Kritik Formalistik
Kritik ini didasarkan kepada gagasan bahwa bentuk (form) merupakan sesuatu yang penting bagi pemahaman yang sebenarnya dari karya sastra. Jadi permasalahan yang utama bukanlah pertimbangan-pertimbangan yang ekstraliterer seperti kehidupan dan zaman pengarang atau fenomena sosiologis, melainkan sebagai bentuk, efek, sertaterjadinya karya sastra.
Antara pandangan bahwa alat sastra dapat diabstraksi dan larangan untuk melakukan parafrase terjadi kontradiksi. Untuk menjembatani perbedaan tersebut perlu dipahami konsep fungsi, bagaimana alat-alat atau prinsip-prinsip konstruktif tertentu membuat teks menjadi sebuah keseluruhan yang organis.
Hal tersebut akan mengarah pada konsep tentang sistem sastra, dan akhirnya mengarah pada konsep tentang struktur. Selain itu, juga dikembangkan "konsep dominan, ciri menonjol atau utama, aspek bahasa tertentu secara dominan menentukan ciri-ciri khas hasil sastra yang bersangkutan, misalnya rima, matra, atau aspek apa pun sehingga dalam analisis dan interpretasi karya sastra aspek dominan itulah yang harus ditekankan, sedangkan aspek-aspek lain sering menyangga hal yang dominan itu." (Teeuw, 1984:130---131).
Tujuan dari kritik formalistik adalah kajian terhadap sastra agar mencapai taraf ilmiah. Untuk mencapai taraf itulah maka diperlukan sifat-sifat yang universal atau sesuatu yang general dari karya sastra.
Kritik Psikologis
Kritik jenis ini mencoba mendalami aspek/segi-segi kejiwaan suatu karya sastra. Wellek (1962:81) menjelaskan bahwa ada 4 aspek yang berkaitan dengan psikologis sastra, antara lain:
- studi psikologis terhadap pengarang sebagai tipe dan individu,
- studi mengenal proses kreativitas,
- studi mengenal tipe atau hukum-hukum karya sastra, dan
- studi mengenai efek sastra terhadap pembacanya.
Kajian psikologis pengarang dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: (i) dengan alur sastra-pengarang-sastra dan (ii) dokumen-dokumen pribadi nonlieter-kepribadian pengarangsastra. Tujuan utama kajian ini ialah menyelami dan menjelaskan daya tarik suatu karya terhadap pembaca perseorangan.
Kritik Sosiologis
Asumsi yang harus dipegang sebagai pangkal tolak kritik sastra aliran sosiologi ialah bahwa karya sastra tidaklah lahir dari kekosongan sosial (social vacuum). Ini sebenarnya bukanlah suatu asumsi yang berlebihan, meskipun kita juga harus selalu ingat bahwa karya sastra adalah hasil dari daya khayal atau imajinasi. Secara langsung atau tidak imajinasi pengarang dipengaruhi, tidak ditentukan oleh pengalaman manusiawi dalam lingkungan hidupnya, termasuk di dalamnya adalah sumber-sumber bacaan.
Kritikus sosiologis dapat mengkaji hubungan antara pengarang sebagai individu atau tipe dikaitkan dengan keadaan yang khas dari era kultural tempat pengarang/para pengarang itu hidup dan menulis; hubungan antara karya sastra dengan masyarakat yang digambarkannya.
Wellek tampak lebih memberi kemungkinan telaah yang lebih luas wilayahnya. Menurut keduanya telaah sosiologis terhadap karya sastra dapat berupa:
- sosiologi pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang sebagai pencipta sastra;
- sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri, yang menjadi pokok kajiannya ialah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya;
- sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra (Damono, 1978:3).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H