"Sita, besok ada permainan basket di GOR dekat rumahku. Besok ke sana yuk, kita menonton pertandingannya," ajak Anggi setelah kelelahan bermain bulu tangkis melawan sahabatnya yang sedang galau tralala itu.
"Kamu serius Nggi? Lalu proyek lukisan kupu-kupumu bagaimana? Kalau kita pergi lagi, bisa ga selesai lukisanmu itu, " Sita bisa merasakan kalau temannya sedang berusaha membantunya mengisi hari dengan hal-hal menarik agar ia lupa pada rasa sakit karena cinta yang mungkin sepihak.
"Ah itu, gampang. Lagi ga mood aja melukis. Pengen jalan-jalan sama sohibku," ajak Anggi serius.
"Haha, baiklah. Besok kujemput ke rumahmu pagi-pagi ya. Ingat sarapan agar kuat teriak-teriak jadi suporter. Bagaimana?" Sita menyanggupinya.
....
Keesokkan harinya, seperti biasa, Anggi menyirami tanaman bunga seruninya di depan rumah. Menunggu Sita datang menjemputnya untuk menonton basket bersama.
Menurut Anggi mungkin kegalauan Sita bisa tersalurkan dengan berteriak-teriak sebagai suporter pertandingan basket. Mungkin akan sedikit menghalau rindu yang menurut Sita menyakitkan itu.
Anggi dan Sita sudah di lapangan basket dan mulai melihat pertandingan dengan gegap gempita suasana. Banyak yang ikut menonton dan ah ada dia pemain biola itu ternyata dia main basket juga, gumam Anggi.
Wah bisa-bisa aku yang jadi galau nih, pikir Anggi sambil tertawa dalam hati.
Sita nampak bersemangat dan melihat pertunjukkan dengan antusias. Mereka berdua banyak tertawa dan teriak memberi semangat sebagai suporter salah satu tim basket.
Anggi merasa bahagia melihat sahabatnya ikut bahagia. Tapi sebuah tanya terlontar, Â "Anggi, apa sesulit itu untuk melupakan?" Sita menatap Anggi dalam gundah sepulangnya dari GOR. Pertandingan basket telah usai, tapi masih ada yang sedih ternyata.
"Tadi pagi saat aku menyirami bunga seruni, ada kupu-kupu indah yang hinggap. Warnanya cantik. Aku diamkan. Aku berhenti menyiram dan membiarkan kupu-kupu itu terbang melewatiku. Cantik. Pikirku. Aku belum pernah melihat kupu-kupu seindah itu.
Kamu tahu Anggi, waktu aku berhenti memikirkan bunga seruniku yang kau tahu sendiri sedang indah-indahnya bermekaran, aku dapat menikmati keindahan kupu-kupu itu.
Apakah aku sengaja lupa atau melupakan bunga seruni itu? Sama sekali tidak. Mana bisa aku lupa pada keindahan lainnya. Namun saat aku sejenak memutuskan tidak mengingat-ingat bunga seruni dan fokus pada kupu-kupu itu, aku seolah lupa ya sama bunga-bunga seruni, padahal tidak.
Aku rasa mirip begitu dengan memori tentang rindu. Jangan berusaha dengan sengaja melupakan orang yang membuat kita rindu tapi putuskanlah dan lakukan sekarang dengan tidak mengingat-ingat lagi memori indah itu.
Bagaimana menurutmu? Bukan melupakan tapi tidak mengingat-ingat dengan sengaja. Pada masanya nanti semua memori itu akan, mungkin makin mengecil dan bahkan menghilang dengan sendirinya saat kita tak mengingat lagi."
Anggi menjawab Sita dengan sebuah cerita yang menggambarkan cara mengatasi rindu. Ah Sita, andai kau tahu, aku juga rindu sama pemain basket tadi. Hehe. Batin Anggi lagi. Tapi aku memilih tidak mau mengingat-ingat dia lagi. Melupakan itu hal yang sangat mustahil saat ini buat Sita.
"Kamu ingin melupakan seseorang, Sita?" tanya Anggi lagi.
Sita menatap temannya lalu mengangguk, mengiyakan. Sita tak berniat menceritakannya pada Anggi saat ini. Sita hanya ingjn berusaha melakukan nasihat Anggi, tidak mengingat-ingat lagi. Sebuah keputusan yang tak mudah tapi bisa dilakuman meski mungkin agak lama.
....
Bersambung lagi
...
Written by Ari Budiyanti
#CerpenAri
31 Mei 2024
46-2.833
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H