Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.953 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 27-10-2024 dengan 2.345 highlights, 17 headlines, 111.175 poin, 1.120 followers, dan 1.301 following. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Jati Diri

25 November 2023   06:36 Diperbarui: 25 November 2023   07:14 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadilah dirimu sendiri. Sebuah nasihat terlontar ketika aku mempertanyakan diksiku. Perlukah berhenti? Dia bilang lagi padaku. Untuk apa?

Bukankah semua akan berlalu pada saatnya. Biarkan saja. Tak harus merubah dirimu hanya karena perkataan mereka. Jadilah dirimu. Tulislah apa yang kau mau. 

Diksi cinta dan rindu telah menjadi kekuatanmu. Itu ciri khas pilihanmu. Mereka telah mengenalimu sebagai pemuisi hati. Untuk apa pergi?

Sahabat lain menasihati. Jangan pindah haluan ya. Aku bertanya memastikan. Pindah haluan? Tak berpuisi lagi? 

Tawa renyah mengiringi jawaban. Mana mungkin kau berhenti berpuisi. Aku yakin kau tak bisa. Diksi-diksi itu memaksa keluar dari hatimu kan?

Aku tersenyum tersembunyi. Dalam renung sanubari berbisik. Aku tak akan pindah haluan. 

Teringat sebuah kata sederhana namun bermakna. Seorang sesepuh yang kuhorrmati. Kata  Beliau puisi-puisiku menjadi Amsal dalam hati. Aku tersanjung dan tak pernah lekang waktu mengingat nasihat itu.

Memang terkadang orang tak suka. Terkadang pikiran berkelana. Angan ingin menemukan makna. Namun hati memilih jalannya. Dan aku memilih diksi-diksi dalam untaian bait puisi. 

Hingga kata-kataku habis di perhentiannya. Kala Pemilik jiwa mengatakan sudah selesai dan usai masaku. Mungkin saat itu tak ada lagi kata dalam puisi. Tak ada lagi aliran-aliran suci perenungan diri. Tak ada puisi-puisiku lagi.

Maka, nikmati saja puisiku hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun