Ribuan kata teroret
menerjang cepat bak roket
Literasi adalah aset
sebuah warisan yang selalu awet
Kala aksara berjumpa rasa, lahirkan deret makna
Saat bait dan larik bertemu, berikan arti asa
Yang selalu hadir dan menyapa, temani semburat jingga Sang Aruna,
kemudian sambut Arunika di belahan ufuk timur, layaknya tirta hapus jejak jelaga,
demikian karya yang selalu membentang,
seperti senandung pujian mulia di rumah besar kita, Kompasiana
Rangkaian aksara melampaui perbedaan
Tanpa memandang apa dan siapa
Di rumah bersama Kompasiana
Jarak bukanlah batasan pun penghalang
untuk saling menyapa dan menebar makna melalui karya
Petik saja ide satu demi satu,
lalu menyusunnya menjadi barisan kata yang panjang,
mengalir tanpa lelah seperti air sungai,
mengabarkan kisah, memenuhi rongga kosong cakrawala
Cahaya dan hening malam
Keheningan adalah miliknya, bertandang tiap hari dan ia menemaninya tanpa lepas,
tak ada sisa pagi dan siang, hanya gelap dan hening
Kesyahduan, membuat ia terbawa dalam kebaikan yang diyakininya bisa memberinya panjang umur
Meskipun aku tak menyukai pagi, bahkan siang, mereka hanya menuntutku agar aku senantiasa terjaga, tapi aku bisa menemui kekasih, katanya
Ia bertanya pada hening malam, tapi tak ada jawaban apapun
Aku selalu rindu dengan tempat dimana aku berdiri saat ini
Entahlah hatiku begitu terpaut denganmu
Aku sendiri tak bisa mengejawantahkan perasaanku
Rasanya ingin kukunjungi kapanpun aku mau
Namun sayang tak selalu bisa begitu
Aku tak mampu menepismu menyusup di sudut ruang dadaku
Kedamaian yang kau ciptakan di ruang singgah jauh dalam kesunyian terbalut doa
Jika aku mampu, ingin aku langkahkan kakiku menemuimu
Tak peduli hujan deras sekalipun
Karena keheninganmu mengobati langkahku yang terkadang rapuh
Di sebuah taman berhamparan bunga dan kumbang
Tak semua sebagai bunga nan menawan
Tumbuh juga sang ilalang
Badai kuat menerjang dilawan
Ilalang itu adalah aku dan kamu
Tegak dalam sunyi di ladang aksara
Turut menciumi harum kembang seribu
Menggores puisi, berharap cinta dari semesta
Bersamamu kubisa melalui semuanya
Bersamamu kurasakan bahagia
Bersamamu keraguanku sirna
Bersamamu penaku menari gembira
Wahai sahabat literasiku
Dekap aku penuh kehangatan
Sambut indahnya semesta bersama
Selamanya
Di sini tempat kita bertemu
Menjalin persahabatan
Ada rasa yang tersimpan
Antara aku dan engkau
Setiap cerita pasti ada akhirnya, tapi dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula yang baru
Di sini, kita membangun literasi, mengalir bersama narasi-narasi, ungkapkan persepsi, melalui karya fiksi atau non fiksi,
Takjarang memunculkan asumsi atau bahkan naik tensi tapi itu adalah hak asasi
Tidak bisa membatasi di sini
Kita belajar banyak sisi dengan beragam isi, ya menulis adalah opsi sebagai edukasi
Tidak perlu gengsi, takharus ada friksi apalagi intervensi atau bahkan emosi
Kita tunjukkan saja potensi, buktikan dengan prestasi dari spasi ke spasi, dari edisi ke edisi
Literasi tak sekedar menulis dan membaca
Literasi meningkatkan kualitas hidup kita
Literasi membangun komunikasi sosial bersama
Di kompasiana kita bertemu dan saling menyapa
Hangat dan akrab bak saudara yang lama tak sua
Saling bertukar informasi di rumah bersama
Menambah teman dan saudara
Terjalin suatu persahabatan yang sangat erat
Walaupun tak pernah bersua tetapi terasa begitu dekat
Lalu kubiarkan penaku kembali menari dalam aneka nada rasa yang tercipta
Membangun bahagia dan kebaikan untuk sesama
Berteman aksara-aksaramu
Sehingga terkadang literasi kita menyatu dalam rangkaian kata yang tak jarang berupa puisi
Puisiku adalah larik kata biasa yang bagimu terasa lebih bermakna
Kala isi hati kita tercurah dalam karya, tersulam melalui getaran aksara
Senyum terkulum menambah manis bibirmu
Saat kau lantunkan apa yang tersurat satu per satu pada kumpulan puisi nan syahdu
Menggelorakan segenap isi kalbu
Katanya kata-kata semua bisa kukatakan Begitu kata penyair pada saat kutemui lema yang tergeletak; terserak di atas meja
Aku mengeja beberapa kata saja
Sementara, temaram tubuh aksara mencari makna, hilang entah di mana
Jiwa bergetar, tubuh gemetar
Sendi-sendi lutut terasa goyah
Cahaya sekecil apa pun terasa menyilaukan
Perasaan penuh penat mendera
Tiada sukacita, hari-hari terasa penuh nestapa
Tatap mata orang-orang seperti menghakimi
Seakan hidup di kandung badan terasa bak olok-olok bagi semesta
Bahkan nestapa mendapatkan tempat ketika berada di antara rekan-rekan penggiat literasi di Kompasiana
Kularungkan kata di lautan bernama kompasiana
Menyampaikan pesan sejuta makna
Berharap sampai ke seberang sana
Terbaca akan semua makna yang ada
Kalimat bermakna ada dalam jiwa
Bersenyawa dengan pikiran dan nurani
Menjelma kata-kata menguntai narasi bernyawa
Bersemayam menjadi ruh dalam pikiran dan menjelma dalam tindakan
Kabut menguap, embun meniti cahaya emas, surya menguak rimba frasa di sela-sela rimbunan kata, menyongsong fajar menyingsing, gembira mengorkestrasi kata-kata menjelma puisi
Grandioso! Bermekaran satu delapan delapan satu karya dalam simponi indah pun megah.
....
Puisi Kolaborasi para sahabat kompasianer dalam rangka sebuah perayaan menulis karya ke-1.881Â
Terima kasih banyak saya ucapkan pada semua rekan yang sudah berkenan ikut berkolaborasi: Acek Rudy, Nita Kris, Luna, HTO, Wahyu Sapta, Nitamarelda, Fatmi Sunarya, Siti Nazarotin, ADSN1919, Warkasa1919, Tety Polmasari, Peri Gigi, Tati Ajeng, Ari Budiyanti, Siska Artati, Lintang, Teopilus Tarigan, Katedrarajawen, Mas Han, Budi Susilo
5 Desember 2021
Karya ke-1.881
.....
Ajakan berkolaborasi puisi bisa dibaca di link ini
8-1.881