Mohon tunggu...
Aridha Prassetya
Aridha Prassetya Mohon Tunggu... Administrasi - Simplicity is Greatness

Student of BKWSU (Brahma Kumaris World Spiritual University)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meditasi Bebersih Pikiran

25 April 2019   08:30 Diperbarui: 25 April 2019   08:38 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pagi ini, poin istimewa yang saya dapat dari pelajaran Tuhan adalah: "You can understand that the beginning of the new world and the end of the old world means destruction has to take place. The world is in extreme darkness." (Kalian bisa mengerti bahwa permulaan dunia baru dan akhir dunia lama berarti penghancuran memang harus terjadi. Dunia ini sedang dalam kegelapan yang sangat dalam.)

Kebenaran pesan tidak bisa saya sangkal. Hampir setiap hari di dunia ini terjadi bencana, baik itu bencana alam maupun bencana-bencana lain seperti perang, perkelahian, pembunuhan, perampokan dan kriminal lain yang makin sulit sebab musababya. Bahkan perkembangan teknologi yang diklaim sebagai kemajuan di satu sisi, dalam waktu yang sama juga berpartisipasi dalam mempercepat kemerosotan/penghancuran mental dan akal budi.

Tidak semua jiwa mempunyai cukup waktu untuk merenungkan hal ini karena sibuk berpartisipasi dalam mempercepat proses penghancuran ini.

Ada yang berpendapat Nusantara ini akan hilang dalam sekian tahun lagi. Sisi lain, ada pendapat bahwa pikiran seperti itu adalah pikiran jiwa-jiwa pesimis.  Kita harus menjadi jiwa-jiwa optimis bahwa Indonesia akan kembali mengalami zaman keemasan.

Pendapat siapa yang salah? Tidak ada.

Dua-duanya benar. Bukan hanya Indonesia yang akan kembali ke zaman keemasan, tetapi satu daratan di Bumi ini yang disebut sebagai Bharata, yang akan kembali ke zaman keemasan. Karena dahulu awalnya, dunia memang hanya satu daratan saja. Kita pasti akan kembali ke sana, kembali meraih zaman keemasan itu. Tetapi....

Tetapi, apa?

Tetapi, takdir drama-nya memang, semua harus melalui proses penghancuran terlebih dahulu. Tanda-tandanya telah disebutkan di atas. Mengapa harus melalui proses penghancuran? Ya...Bagaimana mau mendirikan Rumah Baru, tanpa menghancurkan Rumah Lama yang sudah sangat tua dan rusak? Bagaimana Dunia Baru tercipta tanpa terlebih dahulu mengakhiri Dunia Tua/Lama?

Lalu apa yang bisa saya lakukan? Mulai dari mana saya berkontribusi? Mulai dari menciptakan kesucian pikiran. Bebersih diri. Setiap jiwa datang dalam keadaan suci dan akan harus pulang dalam keadaan yang sama. Hanya kesucian yang mampu menyelamatkan sang jiwa, untuk bisa kembali powerful dan pulang dengan aman dan damai.

Mengapa saya harus membersihkan pikiran terlebih dahulu? Karena di situlah benih kekuatan ditanam. Jika pikiran bersih (suci), apapun situasi yang terjadi diluar saya, saat penghancuran itu tiba/berproses, saya bisa kuat dan stabil. Jika saya kuat, saya bisa menolong yang lemah. Yang lemah, tidak bisa menolong yang lemah.

Lalu, bagaimana cara membersihkan pikiran? Caranya adalah dengan menghubungkan diri, menyambung koneksi ingatan dengan Tuhan secara konstan. Apapun yang saya lakukan, saya mengingat Beliau. Jika koneksi saya dengan Tuhan bagus, stabil dan konstan, maka, apapun yang saya ingin Tuhan lakukan, Tuhan pasti membantu.

Keheningan diperlukan untuk mengetahui apakah dalam pikiran saya ada sampah atau tidak.  Tanda-tanda dari adanya sampah dalam pikiran saya adalah, adanya gap antara pikiran, kata-kata dan perbuatan saya. Artinya, apa yang saya pikirkan beda dengan apa yang saya katakan, dan apa yang saya katakan, beda lagi dengan apa yang saya lakukan. Inilah pertanda adanya sampah. Dari manakah datangnya sampah-sampah tersebut?

Sampah pikiran terdiri dari pikiran sia-sia dan pikiran negatif. 

Pikiran sia-sia datang dari berbagai informasi tentang (a) peristiwa-peristiwa yang sudah tertadi dan saya tidak mampu "membubuh titik" atas itu. Saya terus menerus memikirkan dan membicarakannya hingga sekarang, dan (b) pikiran tentang masa depan yang saya tidak pernah tahu kejelasannya. Saya mencemaskan dan mengkhawatirkan masa depan. Sedangkan pikiran negatif datang dari kecurigaan dan prasangka jelek terhadap sesuatu, situasi atau jiwa lain.

Ini semua adalah sampah atau racun. Ini menghalangi ingatan saya kepada pesan  Tuhan. Sampah pikiran saya menggagalkan upaya saya untuk menjadi perwujudan dari firman Tuhan yang disampaikan dalam setiap kitab suci. Misalnya saja tentang pesan bahwa bahwa setiap jiwa adalah anak ruhani dari satu Ayah Ruhani dan oleh karenanya, semua jiwa adalah bersaudara. Pelajaran tentang persaudaraan ini merupakan pelajaran yang  pokok dan tersulit.

Padahal zaman keemasan, zaman yang diimpi-impikan oleh setiap jiwa itu, adalah, zaman ketika jiwa-jiwa berada dalam satu daratan dan hidup dalam persaudaraan dan kekeluargaan yang tentram, damai dan bahagia. Itu adalah sistem di sana.

Bagaimana saya mau masuk/pulang kembali ke sana, tanpa terlebih dahulu belajar sistem kehidupan yang berlangsung di sana? Impossible.

Terimakasih sudah membaca. Salam hormat dan semoga seluruh dunia bergerak mencapai kedamaian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun