Membacakan Puisi
Sabtu 20 Agustus 2022 adalah kesempatan pertama saya tampil langsung di panggung kopdar antara Ayahanda Tjiptadinata Effendi dan Bunda Roselina Tjiptadinata dengan Para Kompasianer dan Pengarang YPTD. Ini adalah pengalaman yang sangat berharga buat saya, bahkan tak terlupakan. Terkenang selalu di hati.
Saya dengan berjuta rasa minder, berusaha menolak. Awalnya begitu. Namun Bu Muthiah memberi saya semangat. Akhirnya saya bersedia dan memilih satu puisi karya saya untuk dibacakan dalam acara kopdar para penulis ini.
Wah membacakan puisi di depan para penulis senior yang sangat saya hormati. Ini benar-benar kesempatan langka dan sangat berharga. Singkat cerita akhirmya saya membacakan puisi berjudul "Adiwidia tentang Alam" karya saya sendiri.
Saya juga berterima kasih yang sebesar-besarnya pada Bu Muthiah yang memberi kesempatan indah pada saya untuk berpuisi di acara besar kemaren, pertemuan dengan para penulis hebat.
Terima kasih juga untuk Bapak Thamrin Dahlan yang juga memberi ijin pada saya untuk membacakan salah satu karya puisi milik saya. Bersama YPTD dan Kompasiana, saya merasa betapa puisi-puisi saya sangat diterima oleh rekan-rekan pengarang di sana. Terima kasih banyak untuk semua rekan pengarang YPTD dan kompasianer.
Itu saya. Sesuai judul dari subtema tulisan ini, mencintai dan menulis puisi begitulah saya. Sejak kapan saya mencintai puisi? Saya tidak ingat tepatnya kapan. Namun menulis puisi sudah saya lakukan sejak saya di bangku Sekolah Menengah Pertama atau SMP.
Saya pernah menulis satu puisi yang ingin saya sertakan lomba menulis puisi. Namun saya tidak cukup percaya diri waktu itu. Puisi sudah ditulis dan masuk amplop, tapi tidak saya kirim ke panitia lomba. Saya akan ingat selalu kenangan tersebut.
Lalu kebiasaan menulis puisi di buku harian menjadi pelarian saya. Setiap kali hati ini berbicara dalam untaian diksi maka jadilah puisi. Ada banyak sekali buku harian yang saya miliki berisi kumpulan puisi lama karya saya.
Pada waktu kuliah, saya pun mulai berani kirimkan puisi ke buletin kampus meski bukan untuk lomba. Beberapa puisi saya dimuat. Bahkan di salah satu kegiatan kampus, saya bisa mempelajari cara berpuisi yang baik. Memperhatikan latar belakang dan setting dari sebuah puisi.
Dulu waktu kuliah, saya ambil puisi-puisi dari Kitab Suci untuk dibahas. Lalu saya sempat mengajarkannya juga ke adik-adik mahasiswa, bagaimana memahami isi puisi yang ditulis orang lain di masa lampau. Tentu saja ini pengalaman menarik.
Bukan itu saja, membaca buku-buku yang bernuansa puisi juga sering saya lakukan. Mungkin itulah yang memperkaya hati saya tak hanya dengan aneka rasa namun juga kata-kata. Bahkan sekarang saya menulis puisi dengan begitu mengalir.
Setiap saat jika ada kesempatan hati saya berkata-kata, maka jadilah puisi. Inilah yanh disebut inspirasi. Puisi sungguh memperkaya batin saya dan membebaskan rasa. Ribuan puisi kini sudah saya tulis di Kompasiana.
Pengalaman saya berpuisi dan beberapa tip untuk orang tua mengajari anak untuk berpuisi pun sudah pernah saya tuliskan artikelnya di Kompasiana. Salah satu artikel bisa Anda baca di sini.
Saya hanya perlu mencintai dan terus menulis puisi untuk semakin mengasah kemampuan saya berpuisi. Jika akhirnya ada kesempatan membacakan puisi di hadapan para penulis dan orang lain, itu adalah anugerah Tuhan semata. Saya bahkan tak pernah memikirkan sebelumnya.
Cintailah menulis. Menulislah yang kau cintai. Karyamu akan membukakan pintu untukmu sesuai perkenan Tuhan. Jangan malu untuk berpuisi. Mari berpuisi bersama saya.
Salam Puisi Hati Ari Budiyanti
..
Written by Ari Budiyanti
21 Agustus 2022
6-2.262
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI