Jadilah dirimu sendiri. Sebuah nasihat terlontar ketika aku mempertanyakan diksiku. Perlukah berhenti? Dia bilang lagi padaku. Untuk apa?
Bukankah semua akan berlalu pada saatnya. Biarkan saja. Tak harus merubah dirimu hanya karena perkataan mereka. Jadilah dirimu. Tulislah apa yang kau mau.Â
Diksi cinta dan rindu telah menjadi kekuatanmu. Itu ciri khas pilihanmu. Mereka telah mengenalimu sebagai pemuisi hati. Untuk apa pergi?
Sahabat lain menasihati. Jangan pindah haluan ya. Aku bertanya memastikan. Pindah haluan? Tak berpuisi lagi?Â
Tawa renyah mengiringi jawaban. Mana mungkin kau berhenti berpuisi. Aku yakin kau tak bisa. Diksi-diksi itu memaksa keluar dari hatimu kan?
Aku tersenyum tersembunyi. Dalam renung sanubari berbisik. Aku tak akan pindah haluan.Â
Teringat sebuah kata sederhana namun bermakna. Seorang sesepuh yang kuhorrmati. Kata  Beliau puisi-puisiku menjadi Amsal dalam hati. Aku tersanjung dan tak pernah lekang waktu mengingat nasihat itu.
Memang terkadang orang tak suka. Terkadang pikiran berkelana. Angan ingin menemukan makna. Namun hati memilih jalannya. Dan aku memilih diksi-diksi dalam untaian bait puisi.Â
Hingga kata-kataku habis di perhentiannya. Kala Pemilik jiwa mengatakan sudah selesai dan usai masaku. Mungkin saat itu tak ada lagi kata dalam puisi. Tak ada lagi aliran-aliran suci perenungan diri. Tak ada puisi-puisiku lagi.
Maka, nikmati saja puisiku hari ini.
....
Written by Ari Budiyanti
25 November 2023
31-2.683
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H