnya, ketika kudengar ia menghilang?  Menghilang kemana?  Bukankah Ia sudah jadi pegawai negeri?  Alangkah sayangnya kalau ditinggalkan? Aku pasti akan marah besar kepadanya, kalau bertemu nanti. Sementara banyak yang berharap untuk menjadi pegawai negeri, mengapa justru Ia meninggalkannya? Bukankah pegawai negeri jaminan masa depan yang sudah pasti? Bukankah pegawai negeri pondasi untuk rumah tangga kami nanti?  dasar keras kepala, gumamku dalam hati. 


Kabar buruk akhirnya sampai juga, bahwa Ia telah meninggalkan semuanya, Ia memilih merantau ke tanah Jawa, meninggalkan pegawai negerinya, meninggalkan  keluarganya, bukan karena pindah tugas, tapi karena apa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun