Kala saya tersadar, sungguh saya malu. Saya sangat malu kepada Allah yang sudah berbuat dengan begitu baik pada seluruh karyaNya, tapi tidak bisa saya tiru. Satu pertanyaan saya pada diri sendiri. Mengapa saya dan mereka harus saling meludahi? Mengapa harus saling bunuh, hanya soal agama/keyakinan yang berbeda, jika memang nyatanya kami sama-sama “pernah bertemu” Tuhan (dalam rahim sang bunda)?
Rasanya saya masih perlu belajar lagi. Mengapa saya tidak mampu menangkap pelajaran besar dari Allah tentang cara bagaimana mengasihi? Mengasihi seperti cara-cara illahi. Seperti ketika DIA “mengukir” seluruh bayi-bayi.
Terima kasih telah membaca,
Salam bahagia dan terus berkarya!
Terima kasih kepada Allah SWT, terima kasih kepada semua perdebatan yang menginspirasi tulisan ini. Terima kasih juga pada Ibnul Qayyim Al_Jauziah yang sudah membagi ilmunya tentang “KUNCI KEBAHAGIAAN”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H