Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 3.000 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 20-12-2024 dengan 2.392 highlights, 17 headlines, 112.449 poin, 1.133 followers, dan 1.315 following. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerita tentang Hujan] Di Hadapan Mata Namun Seolah Terpisah Samudera

8 Februari 2020   06:00 Diperbarui: 16 Desember 2021   19:28 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lautan di sekitar Pulau Seribu. Photo by Ari

"Satu, dua, tiga, empat, ... lima belas! Pas, lengkap." batin Viona setiap kali meminta anak-anak berbaris seusai mengikuti setiap satu aktivitas fieldtrip. Menjadi guru anak - anak TK itu tidak gampang. Mereka energinya penuh. Seperti tak punya lelah. Bahkan setelah selesai semua kegiatan yang cukup banyak dan melelahkan Viona, ternyata dalam perjalanan pulang, di dalam bus, murid-murid tak juga tertidur. Lelah sekali. Batin Viona. 

Sesampainya mereka di sekolah, Viona menghubungi beberapa wali murid yang masih juga belum datang menjemput anaknya. "Wah harus kutunggu sampai jam berapa ini" Batin Viona lagi dengan segala lelah. 

" Bu Viona, silakan kalau mau pulang duluan. Biar saya saja yang temani siswa sampai mereka dijemput semua. Tinggal dua anak saja kan?" sebuah sapaan beriring senyuman lembut membuyarkan lamunan Viona. Benar, rasanya selesai acara fieldtrip ini, ingin segera saja pulang dan tidur. 

"Tidak apa Pak Ardi. Saya tunggu saja di sini sampai semua dijemput. Terimakasih ya. Murid pak Ardi tinggal 1 saja ya yang belum dijemput?" Viona melirik ke arah anak-anak yang bermain di hall sambil menunggu jemputan orang tuanya.

"Benar." lalu Ardi pun menangguk dan memberi isyarat akan duduk bersama muridnya di pojok hall. Viona hanya mengangguk. Beberapa staf juga masih belum pulang. Namun sebagian besar sudah pulang. Sekolah semakin sepi saja. 

Rintik hujan mulai turun. Viona ikut resah. Ada beberapa guru lainnya yang jiga ikut menemani Viona menunggu murid yang belum dijemput juga. 

Dalam hati Viona ada senang bisa berlama-lama di sekolah bersama hadirnya pak Ardi. Hujan yang menjadi semakin deras menahan para guru dan staf dari jam pulang. Mereka yang seharusnya bisa langsung pulang, terpaksa masih tinggal di sekolah karena menunggu hujan reda. Sebuah pesan masuk. 

"Maaf bu Viona, ini saya dalam perjalanan ke sekolah menjemput Nanda. Maaf, macet sekali karena hujan ini." 

Viona hanya menghela nafas. Berat rasanya. Kasihan juga melihat Nanda yang mulai kelelahan dan beringsut mendekatinya. Tiba-tiba tanpa aba-aba, Nanda rebahan di lantai dan meletakkan kepalanya di pangkuan Viona. Guru yang sangat disayanginya. 

"Bu Viona, mama lama sekali. Aku ngantuk" Viona hanya membalas dengan senyuman dan membiarkan Nanda nyaman tiduran beralaskam pangkuannya. Tak lama Nanda tertidur. 

Tatapan mata Ardi tak sengaja tertangkap oleh Viona. Mereka saling senyum dan tak berkata apa-apa. Sama-sama lelah. Viona tak tahu apakah pak Ardi merasakan hal yang sama dengan gemuruh di hatinya? Entahlah. Saat ini Viona memang berada cukup dekat dengan Ardi, dalam satu hall sekolah yang sama. Namun, entah mengapa Viona merasa jarak yang terbentang di antara mereka bagaikan bentangan luasnya samudera. Sangat jauh sekali.

Hujan tak kunjung berhenti. Viona masih juga menanti orang tua Nanda datang. Sementara Ardi sudah tidak ada lagi murid yang ditunggu. Semua sudah dijemput. Kini hanya tinggal Nanda sendiri yang belum dijemput. Nanda sudah tertidur di pangkuan Viona. 

"Orang tuanya sudah memberi kabar?" sapa Ardi sambil perlahan mendekati Viona dan duduk di sebelahnya. Viona hanya menangguk. Tak tahu harus bicara apa. Degub jantungnya berdebar kencang saat Ardi duduk di sebelahnya. Senang namun juga gugup. Kikuk rasanya. 

Ardi tidak menagkap gelagat itu. Dia hanya melihat Viona yang kelelahan dan merasa kasihan harus menunggu sendiri di sekolah. Guru-guru lain sudah pulang semua. Beberapa rekan terpaksa menembus hujan karena melihat hujan tak kunjung reda. 

Hujan menahan kedua insan ini lebih lama dalam kebersamaan. Meski lelah badan yang tak kunjung jua teristirahatkan. Namun hanya di satu sisi batin saja ada resah dan gelisah, rindu bergemuruh dan mungkin sebuah romantise sepihak dalam batin. 

Akhirnya, Nanda dijemput mamanya. Hujan pun telah mereda. Ardi dan Viona telah bersiap pulang. "Bareng saya saja bu Viona. Tapi gerimis sedikit tidak apa ya." Ardi mengantar Viona sampai ke rumahnya sore itu.

...

Dua tahun kemudian

...

Hujan datang lagi. Deras menahan Viona kembali tak bisa pulang. Namun tak ada lagi Ardi di sisinya. Meski hanya sebagai rekan kerja. Ardi sudah mengundurkan diri dari sekolah dan diminta orang tuanya meneruskan bisnis di kampung halaman di luar pulau Jawa. Kini mereka sudah terpisah jarak yang sesungguhnya memang benar-benar jauh dalam bentangan samudera. Namun, mengapa tiap kali hujan datang, memori senja itu bersama Ardi hadir kembali. 

Hujan selalu membawa sebait kisah manis dalam sebuah memori indah tak terlupakan bagi Viona. Akankah Ardi juga mengingat memori indah di senja itu. Sebuah senja dua tahun lalu. Ada sebuah kisah rindu. Sayup-sayup terdengar lagu Hujan yang dinyanyikan Utopia. Hujan memberinya sendu dan membuat Viona ingin menyanyi lagu rindu itu

"Aku selalu bahagia saat hujan turun, karena aku dapat mengenangmu untukku sendiri" 

(Sepenggal lirik lagu Hujan yang dinyanyikan Utopia)


...

Written by Ari Budiyanti

6 Februari 2020

#ceritatentanghujanFC 

#fiksianacommunity.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun