Saya akan melanjutkan artikel pertama tentang Cegah Kekerasan pada Anak. Baca di sini. Kali ini saya akan mengangkat tema pada buku yang sama, bab 4 tentang bullying.Â
Jujur, saya sendiri semasa kecil mungkin pernah mengalami bullying tanpa saya sadari. Bagaimana dengan masa kecil Anda? Semoga tidak mengalami hal yang sama dengan saya.
Saya masih ingat semasa SD kelas 1, ada kakak kelas yang mengganggu saya sampai membuat saya menangis di sekolah. Mungkin maksudnya hanya bercanda tapi sudah membuat saya ketakutan.Â
Sebenarnya memang hanya seperti keisengan kecil anak SD, mengambil salah satu sepatu saya dan membawanya berlarian di sekolah. Masih untung, kakak saya juga bersekolah di SD yang sama dengan saya. Jadi ada yang membela saya, dan menjadi penolong pertama pada masa itu.
Kejadian ini sudah berlangsung amat sangat lama, waktu saya kelas 1 SD namun ternyata masih membekas dalam ingatan saya. Padahal saat itu, saya sudah langsung mendapat pertolongan dari kakak saya, sehingga anak tersebut tidak mengulangi perbuatannya di sekolah.
Masalahnya, bagaimana jika sampai korban bullying tidak mengalami pertolongan pada waktu yang tepat? Lalu bagaimana dampaknya jika peristiwa bullying ini berlangsung terus menerus? Mari kita maknai terlebih dahulu arti kata bullying itu sendiri.
Bullying adalah suatu tindakan yang dilakukan seseorang dengan tujuan membuat mental lawannya jatuh dan tertekan. Tindakan bullying atau pelecehan ternyata bisa juga melalui perkataan. Misalnya menggunakan kata-kata bernada tinggi dan ancaman.Â
Bagi anak-anak yang sejak kecil terbiasa diperlakukan demikian, ini sungguh berbahaya. Anak tersebut akan sering mengalami ketakutan dan mempunyai kepercayaan diri yang rendah.
Anak-anak yang mengalami bullying sejak masa kecil butuh pertolongan yang tepat dari orang-orang dewasa di sekitarnya. Sebagai guru anak, saya juga berusaha semaksimal mungkin memperhatikan murid-murid saya dengan saksama. Jangan sampai ada tindakan bullying di sekolah, setidaknya saya berusaha keras mengawasi siswa-siswi di kelas tempat saya mengajar.
Anak-anak usia dini pun ternyata mempunyai kecenderungan untuk melakukan bullying pada teman-temannya yang dia pandang lebih lemah darinya. Anak-anak yang demikian harus segera terdeteksi oleh guru dan diatasi sebelum kebiasaannya melakukan tindakan bullying tidak terhentikan. Tentu saja peran serta orangtua sangat besar.
Anak-anak harus sejak kecil dibekali kemampuan untuk membela diri dengan menggunakan kalimat-kalimat yang tegas dan berani kepada teman yang berusaha melakukan bullying padanya. Misalnya dengan kalimat-kalimat seperti : "Hentikan! Itu menyakitiku aku!" Atau "Cukup! Aku tidak suka kata-katamu yang menyakitkan itu!"
Meskipun demikian, sebaiknya jangan mengajari anak untuk membela diri dengan memukul atau cara kekerasan lainnya. Ini tanpa sadar juga sedang mengajari anak untuk menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah.Â
Ajari anak untuk segera mencari pertolongan pada orang dewasa yang dapat dipercaya, seperti guru, saat di sekolah.
Jika sekiranya merasa tidak cukup kuat untuk membela diri sendiri, anak-anak disarankan untuk segera mencari pertolongan pada orang yang tepat.Â
Namun demikian juga harus berhati-hati. Jangan sampai membiarkan anak menjadi seorang yang selalu mengadu dan menangis menghadapi masalahnya.
Perlahan kita menolong mereka mengatasi masalahnya selama itu bisa dilakukannya sendiri. Ini akan melatih kedewasaan anak. Atau setidaknya, kita bisa mengajari anak-anak untuk menyampaikan perasaannya dengan baik. Hal ini untuk menolong anak ke depannya bisa lebih mandiri dan tidak terus menerus tergantung pada kita.
Bagaimana menolong para pelaku bullying agar berhenti? Tanpa sadar, saat kita fokus pada korban bullying saja, kita bisa lupa bahwa pelaku bullying yang notabene anak-anak juga ternyata butuh pertolongan agar bisa menghentikan kebiasaan buruknya tersebut.
Buku ini menyebutkan, bahwa pelaku bullying, baik anak-anak maupun orang dewasa umumnya mempunyai latar belakang sebagai berikut: mudah putus asa, emosi tak terkendali, impulsif atau dominan, dan menunjukkan kekerasan dalam berbagai cara.
Beberapa penyebab bullying itu sendiri disebutkan ada macam dalam buku ini, yaitu:
1. Pengaruh keluarga. Keluarga yang melakukan kekerasan pada anak, akan menyebabkan anak juga meniru melakukan kekerasan pada sesamanya.
2. Pengaruh teknologi dan televisi. Penggunaan gadget yang berlebihan, pemilihan games yang dimainkan anak tanpa pengawasan orang tua, juga bisa memicu tindakan bullying.
3. Paksaan atau ajakan teman-teman. Anak-anak yang merasa lemah dan terpaksa ikut-ikutan teman-teman yang memaksanya, akhirnya akan terbiasa juga melaukan bullying.
4. Pernah menjadi korban bullying sebelumnya di sekolah dan tidak ada tindak lanjut untuk menghentikannya. Ini menyebabkan anak berpikir bahwa tindakan bullying adalah tindakan untuk membela diri.
Melihat keempat penyebab ini, kita semakin sadar, betapa berbahayanya bullying itu. jika kita menyadari penyebabnya, setidaknya kita bisa menolong anak-anak ini agar tidak terjebak dalam arus menjadi pelaku bullying. Mereka juga butuh ditolong.
Lalu apa tindakan kita sebagai orang dewasa jika mendapati anak-anak menjadi pelaku bullying di sekolah. Beberapa hal yang disarankan penulis buku ini, yaitu Ibu Suzie Sugijokanto, antara lain adalah:
1. Tidak memarahi apalagi memukul anak. Jika ini dilakukan (memarahi dan memukul), anak akan justru semakin meningkat emosinya dan kembali melampiaskan pada teman-temannya di sekolah.
2. Menjelaskan berulang-ulang bahwa tidak baik menyakiti orang lain. Ajarkan anak-anak untuk berdiskusi dengan teman dalam menyelesaikan masalah.
3. Mendampingi anak secara penuh dan memonitor perubahan sikapnya.
4. Mengajak anak mengucapkan doa bersama-sama.
5. Berbicara dengan lembut pada anak, bukan dengan intonasi tinggi.
6. Jangan bertengkar antar suami istri di depan anak.
7. Menghindarkan anak dari tontonan atau permainan yang menadung nilai kekerasan, sebaliknya ajak anak-anak menikmati aktivitas keluarga seperti berenang atau berekreasi.
8. Menghubungi para ahli yang berkompeten untuk menangani masalah anak ini bila masih berlanjut.
Bagian terakhir dari artikel saya, mengangkat pembahasan mengenai menolong anak yang menjadi korban bullying. Ini beberapa hal penting yang disampaikan oleh bu Suzie dalam buku ini:
1. Bersikaplah setenang mungkin.
2. Pancing anak untuk berani berbicara.
3. Jangan memojokkan anak ketika sudah mulai terbuka menceritakan masalahnya.
4. Dengarkan anak dengan saksama.
5. Peluklah anak untuk rasa amannya bersama anda.
6. Tanyakanlah dengan detail kapan, siapa, di mana dan bagaimana peristiwa bisa terjadi.
7. Periksalah anggota tubuh anak dengan lembut dan segeralah bawa ke dokter untuk perawatan.
Ketujuh langkah awal tersebut penting dilakukan sebelum akhirnya orangtua atau orang dewasa menolong anak memulihkan diri dari trauma yang dialaminya karena mengalami bullying. Orangtua perlu menghubungi orang-orang yang bisa dipercaya anak seperti guru, untuk menolong mendampingi anak saat di sekolah.
Jangan lupa mengajak anak berdoa untuk mengatasi masalah traumanya tersebut. Pendampingan orangtua sangatlah penting sampai anak-anak sungguh-sungguh pulih dari trauma akibat bullying. Demikian tulisan saya kali ini. Semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca.
Info lengkap dan detail bisa Anda baca pada buku yang saya jadikan referensi ini: Cegah Kekerasan pada Anak karya  Suzie Sugijokanto.
Salam damai
.....
Written by Ari Budiyanti
4 Agustus 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H