Mohon tunggu...
Muhammad Ariby
Muhammad Ariby Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Malang Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mas-mas Malang yang kerap bimbang dengan pilihannya sendiri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Prosedur Metode dalam Kritik Sastra

18 Mei 2023   13:01 Diperbarui: 18 Mei 2023   13:13 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Proses kritik sastra terdiri dari lima langkah yang dilakukan oleh seorang kritikus. Langkah pertama adalah langkah eksplorasi atau penjelajahan sastra dengan segala kemungkinannya. Kritikus harus membaca dan memahami karya sastra yang akan ditelaah dengan seksama. Langkah berikutnya adalah langkah identifikasi atau penempatan diri kritikus terhadap karya yang ditelaah. Kritikus harus memahami konteks karya sastra dan menempatkan dirinya pada posisi yang tepat untuk menilai karya tersebut.

Langkah ketiga adalah analisis, di mana kritikus harus melakukan analisis terhadap karya sastra secara mendalam dan terperinci. Kritikus harus memerhatikan struktur, tema, karakter, dan gaya penulisan yang digunakan dalam karya tersebut. Setelah melakukan analisis, langkah keempat adalah penarikan kesimpulan. Kritikus harus mampu merangkum hasil analisisnya dan membuat kesimpulan tentang kualitas karya sastra tersebut.

Langkah terakhir adalah pemberian evaluasi atau "judgment". Kritikus harus memberikan evaluasi terhadap karya sastra tersebut, apakah baik atau buruk, dengan didasarkan pada hasil analisis dan kesimpulan yang telah dibuat. Dengan menjalankan lima langkah tersebut, seorang kritikus dapat memberikan pandangan yang objektif dan kritis terhadap karya sastra yang ditelaah.

Prosedur Kerja Metode Kritik Sastra
Explication De Texte/Pengudaran Naskah

Metode Explication De Texte secara harfiah berarti pengudaran naskah karya. Pada metode ini, seorang pembaca (baca kritikus) langsung berdialog dari hati ke hati dengan karya sastra yang dihadapinya tanpa perantara siapa pun. Ruang lingkupnya meliputi tiga hal yang secara hakiki berkenaan dengan sebuah karya, yakni:

  • Pengarang. Bagaimana hubungan karya ini dengan karya-karyanya yang lain, dengan hidup pengarang sendiri, dan dengan zaman kehidupan pengarang itu.
  • Pengamatan yang teliti dan terperinci tentang naskah karya. Bentuk susunan karya ini, gagasan atau pemikiran pokoknya, dan pandangan dan penjelasan tentang persoalan-persoalan bahasa yang dipergunakan, sindiran-sindiran, gambaran-gambaran, luapan hati, teknik penulisan dan lain sebagainya.
  • Pengelompokan dan penggabungan pengamatan-pengamatan secara terperinci lengkap dengan penafsirannya (Hardjana,1983:52).

Kritik Ganzheit

Seseorang yang menghayati karya seni sebenarnya sedang melakukan pertemuan. Suatupartisipasi aktif dari kritikus terhadap karya seni yang dihadapinya. Mula-mula tanpa konsepsi apriori apa pun, sang kritikus membiarkan karya seninya secara merdeka berbicara sendiri. Kemudian terjadilah sebuah dialog, sebuah pertemuan sebuah interferensi dinamis antara kedua subjek yang hidup dan merdeka itu.

Memperlakukan karya seni (sastra) sama majemuknya dengan kritikus sendiri. Itulah sebabnya karya seni tidak semata-mata sebagai objek tetapi subjek. Dua unsur yang berperanan dalam proses pertemuan itu ialah, kritikus sebagai manusia penghayat yangmemiliki segala macam pengalaman pribadi dan latar belakang kebudayaannya yang unik, di sisi lain karya seni (sastra) yang dihayati itu yang merupakan hasil tanggapan si senimanpenciptanya terhadap sesuatu, dia juga penuh dengan pengalaman-pengalaman subjektif si pencipta. Bahkan memancarkan gambaran dunia atau "weltanschaung" si penyair.

Nilai baru yang lahir akibat pertemuan, perbauran, interferensi dinamis kedua unsur di atasbersifat unik, karena dia merupakan suatu perbauran yang dinamis dari dua unsur yang setaraf. Dengan kata lain, nilai itu bukanlah semata-mata subjektif dalam arti si subjek memaksakandiri pada objeknya, juga tidak objektif sebab si subjek tidak bersikap pasif dan hanya menerimanilai -nilai yang dipaksakan oleh si objek (karena ini tidak mungkin). Nilai adalah nilai bersama, nilai subjek di dalam objek, nilai objek di dalam subjek.

Proses refleksi dan analisis terjadi kemudian. Di sini elemen-elemen menjadi "terangdanjelas" dalam hubungannya dengan penyatuan keseluruhan tersebut. Elemen yang tadinyatanpakaku-beku, setelah terjadi sebuah interferensi dinamis, seakan-akan mencair dan menjadi hidupkembali penuh warna-warni. Pada saat itu sang kritikus menuliskan pengalaman- pengalamannya, maka lahirlah sebuah kritik seni (sastra) sebagai hasil percintaan atau persengketaan antara kritikus dan karya seni (sastra).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun