"Ihh Anggi, apaan sih. Ya belum ada polisi di novel ini. Kan masa lampau."
Anggi senyum-senyum sendiri. Melihat temannya yang tambah kesal dengar komentarnya.
""Kita jadikan fun fiction aja, lanjutkan dengan kisah apik. Jadi anak itu sadar kalau akan diracun dan ga jadi makan racunnya. Kan dia akan tetap bernafas."
Sita hanya geleng-geleng kepala. "Ah Anggi,aku kan lagi tegang, kamu malah ga temenin tegang  tapi ngetawain aku gitu."
"Iya kamu juga ngapain ngomel-ngomel setelah baca novel. Kalau ga sreg, ya ga usah baca aja. Skip. Gampang kan. Dari pada udah baca bikin kamu over thinking. Itu kan cuma cerita fiksi dalam novel. Udah ah aku mau melukis lagi."
Sita hanya diam sambil memperhatikan lukisan indah karya Anggi.
Dalam rwnung terdalamnya, Sita mencoba mengurai kalimat-kalimat Anggi baru saja.
Pantas aja penulis fiksi bisa sesuka hatinya membuat tokoh dalam karyanya itu kehidupannya bagaimana, happy or sad ending, kisah penuh cinta atau kekejaman. Tapi bener juga, itu kan hanya fiksi, kenapa aku harus over tinking ya. Pikir Sita lagi.
....
Written by Ari Budiyanti
#cerpenari
15 Juli 2024
.
11-2.888
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H