Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.888 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 17-07-2024 dengan 2.280 highlight, 17 headline, dan 109.421 poin. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mencintai, Menulis, hingga Membaca Puisi, Semua adalah Pengalaman Berharga Untukku

21 Agustus 2022   16:33 Diperbarui: 22 Agustus 2022   17:47 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Membacakan Puisi

Sabtu 20 Agustus 2022 adalah kesempatan pertama saya tampil langsung di panggung kopdar antara Ayahanda Tjiptadinata Effendi dan Bunda Roselina Tjiptadinata dengan Para Kompasianer dan Pengarang YPTD. Ini adalah pengalaman yang sangat berharga buat saya, bahkan tak terlupakan. Terkenang selalu di hati.

Dokumen Kompasianer Prajna Dewi
Dokumen Kompasianer Prajna Dewi
Berawal dari sebuah pesan percakapan yang saya terima dari Bu Muthiah Alhasany, rekan kompasianer yang sekaligus merupakan pengarang YPTD menghubungi saya untuk membaca puisi pada acara Kopdar Penulis di Perpustakaan Nasional RI. Saya cukup kaget mendapat permintaan tersebut. Ini sebuah kesempatan berharga.

Saya dengan berjuta rasa minder, berusaha menolak. Awalnya begitu. Namun Bu Muthiah memberi saya semangat. Akhirnya saya bersedia dan memilih satu puisi karya saya untuk dibacakan dalam acara kopdar para penulis ini.

Baca juga: Yang Tersembunyi

Wah membacakan puisi di depan para penulis senior yang sangat saya hormati. Ini benar-benar kesempatan langka dan sangat berharga. Singkat cerita akhirmya saya membacakan puisi berjudul "Adiwidia tentang Alam" karya saya sendiri.

Foto pembacaan puisi (Dokumen Pak Merza)
Foto pembacaan puisi (Dokumen Pak Merza)
Pak Budi Susilo, rekan kompasianer yang serba bisa, salah satu teladan dan sahabat menulis di Kompasiana berkenan menemani saya tampil di panggung. Tanpa ditemani maju ke panggung, saya pasti merasa grogi sekali. Terima kasih banyak atas perkenan Pak Budi tampil satu panggung dengan saya di Perpusnas.

Saya juga berterima kasih yang sebesar-besarnya pada Bu Muthiah yang memberi kesempatan indah pada saya untuk berpuisi di acara besar kemaren, pertemuan dengan para penulis hebat.

Baca juga: Bahasa Kasihmu

Terima kasih juga untuk Bapak Thamrin Dahlan yang juga memberi ijin pada saya untuk membacakan salah satu karya puisi milik saya. Bersama YPTD dan Kompasiana, saya merasa betapa puisi-puisi saya sangat diterima oleh rekan-rekan pengarang di sana. Terima kasih banyak untuk semua rekan pengarang YPTD dan kompasianer.

Mencintai dan Menulis Puisi

Itu saya. Sesuai judul dari subtema tulisan ini, mencintai dan menulis puisi begitulah saya. Sejak kapan saya mencintai puisi? Saya tidak ingat tepatnya kapan. Namun menulis puisi sudah saya lakukan sejak saya di bangku Sekolah Menengah Pertama atau SMP.

Saya pernah menulis satu puisi yang ingin saya sertakan lomba menulis puisi. Namun saya tidak cukup percaya diri waktu itu. Puisi sudah ditulis dan masuk amplop, tapi tidak saya kirim ke panitia lomba. Saya akan ingat selalu kenangan tersebut.

Lalu kebiasaan menulis puisi di buku harian menjadi pelarian saya. Setiap kali hati ini berbicara dalam untaian diksi maka jadilah puisi. Ada banyak sekali buku harian yang saya miliki berisi kumpulan puisi lama karya saya.

Pada waktu kuliah, saya pun mulai berani kirimkan puisi ke buletin kampus meski bukan untuk lomba. Beberapa puisi saya dimuat. Bahkan di salah satu kegiatan kampus, saya bisa mempelajari cara berpuisi yang baik. Memperhatikan latar belakang dan setting dari sebuah puisi.

Dulu waktu kuliah, saya ambil puisi-puisi dari Kitab Suci untuk dibahas. Lalu saya sempat mengajarkannya juga ke adik-adik mahasiswa, bagaimana memahami isi puisi yang ditulis orang lain di masa lampau. Tentu saja ini pengalaman menarik.

Bukan itu saja, membaca buku-buku yang bernuansa puisi juga sering saya lakukan. Mungkin itulah yang memperkaya hati saya tak hanya dengan aneka rasa namun juga kata-kata. Bahkan sekarang saya menulis puisi dengan begitu mengalir.

Setiap saat jika ada kesempatan hati saya berkata-kata, maka jadilah puisi. Inilah yanh disebut inspirasi. Puisi sungguh memperkaya batin saya dan membebaskan rasa. Ribuan puisi kini sudah saya tulis di Kompasiana.

Pengalaman saya berpuisi dan beberapa tip untuk orang tua mengajari anak untuk berpuisi pun sudah pernah saya tuliskan artikelnya di Kompasiana. Salah satu artikel bisa Anda baca di sini.

Dokpri
Dokpri
Mencintai dan menulis puisi dengan konsisten juga membuka peluang saya untuk mengajar puisi pada anak-anak home schooling secara daring waktu itu melalui zoom. Ini juga pengalaman yang tak terlupakan. Saya sangat senang.

Saya hanya perlu mencintai dan terus menulis puisi untuk semakin mengasah kemampuan saya berpuisi. Jika akhirnya ada kesempatan membacakan puisi di hadapan para penulis dan orang lain, itu adalah anugerah Tuhan semata. Saya bahkan tak pernah memikirkan sebelumnya.

Cintailah menulis. Menulislah yang kau cintai. Karyamu akan membukakan pintu untukmu sesuai perkenan Tuhan. Jangan malu untuk berpuisi. Mari berpuisi bersama saya.

Salam Puisi Hati Ari Budiyanti

..

Written by Ari Budiyanti
21 Agustus 2022
6-2.262

Dokpri
Dokpri
 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun