Sehingga air hasil olahan tersebut, kalau pun tidak layak di konsumsi, paling tidak bisa digunakan oleh Dinas Pertamanan  untuk menyiram tanaman. Atau mencuci mobil, atau disalurkan ke hidran - hidran yang dapat di gunakan oleh pemadam kebakaran, pada saat di perlukan.
Kota Surabaya sudah menerapkan ini, dengan menormalisasikan Kalimas yang terkenal itu. Kalimas sekarang relatif bersih, enak di pandang, bahkan di beberapa titik digunakan untuk obyek wisata kano, kayak, dan perahu. Pada beberapa tempat, dibuatkan taman, dengan bangku - bangku yang menghadap ke Kalimas. Dijadikan obyek rekreasi, arek - arek Suroboyo.
2. Mewajibkan setiap orang, setiap kantor, badan usaha, : untuk menampung air hujan dari areal nya sendiri.
Langkah ini juga akan sangat efektif jika di gerakkan secara bersama - sama. Pemerintah DKI Jakarta, tidak hanya membuat aturan, tapi juga mendukung penyediaan rancang bangun tangki - tangki penampungan bawah tanah, tehnis nya, dan penerapan nya menjadi satu kesatuan.
Kepada masyarakat umum, diberikan penyuluhan, sosialisasi, dan dukungan subsidi penyediaan tangki - tangki fiber, atau pun drum- Â drum di setiap rumah di wilayah DKI Jakarta. Tentunya di barengi dengan penjelasan bagaimana air hujan yang ada itu, di sterilisasi, menjadi layak minum, dan layak pakai.
3. Pemanfaatan tehnologi nano Bubble, dan Wetland
Dengan teknologi nano bubble untuk pengolahan air limbah dan peningkatan kualitas air. Teknologi tersebut, adalah dengan memasukkan gelembung oksigen berukuran nano ke dalam sumber air yang akan diolah.
Dengan oksigen lebih banyak di dalam air, maka kualitas ekosistem juga akan meningkat. Tanah juga menjadi lebih baik lagi kualitasnya. Teknologi ini bisa dipakai di waduk, danau, sungai, dan air limbah, juga di Teluk Jakarta yang sudah mengalami kerusakan parah saat ini.
Peneliti dari Pusat Penelitian Limnologi LIPI Cynthia Henny menambahkan, dalam mengelola sumber air dari waduk, sungai, dan danau, perlu dilakukan cara khusus untuk menghasilkan kualitas air yang layak pakai dan minum.
Cara tersebut, adalah dengan mempelajari topografi sungai, waduk, dan danau yang ada.
Setelah itu, kata Cynthia, sumber air tersebut bisa diberikan perawatan terlebih dahulu melalui teknologi wetland yang bisa ditempatkan di pinggir danau/waduk/sungai atau ditempatkan dengan cara terapung.Â