Mohon tunggu...
@Arie
@Arie Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang mau berfikir luar biasa. that is

Orang biasa, yang mau berfikir luar biasa. Hobi menulis sejak remaja, sayangnya baru ketemu Kompasiana. Humanis, Humoris, Optimis. Menjalani hidup apa ada nya.@ Selalu Bersyukur . Mencintai NKRI. " Salam Satu Negeri,!!" MERDEKA,!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta dalam Diam

27 September 2021   12:43 Diperbarui: 1 Oktober 2021   10:29 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Jika Ia benar ingin hidup denganku, maka Ia juga harus memaklumi cara berfikir dan bersikap serta prinsip dalam hidupku. 

Saat ini, fokus ku adalah keluargaku. Pendidikanku, cita-citaku, harapanku, dan tujuanku. Itu dulu!


Satu hal yang aku heran, kenapa lelaki itu kemudian mendekam begitu dalam di jiwa dan kesadaranku. Seperti lava dingin yang tersimpan didasar gunug berapi.  Mengapa?  Apakah memang benar kata orang, cinta tak bisa dibunuh? Cinta tak dapat ditolak datangnya? Cinta tak bisa di nalar oleh logika?


Padahal, aku tak begitu memikirkanya? Aku tak begitu mempedulikan nya? Aku tak begitu fokus  pada hal lain , selain keluargaku dulu?  Dan bukankah itu sudah lama? Seharusnya sudah terlupakan, dan hilang dari ingatan?  Tapi mengapa Ia selalu muncul dan hadir ditiap mimpi dan melintas di sela- sela ingatan?  Mengapa terkadang, aku merindukan nya?


Sekarang aku sudah bekerja,

Setelah menyelesaikan kuliah. Aku mendapatkan job di sebuah perusahaan swasta yang cukup besar.  Dan lelaki itu , sekarang juga sudah menjadi pegawai negeri, karena dulu mendaftar hanya dengan ijazah SMA nya. Bagiku tak masalah, karena pendidikan bukan syarat  yang aku tetapkan bagi seorang calon suami.

Malam ini, aku duduk sendiri, menatap langit yang disinari cahaya bulan 14  hari. Cerah dan terang benderang. Fikiran ku kemudian mulai menerawang, mengingat pertemuan singkat pagi  itu setahun yang lalu. Mengapa ia terkesan acuh tak acuh?


Dari cara bersikap dan cara bergaulnya, aku dulu sempat menyimpulkan, bahwa Ia memang jenis lelaki yang agak sedikit pemalu. Satu hal yang sangat kusenangi, cowok ini berotak encer. Berhati baik. Suka menolong teman. dan cukup ganteng, meski sedikit kurang dari tinggi badanya. itu saja. Tapi aku juga sadar, manusia pasti ada kurang dan ada lebihnya. Bukan begitu?

Apakah sikap acuh nya itu, bagian dari upaya nya menahan debaran yang sama sebagaimana yang ada di dadaku? Entahlah!
Seringkali aku ingin menemuinya, dan bertanya langsung, tapi tentu saja tidak kulakukan, karena aku wanita, tak elok di mata masyarakat?  Bukankah begitu?   Lalu apa yang harus kulakukan?   Aku tak pandai merangkai kata untuk menulis surat, aku tak mungkin membuka rahasia hatiku kepada orang lain, aku tak mungkin bercerita dan curhat dengan teman atau adikku?

Tengah malam, kadang aku terbangun dan membuka kembali surat yang dulu dikirimkannya.  Kubaca surat itu berulang - ulang, kemudian kulipat  semula dengan mata berkaca- kaca,  diselingi  rasa pedih dalam dada, dan perlahan ada air bening menetes di atas kertas nya.  Anehnya, surat itu tak pernah kubuang hingga sekarang, di usia yang  sudah kepala empat, dengan  rambut putih satu dua diatas kepala, dan kedua putra serta putri ku sudah beranjak remaja menuju dewasa?  Aneh sungguh aneh!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun