Mohon tunggu...
Aridha Prassetya
Aridha Prassetya Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati Masalah Ketidakbahagiaan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kelakuannya Seperti Binatang

1 Mei 2011   09:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:12 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sejam lalu, aku menonton televisi swasta yang sedang menayangkan acara keagamaan. Pertamanya aku suka, namun kemudian aku terganggu dengan statement pak ustadz. Ini kemudian membuat aku merenung-renung, Hingga aku terusik untuk berbagi seperti ini...

Persoalan yang dibahas adalah, kasus guru yang melakukan tindak kekerasan pada anak didiknya. Sang guru menganiaya siswa. Ceritanya begitu.

Diskusi berlanjut. Si presenter bertanya pak Menteri, “wah....bagaimana ini pak Menteri, kalau ada kasus seperti ini? Pak Menteri pun angkat bicara. “Sebenarnya, kalau kita bicara soal pendidikan, sudahlah jangan diragukan, system kita ini semuanya sudah bagus, termasuk kurikulumya, lha….. kalau ada yang masih nyeleneh-nyeleneh/menyimpang seperti itu ya…..namanya saja manusia…, ya… marilah kita perbaiki sama-sama”.

Aku enggan membahas pembicaraan pak menteri dengan mas presenter. Aku lebih suka membahas ceramah pak ustadz saja. Mari ikut aku:

Terhadap perilaku kekerasan semacam itu, pak ustadz berpendapat bahwa manusia yang berbuat kerusakan, itu bukan manusia namanya, itu adalah binatang. “Kalau manusia pasti ia punya akal”,kata pak ustadz sambil menunjuki pelipisnya, pertanda bahwa ia punya akal.

Hah....??? Binatang.... ???

Lalu, nda tahu kenapa. Tiba-tiba saja, aku membayangkan diriku menjadi binatang. Aku memilih saja ujudku adalah “burung-burung”. Betapa aku tidak berdaya ketika pak Ustadz itu merendahkan seluruh binatang, Aku kan juga termasuk binatang itu. Tetapi bagaimana caraku protes ya? Aku beda bahasa dengan pak ustadz sih….

Aku memang mematuk cacing, Aku juga memangsa ikan. Tapi kulihat manusia juga begitu, sama! Malah ngga cukup dengan seekor dua ekor.

Aku "bertasbih", aku mencari nafkah untuk anak-anakku, aku mengajari anak-anakku untuk bisa terbang. Aku merawat dan menyuapi bayi-bayiku.

Manusia memang merawat bayi-bayinya. Tapi lebih sering mereka malah mengambil paksa susu kawan-kawanku untuk disusukan pada bayi-bayinya. Konon kabarnya, mereka takut susunya bakal rusak, jika harus menyusui bayinya.

Tetapi, mengapa manusia perusak dikata persis binatang ya? apa yang sudah kurusak ya? Sehingga kelakuanku dinilai begitu nista oleh pak ustadz.

Perasaan aku selalu memberikan yang terbaik untuk manusia. Malah mereka gemar mengurungku dan menembakiku dengan kejam. Dasar sadis! Dimana kebiadabanku ya…? Ahhh…aku tidak paham pembicaraan pak Ustadz.

Manusia tidak pernah mau mengenal aku, apalagi memahamiku. Apa yang kulakukan, selalu saja dianggap hiburan. Mana pernah mereka tahu aku ini sedang tertawa atau menangis? Tawaku, tangisku, katanya terdengar merdu. Bukankah kicauku selalu dibilang merdu? Siapa manusia yang tidak bilang indah ketika mendengar kicau burung-burung di alam raya ini? Siapa manusia yang pernah menolak mengakui kemerduan kicauku?

Pak ustadz…. pak ustadz…, hati-hati dong kalau bicara. Sebutkan dong siapa binatang yang kelakuannya sama seperti kelakuan manusia yang gemar menganiaya manusia lain itu….

Dear kompasianer,

Bisa tolongin kasih tunjuk ayat/firman yang menyebut binatang lebih rendah dari manusia ngga? Aku belum nemu nih…tolong ya!

Makasih dan salam bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun